Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Janji Manis Ekonomi Tumbuh Tinggi

Tiga pasangan calon presiden mengumbar janji pertumbuhan ekonomi tinggi di atas 5 persen. Dianggap sulit tercapai.

31 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pabrik manufaktur alat elektronik rumah tangga di Bogor, Jawa Barat. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden periode 2024-2029 mengumbar janji pertumbuhan ekonomi tinggi. Target tertinggi dipasang duet Ganjar Pranowo dan Mahfud Md yaitu mencapai 7 persen. 

  • Hingga saat ini belum ada program yang benar-benar menjanjikan dari tiga pasangan calon yang ada untuk merealisasikannya.

  • Target pertumbuhan ekonomi yang diungkapkan para pasangan calon tersebut dinilai terlampau ambisius dan cenderung sulit untuk terealisasi

JAKARTA – Tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden periode 2024-2029 mengumbar janji pertumbuhan ekonomi yang tinggi jika mereka terpilih. Duet Ganjar Pranowo-Mahfud Md. dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memasang target tinggi yaitu mencapai 7 persen. 

Target pertumbuhan ekonomi yang tinggi serupa dengan janji yang diusung Presiden Joko Widodo dalam dua periode pemerintahannya: 7 persen. Namun janji tersebut belum bisa diwujudkan Jokowi hingga saat ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud, Arsjad Rasjid, mengungkapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibutuhkan agar Indonesia bertransformasi menjadi negara maju. Namun saat ini waktu yang tersisa untuk mewujudkannya cukup sempit. Pasalnya, pemanfaatan bonus demografi bakal mencapai puncaknya pada 2030, kemudian perlahan bergeser menjadi negara populasi menua. 

“Kita sudah tidak punya banyak waktu. Jadi, memang harus segera tumbuh tinggi dan memastikan menjadi negara maju,” ujar Arsjad, kemarin.

Menurut Arsjad, target tersebut bukan hal yang mustahil dicapai. Sebab, pertumbuhan ekonomi di sejumlah daerah selama ini sudah ada yang mencapai 7 persen. “Sekarang tinggal bagaimana bisa melaksanakan pemerataan pertumbuhan itu,” katanya. 

Di tengah dinamika perekonomian global, salah satu strategi yang akan dikedepankan adalah pemberdayaan sumber daya lokal. Perbaikan kualitas sumber daya manusia mutlak diperlukan. Hal itulah yang kemudian tertuang dalam visi pasangan Ganjar-Mahfud, yaitu Menjadi Indonesia Unggul.

Pasangan yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Hanura, dan Perindo ini menargetkan penggerak ekonomi baru di seluruh wilayah Indonesia, pemanfaatan infrastruktur, ekonomi digital, ekonomi hijau dan biru, serta pertumbuhan industri manufaktur dan optimalisasi kawasan industri. Tak kurang 17 juta lapangan kerja baru turut dijanjikan setiap tahunnya, dengan komitmen meneruskan proyek Ibu Kota Nusantara dan program bantuan sosial Program Keluarga Harapan dengan target sasaran yang lebih luas, yaitu mencapai 15 juta keluarga.

Petani mengoperasikan mesin perontok padi saat panen di Kampung Tegal Sumedang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 26 September 2023. TEMPO/Prima mulia

Target Ekonomi Tumbuh 6,5 Persen Anies-Muhaimin

Sementara itu pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,5-6,5 persen jika terpilih. Mengutip dokumen visi-misi keduanya, duet Anies-Muhaimin berstrategi mendorong penciptaan lapangan kerja berkualitas dan menurunkan porsi pekerja sektor informal dari 60,23 persen pada Februari 2023 menjadi 50 persen pada 2029. Tambahan lapangan kerja baru yang dijanjikan mencapai 15 juta per tahun, dengan tingkat pengangguran terbuka ditargetkan turun dari 5,45 persen pada Februari 2023 menjadi 3,5-4 persen.

Anies sebelumnya mengungkapkan kehadiran investasi yang masuk ke dalam negeri juga harus linier dengan penyediaan lapangan kerja yang setara dengan pertumbuhan ekonomi. “Ketika lapangan kerja tersedia, ada hubungan industrial yang sehat dan berkeadilan. Dengan begitu akan terjadi ekspansi dari kegiatan perekonomian,” ucapnya.

Adapun pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menargetkan pertumbuhan ekonomi 6-7 persen. Pasangan ini pun pasang janji tingkat kemiskinan ekstrem dapat menuju nol persen dalam dua tahun pertama, dengan angka kemiskinan relatif ditargetkan berada di bawah 6 persen pada akhir 2029. Pemberantasan kemiskinan disebut sebagai salah satu strategi utama untuk mencapainya. 

“Program kartu-kartu sejahtera, seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS), akan kami perluas hingga KIS Lansia. Begitu juga dengan Kartu Indonesia Pintar, Kartu Sembako, dan lainnya,” ucap Gibran.

Berikutnya komitmen untuk memperbaiki produktivitas perekonomian, khususnya yang bersumber dari sektor pertanian. Prabowo sebelumnya berujar, untuk mencapai swasembada pangan, Indonesia harus segera meningkatkan produktivitas lahan pertanian yang ada dengan berbagai program intensifikasi dan ekstensifikasi lahan.

“Program ini dilakukan menyeluruh di level desa, kecamatan, kabupaten/kota, hingga skala nasional dengan komoditas utama seperti padi, jagung, kedelai, singkong, tebu, dan sagu,” ucap Prabowo. Adapun pasangan  calon ini menargetkan minimal tambahan 4 juta hektare luas panen tanaman pangan bakal tercapai pada 2029.

Peneliti ekonomi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Latif Adam mengatakan target tinggi pertumbuhan ekonomi yang dipasang ketiga pasangan calon tersebut tampak mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). “Mereka seolah-olah dipaksa karena Indonesia memiliki visi Indonesia Emas 2045 untuk menjadi negara maju, walau memang menjadi kurang realistis, apalagi pada tahun pertama pemerintahan nanti,” ucapnya.

Merujuk pada data Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi Negara-negara Maju (OECD), pada 2045 ekonomi Indonesia diprediksi mencapai US$ 8,89 triliun dan bakal menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia.

Namun, menurut Latif, program dan agenda ekonomi yang digaungkan para pasangan calon untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi masih belum berkesinambungan dan relevan dengan kondisi terbaru. “Ada dinamika perekonomian global yang sedang tidak ramah. Ketika ingin merevolusi pertumbuhan ekonomi harus ditemukan dulu template kebijakannya yang sesuai,” katanya.

Selain itu, pemimpin di masa depan tak bisa berdiam diri menjalankan pembangunan ekonomi yang berlandaskan prinsip konvensional atau tradisional. “Harus mulai shifting ke gagasan yang berlandaskan pada ekonomi berbasis teknologi informasi dan digitalisasi karena dunia sekarang mengarah ke sana.”

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mengungkapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di atas 5 persen krusial bagi Indonesia untuk bisa mewujudkan mimpi menjadi negara maju. Namun, menurut dia, hingga saat ini belum ada program yang benar-benar menjanjikan dari tiga pasangan calon yang ada untuk merealisasinya. “Tampaknya belum ada program-program yang ampuh meruntuhkan dekade kutukan pertumbuhan 5 persen di era Presiden Jokowi,” ucapnya.

Dia menyoroti dua pasangan calon, yaitu Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran, yang tidak membawa narasi baru dan tampak sekadar ingin melanjutkan program pemerintah saat ini untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pasangan Anies-Muhaimin belum mencakup strategi yang inklusif untuk merangkul seluruh komponen pertumbuhan.

Menurut Yusuf, program utama yang seharusnya diusung pasangan calon presiden dan wakil presiden di masa mendatang adalah secepatnya mengatasi rendahnya kualitas angkatan kerja dan mencegah deindustrialisasi dini. “Ini menyebabkan bonus demografi yang saat ini kita nikmati dan bahkan berada di periode puncaknya tidak banyak memberi manfaat ke industri dan pertumbuhan ekonomi.”

Indonesia tercatat sudah lebih dari sepuluh tahun menikmati bonus demografi sejak 2012. Tapi pertumbuhan ekonomi masih stagnan di kisaran 5 persen. Adapun puncak bonus demografi bakal berakhir pada 2030.

Gagasan besar berikutnya yang dapat dijadikan prioritas adalah upaya membangun keunggulan perekonomian baru, mendorong industri yang tak lagi sekadar mengandalkan upah buruh rendah dan sumber daya alam murah, serta membangun kapabilitas industri nasional. Ada pula strategi lain, yaitu mengadopsi teknologi tinggi, re-skilling dan up-skilling tenaga kerja diikuti transfer teknologi, serta menurunkan ketergantungan pada modal asing secara konsisten.

Pasangan calon presiden acap mengeluarkan janji manis target pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun realisasinya tak mencapai target. Berikut ini sejumlah target yang dijanjikan presiden sebelumnya beserta realisasinya.

Target Pertumbuhan Ekonomi Dinilai Sulit Terealisasi

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menuturkan target pertumbuhan ekonomi yang diungkapkan para pasangan calon tersebut terlampau ambisius dan cenderung sulit terealisasi. “Apalagi upaya-upaya untuk mencapainya masih sangat normatif sehingga ini bisa dikatakan overshoot,” ujarnya.

Target pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen terasa kian sulit tercapai, mengingat perekonomian global diperkirakan masih berada pada tren perlambatan dalam lima tahun ke depan. Penyebab utamanya adalah konflik geopolitik yang masih berlanjut, fluktuasi harga komoditas, serta terjadinya fenomena deglobalisasi. 

Menurut Bhima, Indonesia memiliki struktur ekonomi yang sangat rapuh, dari industrialisasi yang jalan di tempat hingga ketergantungan terhadap komoditas olahan primer. Di sisi lain, fluktuasi harga komoditas berlangsung tak pasti dan sulit diprediksi. “Kalau sisi permintaan global turun, misalnya Cina ekonominya melambat, hal itu sangat menantang bagi Indonesia untuk tumbuh di atas 5,5 persen, apalagi 7 persen,” katanya.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang juga peneliti senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, mengungkapkan terdapat pekerjaan rumah yang menjadi sorotan setelah pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir. Hal itu berkaitan dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yang pada periode kedua pemerintahannya cenderung non-inklusif. “Manfaat pembangunan paling banyak dirasakan oleh 20 persen kelompok terbawah serta 10 persen kelompok teratas. Tapi kelompok menengah yang jumlahnya 40-80 persen seperti terlupakan,” ucapnya.

Indonesia ditetapkan naik kelas menjadi negara kelompok pendapatan kelas menengah atas atau upper middle income countries oleh Bank Dunia pada 1 Juli 2020, dengan pendapatan per kapita US$ 4.050. Setidaknya dibutuhkan 18 tahun bagi Indonesia untuk akhirnya keluar dari kelompok negara pendapatan kelas menengah bawah atau lower middle income countries. Adapun pada 1 Juli 2023, Bank Dunia menetapkan pendapatan Indonesia sebesar US$ 4.580

Merujuk pada White Paper LPEM UI yang bertajuk "Agenda Ekonomi dan Masyarakat Indonesia 2024-2029", pertumbuhan ekonomi Indonesia secara rata-rata setelah krisis ekonomi dan sebelum masa pandemi Covid-19 atau periode 2000-2018 adalah 5,3 persen. Pertumbuhan ekonomi sebelum krisis ekonomi 1997-1998, yaitu pada periode 1980-1996, sebesar 6,4 persen, yang ditopang oleh perkembangan industri manufaktur dan liberalisasi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi pada periode 1968-1979 adalah 7,5 persen, yang ditandai dengan tingginya harga minyak.

“Berdasarkan data sejarah pertumbuhan ekonomi Indonesia dan juga pengalaman negara lain, seiring dengan perkembangan ekonomi, Indonesia akan kesulitan untuk bisa memiliki pertumbuhan ekonomi lebih seperti sebelum krisis ekonomi 1998,” ujar Teguh.

Alih-alih berobsesi menjadi negara dengan pertumbuhan dan pendapatan tinggi, pemerintah mendatang diharapkan lebih dulu mengedepankan fokus penanganan kemiskinan, penurunan ketimpangan, peningkatan kesetaraan kesempatan, serta pembangunan kelas menengah yang kuat, berdaya tahan, serta inovatif. “Kesetaraan kesempatan terhadap akses pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, pekerjaan sektor formal, infrastruktur dasar, serta jaminan sosial yang menyeluruh dan adaptif menjadi modal utama,” katanya.

MOH KHORY ALFARIZI | GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus