Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jeanne d'arc, perawan di tengah api

Kisah jeanne d'arc, pahlawan wanita sejarah prancis/tokoh legendaris. kemasyhurannya ditopang oleh asal-usulnya yang feodal. (sel)

20 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA banyak cara untuk mempertanyakan Jeanne d 'Arc. Adakah ia Jeanne si petani, atau barangkali Putri Jeanne? Santa Jeanne? Atau Jeanne si musyrik, gadis yang bertingkah laku seperti anak lelaki? Bahkan Shakespeare pernah tergetar memandang tokoh ini. "Joan la Pucelle," tulis pujangga abadi itu, "akan menjadi orang kudus Prancis." Shakespeare tiga abad mendahului Gereja. Baru pada 1920. Paus Benediktus XV memaklumkan "pengangkatan" Jeanne d'Arc sebagai santa, orang kudus -- 489 tahun setelah Gereja membakar Jeanne hidup-hidup dengan tuduhan musyrik. Baru-baru ini, 550 tahun peristiwa pengutukan Jeanne oleh lembaga Inkuisisi (pengadilan Gereja) itu diperingati di Prancis dan Inggris. Caranya: menyunting kembali atau menulis buku baru mengenai tokoh tersebut. Satu di antara yang paling menarik adalah Jeanne d'Arc par elle-meme et ses temoins karya Regine Pernoud (Edition Seuil, 27 rue Jacob, Paris 6e). Buku ini mengungkapkan kembali bagian terpenting masa hidup Jeanne dengan bahasa yang hidup, yang terkadang bagai kumandang kata-kata Jeanne sendiri. Dilukiskan pula keterangan para saksi di pengadilan rehabilitasi Jeanne, 25 tahun setelah ia dibakar -- sekalipun tujuan pengadilan itu sebenarnya hanya untuk membuktikan bahwa Raja Charles sebenarnya naik tahta bukan atas dukungan seorang musyrik. Dalam bukunya terdahulu, Jeanne d'Arc Pernoud telah menempatkan Jeanne di depan latar sejarah. Melalui buku-buku itu kita berhadapan dengan Jeanne yang hidup, gadis impulsif "yang menyihir para bangsawan dan bertengkar dengan para pemimpin agama". Ia juga tokoh yang tak terguncangkan dalam keputusannya mengepung Orleans dan memahkotai Charles VII. Dunia, kini, memang mengenal Jeanne d'Arc sebagai pahlawan wanita terbesar dalam sejarah Prancis. Di bawah pimpinannya, tentara Prancis yang patah semangat--pada periode kedua Perang 100 tahun itu --berhasil mengalahkan Inggris di Orleans, dan kemenangan ini membuka jalan kearah penobatan Raja Charles VII di Reims. Gadis ini memang tokoh legendaris. Ia semula meninggalkan kampung halamannya di Domremy, menuju Chinon. Di sini ia menantang Charles untuk melaksanakan "wahyu" yang didapat Jeanne. Suara-suara yang mengilhami Jeanne itu menganjurkan pembentukan sebuah komisi untuk membantu Raja. Pada April 1429, Jeanne memasuki Orleans, kota yang sejak lama dikepung, mengerahkan seluruh bala tentara dan berhasil mengusir Inggris dari sana. Kemenangan-kemenangan lain berturut menyusul. Pengaruh Jeanne dalam segala tindak keberanian itu terbukti nyata, walaupun mungkin pelbagai cerita terlalu membesar-besarkan dia. Atas desakannya, yang meramalkan bahwa hanya penobatan di Reims dapat mengesahkan seorang raja sejati dan terpilih oleh Tuhan, maka prajurit Prancis memutuskan untuk menyeberangi LLe-deFrance menuju Reims. Di sinilah Charles dinobatkan--17 Juli 1429. Dan dari Reims tentara Prancis meneruskan perjuangan merebut Laon, Soissons dan banyak kota kecil lain. Pemujaan pada monarki Prancis yang dihidupkan kembali oleh Jeanne Itu melemahkan posisi Inggris di mana pun di Prancis. Inilah mungkin merupakan sebab terselubung, mengapa Jeanne yang tertangkap oleh tentara Burgundi dan kemudian diserahkan kepada tentara Inggris, dituduh berbuat Sihir dan dibakar di Rouen pada 30 Mei 1431. Sedang Raja Charles VII, yang didukungnya, tidak berusaha menyelamatkan Jeanne. Bahkan tidak lewat saluran Gereja. Menurut majalah The Economlst, 13 Februari lalu, kalangan rasionalis Prancis sebenarnya sudah lama enggan membicarakan kekuatan adikodrati alias keajaiban, yang selalu dihubungkan dengan Jeanne d'Arc. Mereka lebih tertarik pada teori (antara lain dikemukakan Gerard Pesme dan Pierre de Sermoise) yang menyebutkan, kemasyhuran Jeanne sebetulnya ditopang oleh asal-usulnya yang feodal. Teori ini secara jelas terungkap dalam edisi baru huku Gerard Pesme, Jehanne d'Arc n'a pas ete brulee (Edition Balzac, 7 rue des Trois Fours, 16. 000 Angouleme). Melalui risetnya, Pesme yang baron itu sampai pada kesimpulan: Jeanne d'Arc adalah anak tidak sah Ratu Isabeau dari Prancis dengan Louis d'Orleans, saudara Raja Prancis Charles VI. Louis d'Orleans, ayah Jeanne itu, kemudian terbunuh. Sedang Isabeau, kekasihnya,dimusuhi oleh Dewan Kerajaan dan oleh suaminya yang sinting, Charles VI. Ketika itulah Jeanne dikirim ke Domremy, Lorraine, dan diangkat anak oleh keluarga d'Arc. BILA teori ini diterima, ada hal menarik yang bisa dipelajari dengan gampang. Jacques d'Arc, ayah (angkat?) Jeanne, dengan demikian bukanlah petani goblok, seperti dalam drama Anouilh L'Alouette, petikan yang tidak begitu bagus dari karya Bernard Shaw, Solnt Joon. Memang lebih layak ia seorang tuan tanah kecil yang dihargai di antara kaumnya. Dalam kerangka asal-usul ini pula Pesme mencoba menjelaskan 'penampakan' (visioen, kasyaf ) yang sering menggoda leanne sebagai arwah ibundanya yang menjaga dan mengawasi sang anak. Roh itu pula yang membisikkan pada Jeanne akan hubungan darahnya dengan Putra Mahkota, yang kelak menjadi Charles VII. Tanda-tanda misterius yang diperlihatkan Jeanne kepada calon raja murung itu boleh jadi merupakan bagian identitasnya. Teori Pesme ini juga yang dapat menerangkan kefasihan Jeanne berbahasa Prancis, hal yang jarang terdapat pada warga pedusunan negeri itu sekitar abad XV. Pengadilan atas diri Jeanne sendiri didalangi Uskup Cauchon dan Duke dari Bedford, tokoh 'iblis' dalam pandangan Pernoud. Tapi di mata Gerard Pesme, kedua orang itu tampil lebih cerah. Bahkan mengikuti teori Pcsme tersebut Jeanne tak boleh jadi dibakar Gereja. Karena ia masih seorang putri kraton. Orang lainlah yang diarak, kemudian dipanggang di tiang pembakaran itu, 30 Mei 1431--seorang yang secara kebetulan dijatuhi hukuman yang sama oleh Inkuisisi. Jeanne sendiri, dengan pertolongan para aristokrat Inggris dan Burgundi, diselundupkan ke luar istana Rouen. Ia kemudian muncul di Orleans sebagai Claude des Armoises yang misterius, yang berusaha meyakinkan kakak Jeanne dan penduduk setempat bahwa dialah Jeanne d'Arc yang sejati. Dari pelbagai isyarat, Baron Pesme menarik sejumlah kesimpulan. Tapi, harus diakui, ia berhasil menjejerkan fakta dan gagasan yang menarik. Kecintaan dan kekagumannya terhadap Jeanne d'Arc sedikit pun tak perlu diragukan. Sebuah buku lain, dari pekan peringatan 550 tahun ini, adalah Joan of Arc karya Marina Warner Weidenfeld and Nicolson). Buku ini lebih bersifat kultural ketimbang sejarah. Warner mengingatkan pembacanya bahwa Perang 100 tahun itu sebetulnya berlangsung di antara rakyat dengan kebudayaan yang sama. Dipecahbelahkan oleh sengketa keluarga di sekitar tahta Prancis, kedua pihak yang berperang bukan tak sering bingung sendiri. Dalam buku ini Jeanne d'Arc tampil sebagai penyelamat pihak Anglo-Burgundi, tapi "iblis" bagi kaum Valois-Orleans. Menyingkirkan teori biologis dan psikologis di sekitar kegemaran Jeanne bergaya dan berbusana lelaki, Warner lebih senang membicarakan dampak inspirasi dan penampilan tokoh tersebut. Bagi sebagian "pendukung" Jeanne, yang menyebutnya Jehanne la Pucelle (sang Perawan), ia dipandang sebagai 'utusan Ilahi'. Dalam imajinasi mereka, dengan potongan rambutnya yang kelaki-lakian dan baju zirahnya yang gemerlapan, Jeanne bagaikan penjelmaan Santa (malaikat) Mikail. Warner memang lebih banyak membicarakan Jeanne dari sudut kebudayaan. Mengungkapkan "transformasi" yang dialami Jeanne setelah kematiannya, Warner mengungkit kegemaran masyarakat renesans akan mitos. Dalam hubungan ini Jeanne dianggap saudara Dewi Diana dan para Amazon. Pada abad XVIII pujangga filsuf Voltaire pernah membangkitkan kemarahan kaum romantik dengan sebuah epik bohong-bohongan. Ia bercerita tentang Jeanne si Gembala, putri Sang Alam, yang mendengar suara-suara sementara merumputkan domba-dombanya. Pemujaan terhadap Jeanne dari semangat nasionalis berkembang setelah kekalahan Napoleon. Puncaknya terjadi sesudah Alsace dan Lorraine jatuh ke tangan orang-orang Prusia, 1870. Pada 1894, kaum katolik konservatif mulai membujuk Vatikan untuk "menjernihkan" persoalan Jeanne. Suasana bertambah cerah setelah kaum sosialis mencapai kemajuan, sedang lembaga pendidikan disekularkan. Dan pada 1920 Paus Benediktus XV mempermaklumkan Jeanne d'Arc sebagai santa. Dalam kegiatan ini patut dicatat peranan kaum "integris" katolik yang berpengaruh, dan kelompok-kelompok nasionalis fanatik seperti Action Francaise. Usaha Marina Warner, si pengarang buku, diarahkan pada kehendak menempatkan Jeanne d'Arc dalam arus besar kebudayaan Barat. Kelemahannya terletak pada kenyataan, esensi buku tersebut kadang-kadang hanyut dalam pusaran lambang-lambang. Di beberapa bagian Warner ternyata bingung menghadapi peristilahan Prancis. Ia, umpamanya, menerjemahkan bete menjadi 'serangga'. Padahal kata tersebut bisa juga berarti "binatang", seperti misalnya dalam 'la Belle et la Bete. Juga dalam memilih acuan Warner rupanya lebih banyak mengambil literatur konvensional. Ia tak mempelajari teori-teori dan anggapan baru di sekitar Jeanne. Untuk mendapatgambaran akan Jeanne "yang hidup", pembaca tetap membutuhkan karya Regine Pernoud dan Baron Gerard Pesme dan tentu saja, pelbagai transkripsi pengadilan Jeanne yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis modern dan mendapat anotasi yang bagus dari Pierre Tisset dalam Proces de condamnatlon de Jeanne d'Arc (3 volume, Edition Klincksieck, 11 rue de Lillc, Paris 7e). Catatan pengadilan ini tidak membenarkan atau membantah teori Baron Pesme. Yang jelas, Jeanne memang tidak "mati" (selama-lamanya) di tiang pembakaran. Lima abad kemudian ia "bangkit" kembali, gaib dan penuh teka-teki, tapi senantiasa "hidup"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus