MULANYA, Kustarji, 45, kesal. Bila bangun tidur, ia sering menjumpai kamar kecilnya belepotan tinja. Padahal, kamar kecil tersebut, yang dibuat di luar rumah dekat dapur, merupakan kebanggaannya, dan kebersihannya selalu dijaga. Di Desa Tropodo, Sidoarjo, jamban memang masih merupakan barang langka sekaligus luks. Penduduk umumnya lebih senang nongkrong di sawah bila hendak buang hajat. Dan sejauh itu, tampaknya belum ada yang tertarik mengikuti jejak Kustarji, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh. Jamban Kustarji sendiri sebenarnya jauh dari luks. Berdinding gedek tanpa atap, berlantai potongan batu bata ala kadarnya, sedangkan klosetnya dari semen bikinan sendiri. Meski begitu, bagi para tetangga, jamban Kustarji tentunya lebih nyaman dibandingkan bila harus berlari ke sawah atau ke sungai, yang jaraknya cukup jauh. Apalagi kalau sudah kebelet betul. Nah, karena setiap kali jambannya belepotan, Kustarji lalu memutuskan untuk memasang aliran listrik agar mereka yang tersengat jera memakai jambannya. Seminggu kemudian, awal Agustus lalu, jebakannya mengena. Korbannya tak lain Mbok Baiah, 50, tetangga sebelah rumah. Baiah langsung mati menggelepar kena setrum. Dan esoknya, jenazah dikuburkan, tanpa ada yang curiga atas kematiannya. Namun, tiba-tiba polisi datang dan meminta kepada Nachrowi suami korban, agar kubur digali. Setelah diautopsi, diketahui bahwa korban mati akibat aliran listrik. Kustarji pun ditahan. "Tempo hari sudah saya permgatkan agar Jangan memasang setrum. Cukup pintu jamban digembok saja"' ujar salah seorang anaknya, yang kini setiap hari membesuk Kustarji.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini