Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga pucuk hio merah itu masih mengeluarkan asap. Tertancap di tempat penyembahan yang juga berwarna merah, ketiga hio seperti belum lama ditaruh di posisinya. Kendati demikian, di rumah dua lantai berwarna keemasan itu tak tampak seorang pun berÂaktivitas.
Di kediaman Helena di salah satu hook di Cluster Kenari Nomor 92, Bukit Golf Mediterania, Pantai Indah Kapuk, itu juga tak tampak ada kendaraan. "Biasanya, kalau ada orangnya, mobilnya juga ada," kata seorang tetangga dua pekan lalu.
Tempo tak leluasa berada di sekitar rumah Helena. Dua petugas keamanan perumahan terus membuntuti gerak-gerik Tempo kala mencoba mendekati rumah yang belakangan kerap didatangi wartawan itu. Harles Abadi, salah seorang petugas keamanan, mengatakan si empunya rumah sudah sepekan tak kelihatan. Harles meminta Tempo pergi. "Lebih baik keluar saja. Toh, orangnya tak ada," ujar Harles memaksa.
Penelusuran Tempo ke dua alamat perusahaan penukaran uang milik Helena juga nihil. Salah satu perusahaan money changer-nya, PT Sky Money Changer, di kawasan Muara Karang, kini sudah lenyap. Sriyono, salah seorang pegawai Boss Money Changer, yang terletak tak jauh dari Sky, membenarkan perusahaan itu pernah beroperasi di sana. Dia mengaku tak tahu apakah Sky pindah atau tutup. "Sebelumnya, beberapa bulan terakhir masih beroperasi," ujarnya.
Helena mungkin sadar saat ini sedang menjadi buruan banyak orang. Bagaimana tidak, awal Juli lalu dia membuat gempar karena melaporkan Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Inspektur Jenderal Benny J. Mamoto ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI. Helena menuding Benny menyalahgunakan kewenangannya karena memblokir rekening Bank Internasional Indonesia miliknya selama lebih-kurang satu setengah tahun.
Benny membantah tudingan Helena. Dia mengatakan bisa mempertanggungjawabkan pemblokiran itu. Namun dia tutup mulut soal seperti apa aliran dana Helena ini. "Kasusnya masih dalam perkembangan," katanya.
Namun pria asal Manado itu mengatakan pencucian narkotik melalui penukaran uang asing memang kerap terjadi. Setiap kali sebuah sindikat narkotik terbongkar, ujar Benny, pasti berkaitan dengan pencucian uang. Benny mengatakan penggunaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang penting untuk memperlemah jaringan itu. "Setiap kali BNN menangani satu sindikat, dengan serta-merta BNN menyidik money laundering-nya. Itu menempel otomatis," ujarnya.
Sumber Tempo mengatakan Helena terkait karena di rekening milik perusahaannya terdapat aliran dana dari seseorang bernama Jafar, bandar narkotik internasional. Aliran uang haram itu awalnya ditransfer dari Erna Polen, kaki tangan Jafar yang kerap disebut sebagai Mami Jelambar. Sang Mami juga tak menggunakan rekeningnya sendiri. Dia memakai rekening seseorang atas nama Dedy Marcela.
Dari rekening Dedy, uang ditransfer ke rekening BCA atas nama Marwati bin Mualim. Rekening ini milik sebuah perusahaan penukaran valuta asing yang beralamat di Solo. Dari rekening Marwati inilah Helena diduga kerap menerima aliran dana Jafar. "Nilai transaksinya sampai miliaran rupiah," kata sumber itu.
Sang sumber menyebutkan Helena tergolong orang yang berani dan temperamental. Tak hanya melaporkan Benny, sebelumnya dia bahkan melabrak Badan Narkotika Nasional sendiri untuk meminta rekeningnya dibuka. Keberanian Helena mengadukan Benny ini, menurut sumber, tak lain karena ia juga mendapat sokongan dari seorang jenderal di Markas Besar Polri. "Sekarang dia bersembunyi juga karena disuruh jenderal itu," ujarnya.
Pengacara Helena, Gloria Tamba, membantah aliran dana kliennya sebagai penÂcucian uang. Menurut dia, aliran dana itu murni urusan bisnis. Tudingan tersebut juga tak logis karena jumlah transfer ke rekening Marwati lebih besar daripada sebaliknya. "Transfer dari Helena ke Marwati Rp 21 miliar, sementara dari Marwati ke Helena hanya Rp 1,4 miliar," katanya.
Febriyan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo