Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jejak-jejak Pemikiran Ben Anderson

21 Desember 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HILMAR Farid, doktor di bidang kajian sejarah, menyebutkan jejak pemikiran Benedict Anderson boleh dibilang tak lepas dari latar belakangnya: lahir di Cina; berdarah Inggris dan Irlandia; diasuh oleh seorang Vietnam; tinggal di Amerika Serikat, Thailand, dan Filipina; serta meninggal di tanah yang dia cintai, Indonesia. Pemikiran Ben berasal dari satu pertanyaan besar dalam hidupnya: apa arti menjadi bagian dari sebuah bangsa? Buku-buku ini mencerminkan jawaban terhadap pertanyaan besarnya itu.

1972
Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance, 1944-1946
Buku ini merupakan disertasi Ben Anderson di Cornell University berjudul "The Pemoeda Revolution: Indonesian Politics 1944-1946". Disertasi yang ditulis pada 1967 itu diperbaiki dan diterbitkan oleh Cornell University Press pada 1972. Oleh penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, buku itu diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul Revolusi Pemoeda, Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa, 1944-1946. Di buku ini, Ben mengemukakan gagasan yang berlawanan dengan profesornya, George Kahin, tentang revolusi kemerdekaan Indonesia. Menurut Kahin, kemerdekaan itu tidak terlepas dari para jasa elite, seperti Sukarno, Hatta, dan Sjahrir. Tapi Ben berargumen bahwa peran pemuda tak kalah besar dalam revolusi kemerdekaan Indonesia.
Para pemuda dalam definisi Ben adalah mereka yang berjiwa muda, yang memiliki pemikiran untuk Indonesia. Tapi mereka juga membutuhkan bimbingan para seniornya. Itu sebabnya ada penculikan Bung Karno dan Hatta di Karawang untuk mendorong Proklamasi. Pemuda membutuhkan golongan tua seperti Bung Karno, Hatta, dan Sjahrir yang mewakili negara yang dibangun oleh konstitusi. l

1983
Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism
Buku ini diterbitkan pertama kali pada 1983 oleh Penerbit Verso di London. Buku ini diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh INSIST Press pada Agustus 2011. Di buku ini, Ben mengemukakan bahwa bangsa adalah "sesuatu yang dibayangkan secara sadar oleh sebuah komunitas". Bangsa berbeda dengan negara. Negara adalah institusi yang dipimpin orang-orang Indonesia. Negara punya sejarah yang berbeda dengan bangsa. Negara memberikan kewajiban kepada warga negara.
Adapun bangsa adalah sesuatu yang abstrak dan sebuah konstruksi. Sebagai bangsa, satu-satunya persamaan adalah komitmen yang kurang-lebih sama, komitmen kolektif sebuah komunitas tempat orang-orangnya tidak mengenal satu sama lain. Mereka hanya terhubung dengan darah, bahasa, atau perbedaan fisik dengan musuh yang sama, memiliki perasaan kolektif yang sama yang membuat banyak orang rela mati demi imajinasi sebuah bangsa. l

1990
Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia
Buku ini merupakan kumpulan esai Ben. Buku ini menggambarkan perjalanan Indonesia sebagai sebuah bangsa.
Dalam salah satu esainya, "A Time of Darkness and a Time of Light", Ben memulainya dengan serat Kalatidha, serat Jawa kuno yang berkisah tentang adanya jaman kalabendu. Lalu dia berkisah tentang otobiografi Soetomo, pendiri Boedi Oetomo, yang berjudul Kenang-Kenangan. Dalam otobiografi ini, hanya ada sedikit bagian khusus dari Soetomo. Sisanya, upaya memisahkan diri dengan leluhur dan menempa jenis baru identitas tradisional, bukan sebagai orang Jawa, tapi Indonesia. l

2005
Under Three Flags: Anarchism and the Anti-Colonial Imagination
Buku ini baru saja diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Penerbit Marjin Kiri. Dua hari sebelum berpulang, Ben menggelar diskusi buku ini di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Di buku ini, Ben memusatkan perhatiannya pada energi anarkisme. Pemberontakan nasionalis di Kuba pada 1895 berlangsung nyaris serempak dengan pemberontakan di Filipina pada 1896, dan ini bukan kebetulan.
Sebagai penduduk asli imperium global Spanyol, mereka tak hanya membaca tentang satu sama lain, tapi juga menjalin hubungan pribadi yang penting. Pada taraf tertentu, mereka juga saling mengkoordinasikan aksinya. Ini pertama kalinya dunia koordinasi transglobal dimungkinkan.
Tiga patriot Filipina menjadi bahan kajiannya. Salah satunya sastrawan José Rizal, yang dihukum mati di lapangan Manila pada 1896 di tangan tentara Spanyol, yang memicu pemberontakan nasional. Ben menjelaskan bahwa kekuatan anarkisme yang pada akhirnya membentuk imagined community Filipina.

Amandra Mega mustika megarani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus