Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Operasi Gagal Tim Barito

Setya Novanto mundur menjelang penentuan keputusan pelanggaran etika di Mahkamah Kehormatan dewan. Langkah ini diambil setelah sejumlah pendukungnya berbalik arah. Ada "gerilya" dari Istana.

21 Desember 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETYA Novanto mengempaskan tubuh ke atas sofa di ruang kerjanya, lantai 3 Gedung Nusantara III, Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Jakarta, Rabu pekan lalu. Melalui layar televisi, Ketua DPR ini, yang ditemani sejumlah politikus Golkar dan Firman Wijaya, penasihat hukumnya, tengah menyaksikan tayangan langsung sidang Mahkamah Kehormatan Dewan.

Menurut Firman, Setya terpukul saat mengetahui mayoritas anggota Mahkamah Kehormatan menginginkan pemberian sanksi sedang bagi dirinya. Sebelumnya, Setya sempat yakin akan menang dalam voting tersebut. Firman mengatakan saat itu dia langsung menyarankan Setya menempuh opsi mundur sebagai Ketua DPR sebelum vonis Mahkamah diketuk.

Dia meyakinkan sang klien keputusan mundur menjadi pilihan terbaik untuk menyelamatkan citra dan kariernya. "Saya bilang prosesnya abnormal dan Pak Setya tak punya pilihan selain mundur," katanya Kamis pekan lalu.

Rabu pekan lalu, Mahkamah Kehormatan menggelar sidang keputusan Setya. Sidang ini bergulir setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Setya karena bersama pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid bertemu dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin untuk memuluskan perpanjangan kontrak Freeport, 16 November lalu. Setya juga dituduh mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sudirman menyertakan rekaman percakapan ketiganya di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, 8 Juni lalu.

Saat sidang keputusan, dari 17 anggota Mahkamah, 10 menghendaki Setya diberi sanksi sedang. Ini artinya Setya harus lengser sebagai Ketua DPR, tapi masih anggota Dewan. Sedangkan tujuh anggota Mahkamah lainnya meminta Setya diganjar sanksi berat, pemberhentian dari Dewan. Menurut Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Beracara Mahkamah Dewan, sanksi ini dilaksanakan dengan lebih dulu membentuk panel ad hoc, terdiri atas tiga anggota Mahkamah Dewan dan empat unsur masyarakat. Panel memungkinkan untuk meloloskan Setya. Sanksi berat ini dipilih kubu Setya.

Karena menerima surat pengunduran diri Setya sebelum vonis diketuk, Mahkamah Kehormatan menutup sidang kasus itu tanpa ada putusan. Satu hari berselang, Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie menunjuk Ade Komarudin sebagai Ketua DPR menggantikan Setya. Sedangkan Setya menjadi Ketua Fraksi Golkar, mengisi posisi yang ditinggalkan Ade Komarudin.

DUA hari sebelum sidang keputusan, Setya masih meyakini sepuluh anggota Mahkamah berada di belakangnya. Dukungan itu meliputi 3 suara dari Golkar, 2 dari Gerindra, 2 dari Partai Keadilan Sejahtera, 2 dari PDI Perjuangan, dan 1 dari Partai Persatuan Pembangunan. Menurut seorang politikus Golkar, dukungan ini hasil gerilya "Tim Barito", yang bermarkas di salah satu rumah Setya di kawasan Barito, Jakarta Selatan. Beranggotakan politikus Golkar yang dekat dengan Setya dan penasihat hukum, tim ini di bawah kendali Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham. Firman mengaku tak ikut tim tersebut. Adapun Idrus malah balik bertanya saat dimintai konfirmasi. "Di Barito mana?" katanya.

Peta kekuatan Setya ini bocor ke telinga 31 anggota DPR. Karena khawatir Setya lolos, Selasa pagi pekan lalu mereka mendeklarasikan #SaveDPR. Mereka antara lain Sekretaris Fraksi PAN Teguh Juwarno; anggota Fraksi Demokrat, Ruhut Sitompul; dan anggota Fraksi NasDem yang juga anggota Mahkamah Kehormatan, Akbar Faisal. Menurut Teguh, pihaknya mendapat informasi hanya tujuh anggota Mahkamah yang menginginkan sanksi untuk Setya. Mereka adalah 2 dari PAN, 2 Demokrat, 1 NasDem, 1 Hanura, dan 1 dari PDIP. "Sisanya ingin Setya lolos," ujarnya.

PDI Perjuangan sebenarnya sudah mengantisipasi kemungkinan membelotnya anggota mereka. Senin pekan lalu, partai berlambang banteng ini mengganti anggota Mahkamah, Marsiaman Saragih, dengan Riska Mariska. Marsiaman dianggap terlalu condong ke Setya. Anggota Mahkamah PDI Perjuangan, Junimart Girsang, juga terus bergerilya mencari dukungan. Pada Selasa siang pekan lalu, diperoleh kepastian dua anggota Mahkamah dari PKS bergabung dengan kubu mereka. "Junimart bilang PKS sudah gabung dengan kita," ucap Ruhut. Ditanya soal ini, Junimart menolak berkomentar.

Pimpinan fraksi koalisi partai pendukung pemerintah di DPR juga terus merapatkan barisan. Dalam rapat konsolidasi di sebuah restoran di Hotel Mulia, mereka sepakat menjatuhkan sanksi sedang bagi Setya. Menurut seorang peserta rapat, pilihan sanksi berat dihindari karena memerlukan waktu 90 hari sebelum berlaku. "Sanksi berat juga berpeluang bisa meloloskan Setya," katanya. "Apalagi keputusan akhir ada di rapat paripurna."

Dalam pertemuan yang berakhir pukul dua dinihari, pimpinan fraksi mendesak PKB mengganti Acep Adang Ruhyat, yang dianggap condong ke kubu Setya. Keesokan harinya, PKB mengganti Acep dengan Maman Immanulhaq. Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana mengaku menjadi salah satu peserta pertemuan itu. "Pembahasan soal apa-apa yang akan dilakukan Setya Novanto," ujarnya.

Keesokan harinya, peta kekuatan lawan ini bocor ke kubu Setya. Mereka panik melihat peta baru kubu lawan. Rabu pagi, sebagian besar anggota Mahkamah yang mendukung Setya merapat ke lantai 3 di ruangan Setya. Di sana sudah ada Setya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Firman Wijaya, dan sejumlah politikus Golkar. Mereka mematangkan opsi sanksi berat yang sudah disiapkan "Tim Barito". Pilihan ini, kata dia, ramah publik dan bisa mengulur waktu. Hal ini yang menyebabkan sidang putusan Mahkamah molor sampai empat jam.

Salah seorang politikus Golkar yang ikut pertemuan mengatakan hanya anggota Mahkamah dari Fraksi PAN dan PDI Perjuangan yang mungkin bisa dicuri suaranya jika sanksi berat dipilih. Menurut peserta pertemuan ini, Setya yakin ke PAN karena sesepuh PAN, Amien Rais, berada di pihaknya. Senin pekan lalu, misalnya, Amien datang ke Senayan memberi dukungan. "Saya ketemu berkali-kali. Saya bilang, 'Pak Setnov, Anda harus jadi laki-laki. Jangan mundur'," ujar Amien. Sedangkan dengan PDIP, kata politikus ini, Setya sudah mendapat sinyal dukungan dari salah satu petinggi partai.

Pada hari pembacaan keputusan, terjadi manuver mendongkel kubu penentang Setya. Akbar Faisal dikeluarkan secara mendadak dari Mahkamah berdasarkan surat keputusan yang diteken Fahri Hamzah. Dasarnya laporan anggota Mahkamah dari Golkar, Ridwan Bae, dengan tuduhan membocorkan hasil sidang ke wartawan. "Hasilnya akan seri kalau saya keluar," ujar Akbar. Akbar kemudian digantikan oleh Ketua Fraksi NasDem Victor Laiskodat.

Operasi Setya memenangkan "peran" akhirnya gagal. Dia hanya mendapat tambahan satu suara dari wakil PDIP, Mohamad Prakosa. Enam suara itu 3 dari Golkar, 2 dari Gerindra, dan 1 dari PPP. Prakosa emoh dituding membelot. Dia meyakini Setya melakukan pelanggaran mendasar.Anggota Mahkamah dari Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan sanksi berat bukan untuk menguntungkan Setya. "Tidak ada niat untuk mengulur-ulur waktu," katanya.

KEINGINAN melengserkan Setya ternyata sudah muncul di Istana sejak Senin dua pekan lalu. Ketika itu Presiden Joko Widodo mendadak berbicara ke wartawan menyampaikan sikap tentang pencatutan namanya. "Saya enggak apa-apa dikatakan presiden gila, sarap, koppig," kata Jokowi." Tapi, kalau menyangkut wibawa, mencatut, meminta saham 11 persen, itu saya enggak mau. Enggak bisa! Ini masalah kepatutan, kepantasan, etika, moralitas, dan itu masalah wibawa negara."

Seorang pejabat di Istana Wakil Presiden mengatakan Jokowi sebenarnya sudah marah sejak siang harinya. Setelah mengetahui isi rekaman itu menjadi ulasan publik, terutama di media sosial, Jokowi mengundang Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan sejumlah petinggi Istana lainnya untuk membahas sikap atas kasus Setya. "Sikapnya, Setya harus dilawan dan dilengserkan," ujarnya. Untuk menjembatani komunikasi dengan partai pengusung, ditunjuk Pramono.

Juru bicara Wakil Presiden, Husain Abdullah, mengaku tidak mengetahui isi pertemuan itu. "Tapi, hemat saya, Pak JK dan Pak Jokowi memang memberi perhatian penuh atas masalah ini," katanya. Pramono menolak menanggapi soal ini. Dia hanya memastikan Jokowi terus memantau sidang itu. "Beliau mengikuti dengan cermat," ujarnya.

Namun, belum lagi dilakukan komunikasi, Istana sempat dibuat terkejut oleh keputusan Mahkamah menggelar sidang tertutup saat meminta keterangan Setya. Padahal dua sidang sebelumnya dilakukan secara terbuka. Dua anggota Mahkamah dari PDIP, M. Prakosa dan Marsiaman Saragih, mendukung sidang tertutup. Ruhut Sitompul mengaku sudah meminta Junimart menyadarkan dua koleganya itu. "Kata Junimart, mereka di bawah kendali Hasto Kristiyanto (Sekretaris Jenderal PDIP)," katanya. Junimart membantah adanya arahan dari Hasto. "Kami tetap sesuai dengan aturan," ujarnya.

Sore harinya, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memanggil Hasto ke kediamannya. Di sana hadir juga Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto, Wakil Sekretaris Fraksi PDIP Utut Adianto, Pramono Anung, dan Junimart Girsang. Di sana Mega sempat marah karena anggota Mahkamah mendukung Setya. Dalam rapat itu, Pramono juga menyampaikan sikap Istana yang sudah bulat melawan Setya dan melengserkannya sebagai Ketua DPR. "Selain koalisi pemerintah, disepakati PAN juga masuk kubu mereka," kata salah seorang peserta pertemuan.

Pramono, Hasto, Junimart, dan seorang petinggi PDIP kembali bertemu dengan Mega pada Selasa sore pekan lalu guna melaporkan peta kekuatan dalam Mahkamah. Kepada Mega disebutkan Setya hampir pasti bisa dilengserkan. "Kekuatan kubu koalisi pemerintah tidak terbendung lagi," ujar politikus PDIP tadi.

Malam harinya, mereka mendatangi Aburizal Bakrie di kediamannya di Jalan Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta. Mereka juga menyampaikan keputusan koalisi pemerintah untuk Setya tidak terbendung. Selain meminta dukungan Golkar, mereka minta bantuan Aburizal menghubungi Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto agar berada di pihak mereka. Di satu sisi, Aburizal juga meminta jaminan ke PDI Perjuangan bahwa tidak ada skenario kocok ulang jika Setya lengser. "Kami akhirnya sepakat," kata seorang anggota Partai Golkar yang ikut pertemuan tersebut.

Junimart tidak mau menanggapi soal ini. Pram juga memilih bungkam. "Saya tidak mau berkomentar," ujarnya. Hasto menolak menjawab soal sejumlah pertemuan itu. "Maaf, saya sedang ada pertemuan," katanya kepada Abdul Azis dari Tempo sambil menutup telepon. Aburizal mengaku tidak mengintervensi kasus Setya di Mahkamah. Ketua Partai Gerindra Desmond Junaidi Mahesa mengaku tak tahu lobi ke partainya. Tapi sebelum sidang keputusan, menurut Desmond, Prabowo meminta anggota Mahkamah Gerindra mendukung penegakan etika Setya. Tapi lobi PDIP ke dua petinggi itu tak membuahkan hasil. Anggota Mahkamah dari dua partai itu tetap mendukung kubu Setya di sidang Mahkamah.

Berbeda dengan sidang-sidang sebelumnya yang dipantau ketat Jokowi, pembacaan keputusan Mahkamah sepertinya tak menarik lagi bagi mantan Wali Kota Solo itu. Malam harinya, pada saat Mahkamah mengambil keputusan, Jokowi justru mengundang sejumlah pelawak senior ke Istana Negara. Butet Kartaredjasa, yang ikut hadir dalam pertemuan itu, menyebutkan pertemuan itu sangat cair dan diselingi humor peserta yang hadir. "Pak Jokowi seperti ingin menertawakan satu peristiwa tanpa menyakiti hati yang ditertawakan," kata Butet.

Anton Aprianto, Ananda Teresia, Hussein Abri Yusuf, Egi Adyatama, Linda Trianita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus