Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jejak Para ’Milisi’

29 Juni 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kabupaten Nagan Raya

  • 1.023 warga
    Kecamatan:
  • Darul Makmur

    DI kawasan ini, para pemuda dari 51 desa itu awal Juni lalu menyatakan ikrar untuk membantu TNI menjalankan operasi terpadu. Mereka berjanji akan menginformasikan ihwal posisi GAM. Jika memergoki gerakan bersenjata itu, mereka segera melaporkannya ke pos aparat.

    Kabar yang didapat TEMPO di lapangan, TNI memberikan latihan dasar kemiliteran. Mereka dikenalkan dengan berbagai senjata panjang dan pendek serta amunisi. Pengenalan senjata ini untuk membantu mereka agar bisa membedakan apakah orang yang bakal mereka temui itu aparat keamanan atau bukan.

    Tapi, Penguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam, Mayor Jenderal TNI Endang Suwarya, membantah adanya pelatihan kemiliteran ini. Menurut Suwarya, kegiatan itu adalah peningkatan sistem keamanan lingkungan, atau siskamling, yang wajar dilakukan di daerah rawan konflik.

    Kabupaten Aceh Tengah

  • 80 orang setiap desa.
    Kecamatan:
  • Bandar, Syah Utama, Permata, Bukit, Wih Pesam, Timang Gajah, dan Pintu Rime Gayo

    Senjata:

  • Senjata tajam, seperti parang, tombak, dan golok.
    Perlengkapan:
  • Sebagian membawa handy talkie.

    DI sini, dulu ada organisasi bernama Komando Jihad. Namun, setelah bubar tahun 2002 lalu, kini anggotanya bersama masyarakat desa lainnya bergabung dalam Perlawanan Rakyat (Wanra). Mereka mengenakan atribut seragam kaos lengan panjang biru bertuliskan Wanra.

    Pos jaga sipil banyak bertebaran. Bentuknya dibikin dengan barikade khusus berupa batu pasir dalam kantong pasir besar tersusun rapi. Setiap malam tidak kurang dari 100 orang berjaga di pos ini. Sebagian menggunakan handy talkie untuk berhubungan dengan pos lainnya. Di beberapa desa, jarak satu pos dengan pos lainnya ada yang cuma 200 meter.

    Strategi pertahanan juga dirancang berlapis. Biasanya dalam setiap desa terdapat sepuluh lapisan pertahanan. Lapis pertama adalah pos yang berada di pinggir desa hingga di tengah desa. Bila ada penyerangan dari luar, warga diajarkan supaya mundur menuju pos pertahanan pusat yang berada di tengah desa.

    Di Desa Bandar Klipah, Kecamatan Bandar, misalnya, terdapat delapan koordinator yang bertanggung jawab kepada kepala desa dan aparat setempat. Mereka umumnya membawa senjata tajam. Pada 2002 lalu, beberapa warga ada yang pernah membawa senjata rakitan dalam patroli, tetapi kemudian dimusnahkan aparat keamanan.

    Juru bicara Penguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam, Kolonel Laut Ditya Soedarsono, mengatakan bahwa TNI ataupun Polri tidak pernah mengizinkan, apalagi mengorganisasi, senjata rakitan untuk warga. Pihaknya pernah menyita dan membakar 1.436 pucuk senjata rakitan tahun lalu.

    A. Manan, Cahyo J., Andi D. (Tempo News Room)

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus