Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PAGI di Pulau Brownsea, Inggris selatan, 1 Agus tus 2007. Ini Rabu yang menggigil: 15 derajat Celsius. Tiga ratus pramuka dari seluruh dunia merapatkan diri, membentuk lingkaran mengelilingi bendera Organisasi Pramuka Sedunia berukuran raksasa yang digeletakkan di tanah lapangan upacara.
Tepat pukul delapan, Peter Duncan meniup trompet yang biasa digunakan kepala suku Kudu di Afrika. Twooot... twooot... twooot.... Tak berapa lama, 300 remaja itu langsung mengangkat tiga jari sejajar dengan kepala. Terdengar Janji Pramuka yang di ucapkan dalam bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, dan Arab.
”Demi kehormatanku, aku berjanji: Menjalan kan kewajibanku terhadap Tuhan dan negeriku. Meno long setiap orang dan menepati Darma Pramuka.” Ke tua Organisasi Pramuka Inggris, Peter Duncan, kemudian memimpin acara salam-salaman untuk para remaja dari 158 negara itu.
Gabriel Munoz dari Kolombia—yang membacakan janji dalam bahasa Spanyol—mengaku merin ding mengikuti upacara Scouting Sunrise itu. Acara itu memperingati 100 tahun berdirinya Organisasi Pramuka Sedunia (World Organization of the Scout Movement). ”Saya ingin merasakan bagaimana mereka dulu berkemah dalam udara dingin,” kata remaja 16 tahun ini.
Gabriel sedang mengenang perkemahan yang diadakan Mayor Jenderal Robert Baden-Powell bersama 22 remaja London di Pulau Brownsea, tepat seratus tahun lalu.
SERATUS tahun lalu, tepatnya 1-9 Agustus 1907, Baden Powell, pahlawan Inggris dalam Perang Boer di Afrika Selatan, memilih 22 remaja London berkemah di Pulau Brownsea.
Saat itu ia miris melihat kenakalan remaja yang merebak di London dan kota-kota industri lainnya di Inggris. Perkemahan itu menjadi ajang uji coba gagas annya mengenai pendidikan nonformal bagi anak muda.
Salah satu peserta perkemahan itu adalah Arthur Primmer. Dalam sebuah wawancara dengan Scouting Magazine tahun 1999, Arthur ingat betapa menggetarkannya acara api unggun pada malam itu. Saat itulah Baden-Powell menceritakan pekerjaannya dalam dinas militer Inggris di India, Afganistan, dan Afrika. Peserta perkemahan membentuk lingkaran, sementara Baden-Powell berdiri di tengah-tengah di sisi bara api. ”Itu menjadi malam yang sangat menyenangkan pada musim panas,” kata Arthur kepada Scouting Magazine.
Selama delapan hari, 22 remaja itu digembleng kedisiplinan, ketahanan fisik dan mental, serta kekompakan dalam regu. Kepada mereka juga diajarkan keterampilan mencari jejak, mengirim pesan, meng amati hewan, dan pertolongan pertama pada kecelakaan. Baden-Powell membangkitkan patriotisme para remaja melalui cerita-cerita petualangannya di hutan belantara India dan Afrika. Suku Zulu di Afri ka memberinya nama Impeesa atau serigala yang tidak pernah tidur. Maklum, Baden-Powell bisa tidur lelap sambil bersender di pohon. Dia juga dikenal jago dalam mencari jejak dan melakukan penyelidikan ke daerah musuh.
Ternyata kegiatan di Pulau Brownsea mendapat sambutan luas dari masyarakat dan Raja Edward VII. Kerajaan Inggris menganugerahkan gelar Lord Baden-Powell of Gilwell. Metode pendidikan kepramukaan yang diterapkan dalam perkemahan pertama kali tersebut menjadi salah satu pilar berdiri nya Organisasi Pramuka Sedunia. Baden-Powell, pensiunan jenderal Kerajaan Inggris, pada 1920 ditahbiskan sebagai Bapak Pramuka Sedunia. Bagi sebagian anggota pramuka, Pulau Brownsea kemudian menjadi ”kota suci”.
DI ”kota suci” inilah pramuka sedunia pada Agustus lalu berkumpul. ”Saya datang ke sini dengan perasaan bergetar,” ujar Gabriel Munoz, yang mendapat cerita dari pembinanya tentang arti penting pulau ini. Hana Pasic, 15 tahun, dari Bosnia, mengaku bangga bisa menjadi saksi sejarah peringatan 100 tahun kepramukaan. Dia juga senang karena mendapat kawan baru dari seluruh dunia.
Perasaan senada disuarakan Andrie Ryan Sidharta, anggota Gerakan Pramuka Indonesia. Dari acara itu, pelajar kelas 3 SMP Aloysius, Bandung, ini mendapat informasi kepramukaan di banyak negara. Dia juga kagum dengan lokasi perkemahan di Brownsea. ”Pemandangannya bagus, berada di pinggir tebing menghadap pantai,” katanya.
Gabriel, Hana, dan Andrie dipilih negaranya mengikuti perkemahan selama tiga hari di Brownsea. Mereka adalah peserta Jambore Dunia 2007 yang diselenggarakan di Hylands Parks, Kota Chelmsford, Essex, Inggris, pada 27 Juli hingga 8 Agustus 2007. Jambore Dunia yang ke-21 ini diikuti 40 ribu pramuka penggalang usia 14-17 tahun. Selain itu ada 12 ribu orang dewasa yang menjadi panitia dan pimpinan kontingen tiap negara. Setiap negara lantas mengirimkan dua pramuka penggalang (putra dan putri) mengikuti Scouting Sunrise di Pulau Brownsea.
Acara di Pulau Brownsea itu disiarkan secara langsung melalui tiga layar raksasa di lapangan utama Hylands Parks. Sekitar 50 ribu anggota pramuka dari 158 negara ini juga memperingati Scouting Sunrise. Mereka mengucapkan Janji Pramuka dan mendengarkan doa yang dikumandangkan menurut ajaran Kristiani, Islam, Hindu, Buddha, dan kepercayaan lainnya.
PAGI itu, Hylands Parks menjadi kuning ketika ribuan anggota kepanduan melambaikan scarf kuning diiringi lagu berjudul You are My Brother dalam bahasa Inggris, Prancis, dan Spanyol. Di Hylands Parks, suasana persaudaraan benar-benar terjadi. Anggota pramuka dewasa berpegangan tangan dan memberikan tanda tangan pada scarf itu. Ada pula yang tukar-menukar badge, topi, bahkan baju seragam pramuka.
Di atas panggung muncul Ketua Organisasi Pramuka Sedunia Herman Hui dan Lord Baden-Powell III, cucu Lord Baden-Powell of Gilwell. ”Kakek saya membentuk organisasi ini agar bisa menjadi salah satu alat mencapai perdamaian dunia,” kata Baden Powell III, yang bernama asli Robert Crause. Sang kakek, katanya, sangat senang melihat bagaimana benih yang ditanam dapat tumbuh di dalamnya. ”Ingat kata-kata Baden-Powell of Gilwell, jadikan hidup ini bahagia dan berkemahlah dengan baik,” katanya.
Ia menyitir kalimat kakeknya itu, mungkin karena prihatin atas kecenderungan banyak anak remaja sekarang yang tak lagi antusias dengan organisasi kepramukaan. Globalisasi yang ditandai teknologi serba komputer mempengaruhi minat sebagian remaja menjadi anggota organisasi ini. ”Mereka lebih tertarik Internet dan play station,” kata Anna Hueni, anggota pramuka dari Swiss yang kuliah di Universitas Zurich. Menurut Anna, citra pramuka di negaranya lebih banyak sekadar kegiatan keluar- m asuk hutan.
Penilaian senada juga diungkapkan Stefek Lada, pembina pramuka dari Kroasia. Menurut dia, sejak tahun 1990-an banyak berdiri organisasi kepemudaan di negaranya. Banyak remaja akhirnya lebih tertarik bergabung ke organisasi baru tersebut. ”Kegiatan mereka lebih menarik dan bervariasi,” ujarnya.
Abdul Jalil Manan dari Brunei juga menyebut beberapa organisasi baru yang menye rupai kepramukaan di negaranya. Ada kadet kepolisian, ketentaraan, dan aneka macam kegiatan olahraga bagi generasi muda. ”Budak-budak itu ingin yang instan, tidak mau pengorbanan,” kata Jalil, yang pernah menjadi peserta Jambore Dunia tahun 1957 di Birmingham, Inggris.
Sejatinya, Organisasi Pramuka Sedunia telah memperkenalkan teknologi informasi dalam setiap ke giatannya. Pada awal Agustus lalu, organisasi ini menjalin kerja sama dengan World Community Grid. Melalui komputer dan Internet, para anggota pramuka menjadi relawan komunitas maya yang mengelola hasil penelitian dan melakukan aktivitas sosial menghadapi kelaparan, penyakit AIDS, kanker, dan bencana kemanusiaan lainnya.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pramuka Sedunia, Eduardo Missoni, juga mengajak mantan anggota pramuka bergabung dalam tim itu. Dia optimistis metode pendidikan kepramukaan masih relevan dengan kondisi saat ini. Lord Baden-Powell III yakin, andai kata kakeknya saat ini masih hidup, ia bakal mengunduh lagu-lagu kesukaannya dalam pemutar MP3. ”Dia bakal menggunakan laptop dan mengirim email ke teman-temannya di penjuru dunia,” katanya kepada peserta Jambore Dunia 2007. Sang kakek, ujarnya, senang berkelana dan berkomunikasi dengan banyak orang.
Baden-Powell III mengajak anggota pramuka di berbagai belahan bumi mewujudkan mimpi bersama, se perti yang pernah ditulis sang kakek pada 1937. ”Semua orang di berbagai negeri menginginkan perdamaian, kebahagiaan, dan kesejahtera an.” Peringatan 100 tahun kepramukaan dan Jambore Dunia, katanya, menjadi satu langkah mewujudkan mimpi itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo