Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Manik Kayu Raja Zulu

Gilwell Park menjadi kiblat pendidikan kepramukaan sedunia. Tak hanya mengajarkan tali-temali.

22 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GAPURA dari kayu itu menyambut rombong an peserta Jambore Dunia 2007 yang memasuki kawasan paddock di Gilwell Park. Pada bagian atas gapura terdapat kalimat yang dirangkai dengan tali pramuka berbunyi The New Scouting Skill. Lima tenda peleton berjejer di kawasan itu. Di dalamnya aneka kegiatan kepramukaan diperagakan.

Pradipta Rizki Rasyadan sempat ragu memasuki wilayah itu. ”Masak, kegiatannya disebut kete rampilan kepramukaan,” kata pelajar SMP 199 Jakarta Timur yang menjadi peserta Jambore. Anggota pramuka penggalang dari Indonesia ini menunjuk seorang pria yang sedang membuat pengikat slayer, gelang, dan gesper dari anyaman tali pramuka. Pada tenda lain, peserta Jambore Dunia diajarkan membuat topeng dari kayu dan mengukir cincin. Ada lagi yang memainkan kerajinan dari kertas berwarna.

Rizki mengakui, pemahaman dirinya mengenai keterampilan pramuka hanya berupa tali-temali, morse, semafor, dan peta pita. Tak mengherankan jika dia jengah dengan sebutan keterampilan baru pramuka pada aktivitas di paddock.

Sesungguhnya, banyak anggota pramuka yang berpikiran seperti Rizki. Itu bisa dipahami karena para pembina di gugus depan lebih banyak memberi materi morse, semafor, tali-temali, baris-berbaris dalam setiap latihan. Sementara itu, keterampilan lain yang mengasah pancaindera atau membekali kecakapan hidup (life skill) terlupakan. Alhasil, pramuka di mata remaja Indonesia diidentikkan dengan tali-temali dan semafor.

Gilwell Park yang terletak di hutan Epping menjadi pusat pelatihan dan bumi perkemahan milik Organisasi Pramuka Inggris tampaknya ingin memperluas pemahaman tersebut. Kepada peserta Jambore yang berasal dari 158 negara, mereka menunjukkan kete rampilan lain seperti memanjat dinding.

Sejak masa Baden-Powell hidup, Gilwell Park yang terletak di timur laut London memainkan peran penting. ”Ini tempat bersejarah bagi pramuka,” kata Endy Radiman Atmasulistya yang pada 1973 mengikuti kursus pelatih internasional di Gilwell Park. Memang, di kawasan seluas 44 hektare inilah pertama kalinya Baden-Powell melatih orang dewasa menjadi pembina pramuka atau scouter.

Materi pelatihan berasal dari pengalaman Baden-Powell ketika menaklukkan Kerajaan Zulu di Afrika Selatan dan penugasan sebagai tentara Inggris di Afghanistan dan India. Dia mengalungkan dua manik kayu kepada peserta kursus pembina mahir yang lulus. Memang, Raja Zulu memberikan ribuan manik kayu kepada Baden-Powell.

Para scouter yang membina anggota pramuka di satuannya diberi kesempatan mengikuti kursus pelatih dasar. Para pelatih atau trainer ini yang nantinya bertugas memberi materi kursus pada para pembina. Baden-Powell memberi satu manik kayu lagi kepada peserta kursus pelatih dasar yang lulus. Mereka juga diberi kesempatan mengikuti kursus pelatih lanjutan dan jika lulus memperoleh satu manik kayu lagi.

Ketika Baden-Powell masih hidup, Gilwell Park menjadi kawah candradimuka bagi orang dewasa yang bakal menjadi pembina dan pelatih pramuka di seluruh dunia. Selain di Gilwell Park, lokasi kursus juga disiapkan di kantor Organisasi Pramuka Sedunia di South Kensington, London. Saat ini, kantor tersebut menjadi Baden-Powell House. Pada 1958, kantor Organisasi Pramuka Sedunia pindah ke Ottawa, Kanada. Sepuluh tahun kemudian dan hingga saat ini ada di Jenewa, Swiss.

Orang dewasa yang lulus mengikuti kursus pelatih lanjutan akhirnya memiliki empat manik kayu. Mereka berhak memberi kursus kepramukaan di seluruh dunia. Dari Indonesia, ada beberapa tokoh yang memiliki empat manik kayu ini. Antara lain adalah H. Muthahar (pencipta lagu), Lim Beng Kiat (peng usaha), dan Endy Atmasulistya. Pada 1970-an, ma nik kayu pemberian Raja Zulu habis dan Organisasi Pramuka Inggris meminta lulusan kursus pembina dan pelatih mengembalikannya. ”Tidak saya kembalikan. Masih ada di rumah untuk kenang-kenangan,” kata Endy.

Gerakan Pramuka memberikan pita kepada lulus an kursus pembina dan selempang kepada pelatih. ”Kaum nasionalis menilai manik kayu itu lambang pen jajahan Inggris kepada Zulu,” ujar Endy yang sejak 1946 aktif menjadi anggota Pandu Rakyat Indone sia.

Menurut Endy, meskipun kantor pusat Organisasi Pramuka Sedunia pindah ke Jenewa, Gilwell Park tetap menjadi kiblat pendidikan kepramukaan. Bukan hanya pelatihan kepramukaan yang diajarkan, tapi juga materi untuk meningkatkan sumber daya manusia bagi pramuka dan umum. ”Belakangan malah pelatihan untuk mengembangkan kewirausahaan,” kata Endy.

Kantor Pusat Organisasi Pramuka Inggris juga pindah dari kawasan South Kensington, London, ke Gilwell Park. Kawasan ini mampu memuat 2.500 pramuka berkemah, juga terdapat wisma dan gedung untuk pelatihan dalam ruangan. Beberapa organisasi pramuka juga memindahkan kantor pusatnya dari pusat kota ke bumi perkemahan yang berada di pinggir kota, misalnya Singapura, Thailand, dan Inggris.

Menurut Norman Johnson, berkemah menjadi bagian paling penting dalam pelatihan bagi seorang pramuka. ”Merupakan puncak dari semua yang dipelajari dalam pertemuan mingguan,” katanya. Baden-Powell dalam buku BP’s Outlook mengajak anggota pramuka mendekatkan diri ke alam, ”Untuk membaca tulisan Tuhan Yang Maha Esa.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus