DI luar, angin Desember yang dingin nyelekit bertiup melintasi jalan-jalan Kota Warsawa yang gelap dan lengang. Dan di dalam, orang Polandia suka membangun percakapan di meja makan dengan menu ala kadarnya. Perbincangan itu biasanya sangat royal, bagai tak habis-habisnya - dengan topik campur aduk antara politik dan sejarah, agama dan sastra. Dan, percakapan akan beralih menjadi perdebatan bila seseorang mempersoalkan apakah pemimpin mereka yang sekarang - Jenderal dan Ketua Partai Komunis Mojciech Jaruzelski - seorang janizary atau seorang Wallenrod. Janizary (juga dieja dengan janissary) adalah anggota kelompok elite militer dalam Imperium Usmani (Ottoman), Turki sementara Wallenrod adalah sebuah nama dari sebuah legenda. Kedua ungkapan itu mengacu kepada sikap Jaruzelski yang dikenal kaku dan suka menjaga jarak. Semua orang Polandia terlibat dalam diskusi itu, dan dengan dua istilah itu. * * * Sambil mengangguk kepada Wartawan Michael T. Kaufman, seorang pengarang yang kebetulan sedang berdiskusi mencoba menjelaskan simbolisme ungkapan-ungkapan yang dipakainya. Konon, ada alasan bagus mengapa orang Polandia mengenang kembali era janizary Usmani itu. Sebab, katanya, cukup banyak orang muda Polandia yang ketika itu "teken serdadu" menjadi anggota pasukan bayarannya. Bahkan ada yang sempat menjadi perwira lapangan. Sudah tentu, yang ingin dimasalahkan dari pasukan bayaran itu adalah, pemuda-pemuda Polandia demi uang - telah menjadi pembela negeri lain negeri kekhalifahan besar Islam yang sangat berpengaruh. Lalu mengapa perumpamaan itu ditujukan kepada Jaruzelski, mudah ditebak. Ia dianggap serdadu bayaran. Mengenai Wallenrod, Michael T. Kaufman dakllll The New York Times Magazine, 9 Desember silam, juga mengajak kita menengok sejarah. Tahun 1825, di masa sebagian besar Polan menjadi negeri perwalian yang terpecah-pecah dalam genggaman Rusia, Prusia, dan Austria, seorang penyair Polandia, Adam Mickiewici menulis sebuah kisah kepahlawanan. Tokohnya bernama Konrad Wallenrod, pahlawan Polandia abad ke-15. Si Wallenrod, ceritanya, ketika masih kecil, para kesatria berkuda Teuton, setelah kedua orangtuanya dibunuh. Para penculik kemudian menrekrutnya menjadi prajurit - malah belakangan ia menjadi komandan tempur mereka. Akhir syair kepahlwanan kemudian mengisahkan ini: Wallenrod dengan sengaja menjerumuskan pasukannya ke dalam perangkap. Ia sendiri tewas, tetapi ia telah membalas dendam akibat pembunuhan kedua orangtuanya. Sekarang, ketika Polandia baru saja melampaui ulang tahun ketiga beralihnya kendali pemerintahan ke tangan tokoh militer Wojciech Jaruzelski (13 Desember 1981), perbincangan tentang jenderal itu pun jadi kembali ramai dalam percakapan makan malam. Apakah sang jenderal seorang yang sekadar menjalankan perintah tuan asingnya, menghancurkan harapan rakyatnya akan otonomi yang lebih besar dan keinginan berdikari di hadapan sikap politik dan ekonomi asing yang kaku, ataukah ia, bagai Wallenrod, menyuruh pasukannya meredamkan gerakan kaum buruh Solidaritas untuk mencegah invasi pasukan Soviet yang tentunya akan membereskan perkara dengan caranya sendiri? Seorang boneka, atau patriot? Toh biasanya tidak ada kesepakatan di antara para penyantap malam Polandia itu. Tidak juga dari sebagian besar orang Polandia lain. Dan permasalahan pelik yang membelenggu para pemimpin Polandia tampaknya semakin nyata. Khususnya bagi Jaruzelski, yang kini untuk kedua kalinya - sejak kebangkitan Solidaritas - harus menghadapi tantangan dalam negeri yang baru, yang kali ini meluas sampai ke kubu polisi rahasianya sendiri. Pembunuhan yang belum lama berselang menimpa pendeta Katolik yang populer, Jerzy Popieluszko, dan yang terbukti melibatkan tiga perwira polisi rahasia, telah mengguncang pemerintahan Jaruzelski lumayan kencang. Dalam tubuh polisi negara ternyata terdapat orang-orang - mungkin sayap keras yang tidak tersentuh kebijaksanaan umum sang jenderal yang dengan sengala mengacaukan keamanan umum, yang mampu membuat pemerintah terperangah, bahkan panik. "Tindakan kejahatan itu sungguh-sungguh membuat kami terusik," kata Jaruzelski akhir November tahun lalu, kepada sejumlah wartawan asing. Dua hari kemudian, seperti menjawab tantangan, dua perwira polisi puncak yang lagi melacak pembunuhan ditemukan tewas dalam kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan atau bukan, menurut Kaufman kepala biro The Times di Warsawa - kejadian itu telah menimbulkan uap kecurigaan tentang adanya persekongkolan. Betapapun, bagaimana sang jenderal bereaksi terhadap krisis baru, yang cukup eksplosif itu, diharapkan akan menggambarkan siapa ia sesungguhnya. Maka, kini semua pernyataannya, dari urusan keamanan dalam negeri sampai pernyataan politik, diamati betul. Tidak gampang, memang, membayangkan apa yang akan diperbuatnya untuk menetralkan citra ketergantungannya kepada Uni Soviet - di mata kaum Solidaritas. Juga di mata jutaan orang Polandia yang memberikan dukungan bersemangat kepada gerakan buruh bebas itu, yang masih ingat berapa banyak pengorbanan yang telah diberikan, yang tidak bisa lupa - dan tidak bisa memaafkan Jaruzelski, oleh penistaannya terhadap pengorbanan itu. * * * Dalam 16 bulan penuh ketegangan menjelang pemberlakuan keadaan darurat perang, Solidaritas, sebagai federasi serikat sekerja bebas, berhasil mengembangkan jumlah massa yang kritis. Mereka tak kurang dari 10 juta anggota di antara jumlah penduduk yang 37 juta. Sebagai kekuatan spiritual dan sumber ilham, gerakan itu membangkitkan kembali impian demokrasi rakyat Polandia - yang apa boleh buat memang anti-Soviet, anarkis, tetapi hakiki. Itulah yang mendorong banyak orang berpikir bahwa, suatu hari kelak, mungkin reorientasi masyarakat Polandia dapat dihadirkan kembali asal ikhtiar ke arah sana dilakukan dengan disiplin, waspada, dan hati-hati. Toh pada suatu pagi, tiga tahun yang silam, impian itu berkeping-keping. Operasi militer yang ganas, yang dalam percakapan sehari-hari disebut orang Polandia sebagai "perang", telah menghancurkannya. Jalan-jalan dipenuhi pasukan dan tank Polandia. Kantor-kantor Solidaritas dikosongkan. Beribu-ribu aktivis dan simpatisannya diciduk dan di lemparkan ke kamp-kamp tahanan darurat. Para perwira militer mengambil alih pengelolaan pabrik dan kantor. Berita televisi dibacakan orang-orang berseragam. Di tambang batu bara Wujek, adegan kaum buruh yang mogok duduk diakhiri dengan letupan senjata api. Setidaknya tujuh orang buruh terbunuh. Minggu dan bulan-bulan berikutnya dikenal oleh kebanyakan orang Polandia sebagai "situasi perang" - yang mereka pandang disasarkan kepada nasion sendiri. Berpuluh ribu anggota Partai Komunis Polandia pun mencampakkan kartu anggotanya. Termasuk para anggota tua yang puluhan tahun bersatu cita dan yang sempat menduduki pos-pos partai dan pemerintah, serta menikmati privilesenya - dalam pergolakan-pergolakan 1956, 1968, 1970, dan 1976. "Saya tidak dapat menjadi anggota sebuah partai yang mengarahkan moncong bedilnya ke arah kaum pekerja," ujar seorang anggota senior itu. "Itu pengkhianatan terhadap bangsa." Ini masih tetap menjadi sikap dominan Solidaritas yang babak belur. Upaya pejabat untuk memupus ingatan buruk ini, di kalangan buruh, memang di usahakan intensif dan terus-menerus. Tapi tak banyak berhasil. November tahun lalu, misalnya, sebuah film propaganda - yang menggambarkan penghinaan terhadap pekerja jinak oleh segerombolan aktivis Solidaritas yang ugal-ugalan - diedarkan. Dan tidak mendapat penonton, padahal telah dikampanyekan besar-besaran. Belakangan film itu hanya diputar di tangsi-tangsi militer dan kedutaan Uni Soviet. Itu versi lain dari "perang" - sebuah penjabaran oleh orang-orang di sekitar Jaruzelski disodorkan kepada pihak Barat, dengan harapan Solidaritas bisa juga mendapat "sanksi sejarah". Padahal, di Polandia, nenek-nenek, tetap saja mengajarkan nilai moral sejarah kepada para cucunya, tentang kebenaran yang selalu menang atas kebatilan. Bahkan di bawah rezim komunis, anak-anak tahu, Konstitusi Polandia sejak sebelum Perang dinyatakan berlaku "atas nama Tuhan dan sejarah". Tetapi apa yang diyakini para pendukung Jaruzelski terhadap sejarah, jika tidak kepada Tuhan, adalah bahwa sang jenderal tidak mengkhianati Polandia. Melainkan menyelamatkannya. Bahwa ia memberlakukan keadaan darurat perang tak lain untuk mencegah invasi militer Soviet, bahkan penduduk Soviet. Bahkan, menurut beberapa pihak, kemungkinan pemboyongan massal orang-orang Polandia ke timur. Masuk akal, penjabaran ini sangat tergantung pada kenyataan-kenyataan geopolitis. Polandia terletak melintang pada jalur komunikasi militer antara Moskow dan Berlin. Sebuah negara dengan jumlah penduduk menyamai Spanyol, dan, acap kali, dengan pretensi Prancis. Sebuah bangsa yang melihat dirinya secara berlebihan sebagai pos terluar peradaban Barat di rusuk timur Eropa. Polandia adalah negeri yang tetap menjadi titik paling rawan bagi Imperium Soviet, sebagaimana pernah menjadi pos luar paling merecokkan dalam pemerintahan Tsar. Sekarang, ketika Soviet dan AS saling memberi isyarat keinginan duduk berunding pada tingkat tinggi (bahkan, barangkali, antara Reagan dan Chernenko), apa yang akan terjadi di Polandia pada bulan-bulan mendatang memerlukan tambahan permasalahan dunia. Tampaknya jelas, jalan ke perundingan puncak telah terjegal oleh suatu ketegangan baru di Polandia yang, didahului dengan pemberlakuan keadaan darurat oleh Jaruzelski, aba-abanya dibunyikan oleh Kremlin dan pasukan Soviet dengan melakukan "latihan militer" di perbatasan Polandia. Setiap riak sosial baru di negeri ini dapat dipandang oleh Moskow sebagai ancaman baru yang potensial kepada posisi Soviet di Eropa Timur. Dan reaksi Soviet niscaya akan mempengaruhi setiap kemungkinan peningkatan hubungan Timur dan Barat. * * * Bagaimana akhirnya dunia bersikap di antara dua pandangan yang berbeda - dari aksi Jaruzelski tiga tahun yang lalu - adalah persoalan yang jelas penting baginya. Dalam tahun yang lalu, para diplomat Polandia - hampir dalam setiap kontak mereka dengan para pejabat AS - selalu menyampaikan keyakinan perlunya Menteri Pertahanan Caspar W. Weinberger tampil di televisi dan menyampaikan maaf karena telah mengatakan Jaruzelski "orang Rusia dalam seragam Polandia". Menurut sumber Gereja dan diplomat, perasaan sang jenderal sangat terluka oleh ungkapan itu. Ia menyesalinya - dalam salah satu pertemuannya yang jarang dengan Joseph Cardinal Glemp, uskup Polandia. Kakek Jaruzelski, menurut sebuah versi, tewas dalam perang 1920 - ketika pasukan Polandia, di bawah Marsekal Josef Pilsudski, memukul mundur invasi pasukan Soviet dan memaksa pemerintah Bolsyewik di Moskow berdamai. Adapun nasib ayahnya adalah bagian dari suksesi yang dengan baiknya tercatat dan langsung berkaitan dengan peruntungan sang jenderal sendiri. Sebagai putra keluarga ningrat bawah yang memiliki tanah di Lublin, Wojiech Jaruzelski tumbuh menjadi aristokrat Polandia yang khas saat itu. Belajar menunggang kuda dan menombak, dan masuk sekolah menengah bergengsi, Marist Bersaudara, di Warsawa. Setelah pecah Perang Dunia II, dan Polandia terbagi di tangan Jerman dan Soviet, keluarga Jaruzelski pindah dari wilayah Rusia pertama ke Lithuania, kemudian ke Siberia. Menurut beberapa kerabat jauhnya, ayahnya ditempatkan di kamp kerja paksa - dan mati di sana pada 1943. Pada tahun yang sama, sang putra, 20 tahun saat itu, masuk dinas militer - di bawah Jenderal Zygmunt Berling, perwira senior Polandia yang setuju berada di bawah komando Uni Soviet. Pasukan itu, yang perwiranya kebanyakan orang Soviet, bertugas memerangi Jerman di dalam negeri. Dan inilah awal kontrol pasukan Soviet yang dimulai pada akhir Perang. Sementara itu, sejumlah orang Polandia lain, yang juga berada di bawah kekuasaan Soviet, bergabung ke pasukan di bawah Jenderal Wladyshaw Anders. Anders punya warna lain ia berhubungan dengan politisi anti-komunis Polandia yang telah kabur ke Inggris. Atas desakan Stalin, pasukan mereka didepak ke luar: dikirimkan bertempur ke Timur Tengah dan kemudian ke front Barat yang cukup jauh dari Polandia. Pemuda Jaruzelski memilih bergabung dengan pasukan Berling. Ia menjadi komandan peleton kemudian komandan resimen pengintai. Orang bilang, ia sempat terluka tiga kali ketika unitnya menerobos ke barat, ke seberang Sungai Bug dan masuk ke Polandia. Menjalani latihan di Soviet setelah Perang, ia menjadi komisaris politik dalam Tentara Polandia dan berhasil menjabat kepala staf termuda dalam sejarah modern negeri itu. Pada 1968 ia menteri pertahanan. Dan selama tiga tahun terakhir ia sekretaris pertama Partai Persatuan Pekerja (Komunis). Ia juga mengambil alih pos perdana menteri, dan membiarkan status de facto - kendati tidak lagi formal - kepala angkatan bersenjata. Ini membuat dirinya satu-satunya militer profesional dalam Blok Soviet yang menjadi pemimpin puncak negeri, yang oleh komentator Uni Soviet dikecam sebagai dosa Marxis dalam Bonapartisme. Kariernya tidak akan meningkat tanpa persetujuan kepemimpinan Uni Soviet, yang tentunya telah menemukan dalam dirinya pandangan Marxisme Leninisme yang memadai. Tak urung, kecuali masa dinasnya yang lama - ia dua kali duduk di Politbiro, seperti semua anggotanya keyakinan politiknya menjadi barang spekulasi. "la seorang Sphinx," kata Krzysztof Toeplitz, kritikus budaya dan sastra. "Tidak seorang pun benar-benar tahu pihak mana dari masyarakat yang terpecah ini yang didukungnya." Ada dugaan yang meluas bahwa Jaruzelski bukan seorang ideolog, bukan pula idealis politik - tetapi taktikus. Pertaliannya yang utama adalah dengan kemungkinan-kemungkinan, bukan dengan hadiah atau harapan. Dalam kehidupan .pribadinya, ia Spartan dan menghargai nilai-nilai pertapaan. Bulan November silam gajinya naik ke sekitar Rp 750.000 sebulan. Ia tetap tinggal di rumah sederhana yang dibelinya di pinggiran Warsawa, dan ke kantor tanpa iringiringan yang riuh rendah. Istrinya seorang ahli bahasa yang mengambil spesialisasi bahasa Jerman. Anak perempuannya satu-satunya adalah mahasiswa hukum pada Universitas Warsawa. Ada pergunjingan bahwa si anak berkencan dengan pemuda kelompok Solidaritas. Pembawaan sang jenderal kaku - agaknya lahir dari latihan militer dan asal usul aristokrat. Itu dipertinggi oleh korset yang dipakainya, karena cederanya pada tulang sumsum belakang, dan kaca mata gelap yang harus terus dipakai dalam rangka perawatan mata. Ia memiliki reputasi dalam kerja keras berjam-jam. Ia bukan peminum. Dalam penampilan umum, ia jarang tersenyum. Secara keseluruhan, gambaran dirinya adalah seorang puritan yang ingin menanamkan sikap jujur dan disiplin di antara para fungsionaris Partai dan manajer, yang dinilai umum memang tidak becus, korup, rakus, dan penuh ambisi pribadi. Pada awal jabatan perdana menteri dan sekretaris pertama Partai, sang jenderal acap mengadakan "kunjungan mendadak" ke toko-toko dan pabrik-pabrik, mengecek apakah segala sesuatu berjalan baik. Toh inspeksi kilat yang diatur oleh bawahannya ini menjurus ke semacam lelucon dan sandiwara agar sang jenderal menjadi senang, menemukan sesuatu di sasaran kunjungan. Misalnya, ada orang yang kerjanya memindah-mindahkan daging dari satu toko ke toko yang lain, yang harus tiba sesaat sebelum kunjungan sang jenderal. Toh, di sisi lain, kampanye seperti itu berhasil mengurangi kebencian yang ditujukan kepada pribadi Jaruzelski, khususnya setelah deklarasi keadaan darurat yang kadang-kadang masih disebut "perang Jaruzelski". Dewasa ini, orang-orang biasa masih tetap mengecam sistem, mengecam para pejabat dan "tetangga" di seberang perbatasan, untuk kelangkaan barang di toko-toko atau tidak adanya kebebasan dan belitan birokrasi yang mencekik. Makian tidak lagi langsung tersasar ke arah Jaruzelski. Sikap khalayak kepadanya semakin lunak ketika sisa 652 tahanan Solidaritas dibebaskan lewat amnesti, akhir Juli tahun lalu. Itulah pula, tampaknya, sasaran dari amnesti. Selama dua tahun terakhir, dengan melonggarnya keadaan darurat, Jaruzelski menjalankan kebijaksanaan lebih jauh: "normalisasi". Arsitek sesungguhnya kebijaksanaan ini adalah Mieczyslaw Rakowski, eksponen sayap liberal di kalangan pejabat pemerintah. Sebagai deputi perdana menteri, Rakowski adalah perunding utama dengan pemimpin Solidaritas Lech Walesa pada hari-hari kemenangan gemilang serikat buruh bebas itu. Setelah layar keadaan darurat turun, adalah Rakowski dan para pembantunya yang melakukan program normalisasi setapak demi setapak. Di dalamnya termasuk sejumlah dialog dengan Gereja Katolik, amnesti untuk tapol, dan upaya menciptakan atmosfer rekonsiliasi dengan masyarakat. Dan, akhirnya, program melihat ke depan itu ditargetkan pada restorasi hubungan normal dengan pemerintah negara-negara Eropa Barat dan AS, yang menjadi tegang sejak Polandia beralih ke tangan militer pada 1981. Padahal, bantuan ekonomi dari negara-negara Barat dalam pembangunan ekonomi sangat diharapkan. Dalam berbagai upaya itu, Rakowski - dan pada waktunya juga Jaruzelski - mendapat tantangan dari kaum garis keras dalam Partai dan Pemerintah. Orang-orang ini, yang dikenal sebagai "sayap keras kepala" atau "batu beton" yang, tidak begitu tegas keortodoksan ideologi mereka. Tapi yang tampak jelas adalah pandangan mereka tentang peranan pantas polisi rahasia, tentang perubahan ekonomi dan peran Yahudi - kendati sudah- sulit ditemui seorang Yahudi pun di Polandia. Posisi mereka dalam berbagai permasalahan itu tampak seperti menginginkan kontrol polisi yang lebih keras, sensor yang lebih ketat, dan kontak ekonomi yang lebih sedikit dengan Barat. Dan, paling tidak, mereka tidak mengingkari para pendukung anti-Semit mereka - sambil memproyeksikan diri sebagai nasionalis Polandia dan orang Partai realis yang setia kepada Soviet. Di sebuah negeri yang begitu banyak tergantung pada bagaimana kejadian-kejadian di dalam dirinya diterima di Moskow, permasalahan yang membingungkan Jaruzelski adalah dua kecenderungan di dalam partai dan pemerintahnya. Lalu bagaimana agar hati para pemimpin Soviet disenangkan. Dalam hal itu - meski ada selera konservatif di kalangan orang tua di Kremlin - orang Rusia sendiri telah menjalin komunikasi dan memberikan pengayoman kepada kedua kubu Misalnya ketika Jaruzelski mengambil alih program Rakowski menjadi seperti miliknya, ia beralasan untuk merasa bahwa sinyal dari Moskow berwarna hijau. Atau paling tidak kuning. Dan, hanya sampai dengan beberapa bulan yang lalu, ia membuat kemajuan. Kaum Solidaritas berselisih, dan para pemimpinnya yang bebas dari tahanan mengalami kesulitan memobilisasikan massa dengan isu yang tumpul. Seruan untuk demonstrasi massa mengalami kegagalan. Tidak ada pemogokan di pabrik-pabrik besar. Para buruh tambang bekerja dan berproduksi seperti biasa. Di luar negeri, pemerintah negara-negara Barat bersikap hangathangat tahi ayam dan malah mengadakan kontak resmi dengan pemerintah Polandia. Presiden Reagan umpamanya mengumumkan beberapa sanksi AS diperlonggar. Orang-orang Jaruzelski pernah berkata bahwa bos mereka berharap Polandia bisa beralih ke model Hungaria, negeri penganut sistem Soviet yang paling bebas dan secara ekonomi paling berorientasi ke Barat. Upaya coba-coba ke arah itu sudah pula dilakukan. Misalnya usaha untuk memperkenalkan beberapa pluralisme demokratis ala kadarnya di dalam Partai dan upaya mendorong pembentukan tim-tim manajemen pekerja di pabrik-pabrik. Selama musim panas dan awal musim gugur, suasana di Warsawa terasa menyenangkan. Satuansatuan polisi antihuru-hara yang memakai helm hilang dari pandangan. Kelompok-kelompok kebaktian gereja mengangkat jarinya membentuk "V" Solidaritas, dengan keyakinan dan rasa bangga, tapi sedikit saja sikap bandelnya. Orang-orang muda sudah keluar malam. Kadang-kadang masih bisa dilihat beberapa di antaranya mencoretkan sebuah lambang di dinding kota - sebuah jangkar, untuk partisan anti-Nazi dalam Perang Warsawa, dan huruf "S" untuk Solidaritas di atasnya. Di seluruh negeri, laki-laki dan wanita menjajakan beratus buku dan majalah terlarang yang pada gilirannya telah turut meramaikan kebudayaan bawah tanah. Sejumlah 350.000 orang dikatakan terlibat dalam usaha gelap ini, di bawah penyidikan pemerintah yang acap menjadi bosan sendiri. Bukubuku terlarang, yang pernah masuk daftar hitam bahkan buku yang mungkin bisa diterima oleh penguasa - digiling kembali oleh percetakan gelap, lebih cepat dari yang dicetak oleh percetakan negara. Antrean di depan toko-toko tampaknya menyusut. Pemerintah telah mengisi kembali rak-rak yang dulu nyaris kosong. Kesetiaan kepada Partai mengalami kemunduran besar, dan adegan-adegan telanjang dalam film menjadi barang biasa. Festival musik tumbuh bagai jamur di musim basah - agaknya untuk menarik kaum muda ke aktivitas nonpolitik. Tapi salah jika orang berpendapat bahwa jumlah pendukung pemerintah makin bertambah. Paling banter, para pendukung Jaruzelski boleh mengklaim bahwa jumlah orang yang tidak lagi begitu keras antipemerintah semakin banyak. Dan kemudian terjadilah pembunuhan terhadap Pastor Jerzy Popieluszko. * * * Malam Jumat 19 Oktober, pendeta langsing 37 tahun itu sedang menuju Warsawa dari Kota Bydgoszcz, 150 mil jauhnya. Di sana ia berkhotbah di depan jemaah pengikut Solidaritas. Seperti dilaporkan sumber-sumber pemerintah dan Gereja, Pastor dan sopirnya dihentikan tiga anggota polisi. Sang pendeta dipukuli babak belur, diikat, dan dijejalkan ke dalam bagasi mobil polisi yang ciri-cirinya tidak dikenali. Ketika para penculik berhasil menyekap korbannya, sopir memacu mobilnya dan kabur. Tujuh hari kemudian para petugas, yang bertindak berdasarkan laporan si sopir, menemukan mayat Pastor Popieluszko di sebuah waduk. Tiga perwira polisi ditahan, dan, menurut Pemerintah, mereka mengakui menganiaya pendeta itu, menghabisi nyawanya, dan mencemplungkannya ke kolam penampung air. Pembantaian itu membuat seluruh negeri tenggelam dalam duka. Keterlibatan polisi rahasia membuat pejabat Partai dan Pemerintah terperangah. Oposisi baru, dengan karakter dan ruang lingkup yang tidak jelas juntrungannya, rupanya telah muncul di pusat kekuasaan Polandia yang paling pusat: Departemen Dalam Negeri. Di lingkaran dalam sang jenderal sendiri beredar rasa kesal, karena harapan langgeng proses normalisasi telah terserimpung. Reaksi para pejabat itu: sasaran akhir komplotan pembunuhan itu adalah pemerintah sendiri dan kebijaksanaannya yang liberal. Kesimpulan ini diterima oleh kebanyakan orang Polandia. Dengan membunuh Pastor Popieluszko, yang bicara blak-blakan dan populer, para pengomplot menurut sumber yang dekat dengan sang jenderal berharap dapat memprovokasi kerusuhan di seluruh negeri. Mereka ingin menimbulkan huru-hara massal yang akan ditindas keras oleh pemerintah. Luka lama yang diperbarui tentunya akan menjegal program Jaruzelski dan memberikan peluang kelompok garis keras untuk naik ke atas - yang tadinya berada di bawah. Beberapa penganut paham keras itu yakin memiliki jaringan orang lama yang mampu menyelam lebih dalam ke aparat sekuriti. Departemen Dalam Negeri, yang membawahkan polisi rahasia, dikepalai oleh Jenderal Czeslaw Kiszczak, kolega akrab Jaruzelski di militer. Tetapi sudah menjadi rahasia umum bahwa Kiszczak tidak berhasil menanamkan disiplin keras di angkatan kepolisian yang keropos, dengan sekitar 200.000 anggotanya itu. Faktor yang mengkhawatirkan Jaruzelski adalah kenyataan bahwa Pastor Popieluszko diperhitungkan wibawanya paling tidak namanya. Rohaniawan ini termasuk yang akan disertakan dalam pertemuan antara sang jenderal dan pemimpin Soviet, Konstantin Chernenko, di Moskow akhir bulan Mei mendatang. Sumber Partai Komunis Polandia melaporkan, Chernenko sendiri menyesali pembunuhan itu dan dengan sendirinya mengkritik tingkat kewaspadaan angkatan bersenjata Polandia yang kurang awas merekrut golongan muda ke dalam Partai dan tidak teliti memperhitungkan peluang yang diberikan kepada Gereja. Penyesalan itu sebenarnya dualistis. Di sisi lain, Uni Soviet mempunyai penilaian kritis tentang Popieluszko. Sang pendeta dianggap telah berhasil menghimpun sejumlah pengikut lewat kebaktian yang diberikannya di hadapan jemaah gereja Warsawa pada Minggu terakhir tiap bulan. Kebaktian itu mulanya diberikan hanya kepada para tapol tapi tiap bulan pesertanya bertambah. Berbicara dengan suara rendah dan lembut, pastor itu lama-lama menjadi lambang, dan berperan rangkap untuk menghimpun dukungan baru bagi Solidaritas dalam upayanya agar tetap bertahan. Ia bekerja bersama para buruh tambang batu bara, dan bertindak selaku penghubung antara mereka dan kaum intelektual. Pada suatu ketika, penguasa menuduhnya menyimpan senjata di rumahnya. Dalam Izvestia, surat kabar pemerintah Uni Soviet, aktivitasnya dituding anti-Sosialis dan anti-Soviet. Jaruzelski tentunya sudah dipesankan untuk mengekang Gereja, seiring dengan munculnya kecaman-kecaman terhadap lembaga keagamaan itu di sementara surat kabar. Toh sumber Pemerintah dewasa ini berteguh - menyatakan tidak pernah tebersit minat untuk mengganyang Gereja - meskipun para pejabat tahu benar bahwa mereka memang berkeinginan memasung politik di kaki mimbar ibadat itu. Pada awal musim gugur, artikel-artikel surat kabar menyanyikan kampanye yang seragam. Beberapa di antaranya menyerang Pastor Popieluszko. Apakah artikel-artikel surat kabar itu telah membujuk ketiga anggota polisi rahasia itu - dua letnan dan seorang kapten - untuk mengambil tanggung jawab membersihkan seluruh negeri dari pendeta yang tidak disukai? Sulit menemukan cukup banyak orang Polandia, khususnya di antara mereka yang berbeda pendapat, yang dapat menerima penjelasan sesederhana itu. Tetapi setelah mengumumkan kasus pembunuhan itu sebagai makar terhadap pemerintah, para pejabat tergagap-gagap untuk menyatakan siapa sesungguhnya yang bersalah. Juru bicara utama pemerintah, Jerzy Urban, telah berjanji bahwa penyidikan akan mengungkapkan siapa yang jadi tukang hasut. Menurut salah seorang pejabat tinggi pemerintah, pihak pembunuh memiliki pelindung di tempat yang tinggi. Pejabat lainnya menggambarkan peristiwa itu sebagai "karya empu provokasi". Tapi itu segera diimbangi dengan cepatnya ketika ketiga tercuriga, yang meninggalkan cukup banyak kunci kasus, ditangkap. Itu bukanlah kematian misterius pertama yang menyedot perhatian publik pada akhir tahun lampau. Grzegorz Przemyk, putra penyair pembangkang, berusia 20 tahun, mati karena luka dalamsetelah diperiksa di kantor polisi Warsawa - begitu keadaan darurat perang diberlakukan. Kecaman publik menggiring kasus itu ke penyidikan dan penyidangan ramai. Jaksa memusatkan serangannya kepada media komunikasi Barat dan keluarga si anak muda. Polisi luput dari sasaran, dan bebas dari tuntutan. Lalu kematian Piotr Bartoszcze, putra organisator Solidaritas kawasan pertanian. Jenazahnya ditemukan di sebuah padang yang dekat dengan tempat Pastor Popieluszko dijagal. Pihak penguasa berdalih, anak muda itu menggelandang dalam keadaan mabuk, sampai terperosok ke lubang dan tenggelam. Dapat ditambahkan bahwa para pembangkang mendokumentasikan lima peristiwa pembunuhan, intimidasi, dan penyiksaan di Kota Torun yang memiliki keindahan Laut Tengah. Sebagaimana dilaporkan oleh kelompok hak-hak sipil yang dibentuk setelah matinya Romo Popieluszko, kasus-kasus itu menunjukkan adanya jalinan antara para pembunuh dan polisi. Pada setiap kejadian, aktivis atau simpatisan Solidaritas digarap oleh orang-orang berpakaian preman tetapi memiliki sarung pistol dan isinya. Beberapa korban yang masih hidup melaporkan bahwa para "petrus" itu menyetir mobil ke arah garasi polisi untuk mengisi bahan bakar. Percakapan sesamanya menunjukkan bahwa mereka anggota polisi rahasia. Dalam salah satu kasus, korban disiksa dan dibiarkan semaput di bak sampah. Catatan yang ditemukan dalam saku baju korban itu mengutuk Solidaritas dan "tim banci Jaruzelski". Kelima korban mengadukan perihalnya, tetapi para penyidik berdalih "tak cukup bukti". Di antara kebanyakan orang Polandia, baik pembangkang maupun mereka yang mengaku nonpolitis, opini terhadap lumpuhnya hukum seperti itu cenderung terbagi dalam dua golongan. Sejumlah orang yakin bahwa pemerintah akan bersedia membongkar perkara sampai ke akar-akarnya, dalam rangka menegakkan keadilan dan menumbuhkan kepercayaan kepada dirinya. Tetapi di sisi lain, penyidikan dan penuntutan perkara ternyata berjalan pincang - justru karena pertimbangan politik. Yang lain menilai prosesnya seperti mengisi teka-teki silang. Kasus Popieluszko telah menimbulkan gaung istimewa karena sosok sang pendeta di antara rakyatnya dan Gereja. Joseph Cardinal Glemp dan Lech Walesa duduk bersisian pada upacara pemakamannya. Sosoknya yang menjadi syahid tampaknya meyakinkan . Untuk Jaruzelski dan pejabat puncak, ada keperluan mendesak untuk menjelaskan siapa yang merancang dan melaksanakan pembunuhan. Pada saat yang sama pemerintah tidak mampu lebih jauh setia kepada aparat polisi yang menjadi tempat bergantung hukum totaliter. * * * Sementara sang jenderal bergumul dengan dilemanya sendiri, konsekuensi kemartiran Pastor Popieluszko makin tumbuh. Gegar yang mendasar dari peristiwa itu telah menghidupkan kembali gerakan yang berporos di sekitar Solidaritas. Selama musim gugur, dalam peranannya sebagai penengah konflik politik, Gereja Polandia telah menampilkan citranya yang tinggi yang mengambil jarak dengan beberapa militan keras Solidaritas. Tetapi kini saluran antara Gereja dan Solidaritas mulai tegas-tegas digali kembali. Semua ini memberikan sinyal lebih jauh kepada Pemerintah. Sementara tekanan pemerintah adalah pada bahaya ekstremisme, sebagian besar aksi publik telah mendesak Komite Hak-Hak Sipil yang diorganisasikan para simpatisan Solidaritas untuk memonitor dan melaporkan tindakan-tindakan gombal polisi. Para aktivis mengingatkan, mereka menghadapi risiko pemenjaraan jika ngotot dengan tekad keras itu. Bahkan para koresponden Barat di Polandia telah diperingatkan akan menerima ganjaran jika menghadiri temu wartawan yang diselenggarakan kelompok itu. Ini, juga, dijelaskan oleh banyak orang Polandia dengan satu atau dua cara. Seorang berpendapat, penghukuman publik karena pembangkangan adalah wajib untuk menenteramkan pemimpin Soviet. Juga untuk merintangi kaum Solidaritas bergerak leluasa dan menghimpun kekuatan kembali. Serangan Pemerintah terhadap Komite Hak-Hak Sipil, masih menurut pandangan yang sama, adalah acara pembuka yang perlu dalam upaya keras yang harus dilakukan secara partikelir. Yaitu mencuci bersih para penganut garis keras yang mungkin mengambil alih posisi-posisi penting dalam Partai pada masa datang yang dekat. Pandangan lainnya lebih sinis. Dengan gelombang-gelombang pemogokan kecil-kecilan di sejumlah lokasi industri, begitu alasan dikemukakan, para pejabat jauh lebih dibikin takut kepada kaum garis keras ketimbang terhadap sisa-sisa Solidaritas. Dalam hal ini, kepemimpinan Jaruzelski mendapat pukulan dari dalam, yang sebenarnya kurang tangguh, tapi misterius. Jaruzelski telah memerintahkan kasus Popieluszko dibicarakan dalam pleno Partai yang akan segera berlangsung. Diomongkan orang, mungkin Jaruzelski menggunakan kesempatan itu untuk memperteguh pertanggungjawaban dan menggariskan konsekuensi yang diperlukan. Dan beberapa kepala akan menggelinding. Tetapi ini akan membuka jurus lain. Mempertimbangkan ketergantungan Jaruzelski pada organisasi sekuriti intern - dan mempertimbangkan simpati Moskow kepada beberapa anggota blok garis keras - timbul pertanyaan. Yaitu: bisakah setiap pembersihan yang diperintahkannya diharapkan meyakinkan publik akan itikad baiknya? Dan, jika tidak, apakah takaran setengah-setengah akan mengamankan perolehan kecil yang diraihnya awal tahun silam, yaitu lewat dampak amnesti yang diberikannya? Pada diskusi sambil makan malam baru-baru ini di Warsawa, timbul pertanyaan: apakah peran Jaruzelski dalam sejarah Polandia akan merosot sebagai janizary atau Wallenrod. Salah seorang tamu Polandia, yang mengakui tidak suka kepada sang jenderal, menyimpulkan bahwa isu itu menarik, tetapi sebenarnya tidak relevan. "Saya tahu di mana semua ini akan berakhir, dan demikian pula setiap orang yang lain," katanya. "Pemerintah akan memperoleh beberapa orang yang bertanggung jawab dalam tubuh polisi. Tapi tidak semuanya - karena mereka tidak dapat." "Sang jenderal akan berhasil menang dalam masa ini. Tetapi jika akan menang dalam Partai, Anda tidak akan menang dalam sebuah nasion. Mungkin juga ia malah akan turun sebagai sekretaris pertama Partai, karena orang Soviet sebenarnya tidak suka orang militer berada di puncak. Tapi ia akan tetap memegang kendali, setidaknya sampai provokasi berikutnya. Roda tetap berputar." Seorang wanita yang mengenal Jaruzelski bertahun-tahun memberi penilaian yang dingin tentang jenderal itu. "Janizary atau Wallenrod?" katanya "Itu akan menjadi masalah kaum sejarawan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini