MARIA berbaring tenang di meja operasi. Kesadarannya sudah dihilangkan, karena ia segera akan menjalani pembedahan. Lampu-lampu ruang operasi menyoroti wajah wanita berusia 31 tahun itu. Sementara itu, terdengar suara gemerencik bilah plastik diraut. Itu plastik silikon berbentuk "L" - yang mirip bentuk tulang hidung yang memang akan dipasangkan pada hidung Maria. Setelah silikon sempurna, dr. Sidik Setiamihardja melakukan tugas operasinya. Ahli bedah plastik itu, membuat sayatan halus dari bagian lubang hidung, dan plastik lunak yang tadi diraut dimasukkan dari sana. Operasi pun selesai, setelah jahitan yang maha halus dirampungkan. Maria sendiri memiliki wajah menarik. Di ujung kelopak matanya yang terkatup, ketika operasi itu berjalan, menyeruak bulu mata yang lentik, sedangkan bibirnya yang setengah tebal menggantung indah ke bawah. Namun, ibu dua anak itu merasa, hidungnya tidak menunjang kecantikan wajahnya. Bentuk dari bagian itu agak datar membuat ia kelihatan pesek. Maria kecewa dengan kekurangan ini. Itu sebabnya ia bersedia menggeletak di meja operasi. Untung, Maria termasuk di antara pasien yang datang ke tangan-tangan yang ahli. Banyak di antara mereka, yang ingin menjadi lebih cantik, datang ke alamat salon-salon kecantikan, dan orang yang sama sekali tak punya keahlian yang semestinya. Hasilnya tentu morat-marit. Dan yang mengkhawatirkan adalah akibatnya pada kesehatan. Seperti yang diungkapkan dr. Sidik, kepala Subbagian Bedah Plastik RSCM, risiko kesehatan itu bisa berupa infeksi, alergi atau penolakan tubuh terhadap pencangkokan, dan perdarahan yang membuat pasien collapse. Dua pekan lalu, kesalahan-kesalahan praktek ini diungkapkan pada seminar tentang bedah plastik di Jakarta yang bertema: "Dengan Meningkatkan Pengetahuan dalam Ilmu Bedah Plastik, Akibat Samping Akan Bisa Dikurangi. Pada seminar sehari itu, diperkirakan pula banyak korban salah praktek tersebut yang tak berani membuat pengaduan. Umumnya, karena segan menyalahkan dokter - yang sebenarnya lancang dan bisa dituntut - dan malu karena wajahnya memang sudah tidak menentu. Bedah plastik memang bukan ilmu yang sederhana. Merupakan super-spesialisasi tersendiri - setelah spesialisasi ilmu bedah yang memiliki pula berbagai subkeahlian."Kegiatan bedah plastik tidak cuma di kulit," ujar Sidik Setiamihardja. Ahli itu menguraikan, bedah plastik meliputi pula rekonstruksi cacat bawaan, pemulihan bentuk tubuh akibat operasi tumor, rekonstruksi tulang kepala, penyambungan otot atau urat atau sendi-sendi anggota tubuh, bahkan transplantasi bagian-bagian dalam tubuh. Karena itu, menurut Sidik, bedah plastik harus pula didasari berbagai pengetahuan lain, yang pasti tidak sederhana. Tapi Sidik mengakui, yang belakangan berkembang dan populer adalah bedah plastik kosmetik. Jenis ini bukan merekonstruksi bagian tubuh yang cacat atau rusak, melamkan menyempurnakan yang tadmya normal - seperti niat Maria itu. Keinginan untuk misalnya menyempurnakan wajah, buah dada, dan pinggul memang mudah tampil pada setiap orang. Karena itu, kebutuhan bedah plastik kosmetik meningkat luar biasa. Sementara itu, ahli bedah plastik, menurut Sidik, hanya 17. "Itu pun semuanya bercokol di rumah sakit pemerintah," katanya. Kurangnya ahli bedah plastik itu, dan keuntungan yang menggoda dari pekerjaan operasi semacam itu, membuat banyak dokter mencoba-coba melakukan bedah plastik. Sebagian mcndapatkan keberaniannya hanya dengan mengikuti semacam kursus di luar ncgeri. Yang lebih parah, sejumlah ahli kecantikan, yang mcmbuka praktek di salon-salon kecantikan, juga merasa bisa melakukan bedah plastik - tanpa latar belakang pendidikan medis sama sekali. Contoh paling nyata dari kesalahan mempraktekkan bedah plastik adalah penyuntikan cairan silikon untuk memperbesar buah dada dan pantat. Menurut dr. Chaula Luthfia Sukasah, staf Bagian Bedah Plastik RSCM, cairan silikon bisa sangat berbahaya bila merembes ke jaringan tubuh. "Dalam jangka waktu satu tahun akan membentuk masa yang padat, menyerupai kanker," ujar Chaula. Mempercantik bentuk buah dada dengan silikon, yang sering kali salah di praktekkan para dokter lancang, kini mempunyai teknik baru. Di Amerika Serikat baru tahun 1978 teknik ini sampai pada penyempurnaan. Menurut Sidik, di Indonesia mulai dipraktekkan sejak 1983. Ini termasuk salah satu pengembangan teknik yang paling mutakhir dalam ilmu bedah plastik. Berbeda dengan penyuntikan cairan silikon, teknik ini menyisipkan kantung silikon ke bawah jaringan saraf buah dada. Kantung silikon itu kemudian diisi cairan yang memiliki struktur sama dengan cairan tubuh. Dengan teknik ini, buah dada yang sudah direkonstruksi terasa lebih alamiah. Sebelum teknik dengan kantung silikon itu, buah dada yang direkonstruksi memiliki bentuk dan kekerasan seperti bola tenis. Pembedahan rekonstruksi buah dada ini dimulai sangat hati-hati. Dokter akan meneliti dengan cermat di mana buah dada bertemu dengan dada. Garis pertemuan itu yang kemudian Jadi tempat menyayat, dan di sana pula jahitan akan disembunyikan di balik buah dada baru. Sementara itu, puting diperbaiki bentuknya dengan menempelkan kulit vagina, yang teksturnya sama. Hasil pembedahan kemudian diobservasi dengan cermat selama beberapa bulan. Khususnya memperhatikan jaringan pada bekas jahitan agar berkembang dengan baik. Sesudah itu, hasil operasi bisa dilihat. Namun, James Ryan, ahli bedah plastik dari Universitas John Hopkins, AS, berpendapat, tak ada satu pun rekonstruksi yang bisa melebihi ciptaan Tuhan. "Tapi bagi penyandang cacat, rekonstruksi bedah plastik yang sederhana pun bisa terasa sebagai anugerah."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini