Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dalam sepekan ke depan, perusahaan media sosial TikTok harus mulai menghentikan kegiatan jual-beli melalui platformnya di Indonesia.
Fungsi social commerce kini hanya untuk beriklan dan tidak untuk transaksi langsung.
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia melihat langkah pemerintah ini cenderung reaktif setelah ramainya persoalan di publik. Kebijakan ini pun punya dampak positif maupun negatif bagi pedagang.
DALAM sepekan ke depan, perusahaan media sosial TikTok harus mulai menghentikan kegiatan jual-beli melalui platformnya di Indonesia. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bakal menyurati perseroan agar operasi TikTok Shop—layanan jual-beli di aplikasi tersebut atau social commerce--disetop. "Sudah enggak boleh lagi jualan mulai kemarin (Selasa, 26 September 2023), tapi kami kasih waktu seminggu. Ini kan sosialisasi namanya. Besok saya suratin," kata dia di kantornya, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya kepada TikTok, surat serupa juga akan dilayangkan kepada para pelaku niaga elektronik dan social commerce lainnya. Langkah tersebut dilakukan setelah Zulkifli meneken Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Aturan anyar yang diundangkan pada 26 September lalu tersebut merupakan hasil revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020.
Baca:
Terpukul Platform Social Commerce
Menanti Pembeli Datang di Tanah Abang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aturan baru tersebut mendefinisikan model bisnis penyelenggaraan perdagangan melalui sistem elektronik, antara lain lokapasar atau marketplace dan social commerce. Masing-masing model bisnis ini memiliki aturan main yang berbeda.
TikTok Shop, sebagai contoh, dikategorikan sebagai social commerce. Berdasarkan Pasal 1 ayat 17 Permendag Nomor 31 Tahun 2023, social commerce merupakan penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang dapat memasang penawaran barang dan/atau jasa.
Menyitir Pasal 21 ayat 3, Penyelenggara PMSE dengan model bisnis social commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya. Sedangkan Pasal 21 ayat 2 mengatur bahwa baik social commerce maupun lokapasar tidak boleh bertindak sebagai produsen, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang distribusi barang.
TikTok mulanya mulai dikenal publik di Tanah Air pada 2017 sebagai platform untuk membagikan video pendek dengan durasi 15 detik. Seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna aplikasi tersebut, TikTok mulai mengoperasikan layanan promosi dan transaksi barang, yakni TikTok Shop, di Indonesia pada April 2021. Transaksi masyarakat Indonesia di platform tersebut telah menyentuh angka Rp 228 miliar pada 2022.
Zulkifli mengatakan, dengan adanya aturan anyar ini, media sosial dan e-commerce harus terpisah. Kini, fungsi social commerce hanya untuk beriklan dan tidak untuk bertransaksi langsung. Ia mengatakan pengaturan itu diperlukan untuk menciptakan ekosistem PMSE yang sehat dengan memperhatikan perkembangan teknologi yang dinamis. Aturan itu juga diharapkan melindungi dan mendukung pemberdayaan UMKM di dalam negeri.
Sedangkan mengenai nasib penjual dan UMKM yang bergantung pada TikTok Shop, Zulkifli menyarankan mereka mulai beralih berjualan di platform e-commerce lainnya. "Ya tinggal pindah saja. Kan banyak online, e-commerce," ujar dia.
Selain menata model bisnis platform digital, Permendag Nomor 31 Tahun 2023 mengatur perdagangan barang impor melalui e-commerce lintas negara. Termasuk adanya syarat khusus bagi pedagang luar negeri di marketplace dalam negeri.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Teten Masduki, mengatakan aturan anyar tersebut dibuat agar produk domestik memiliki daya saing. Ketentuan itu pun dianggap bisa menciptakan lapangan persaingan yang adil, terutama bagi pedagang online dan offline.
Menurut Teten, aturan tersebut diperlukan lantaran produk UMKM sudah digempur oleh predatory pricing alias dijualnya beragam produk impor dengan harga yang sangat rendah dibanding produk lokal. "Imbasnya, ada banyak produsen dan UMKM yang gulung tikar," kata dia.
Teten mengklaim sudah lama mengusulkan pengaturan social commerce ataupun perdagangan melalui platform digital. "Sejak zaman Pak Mendag Lutfi," kata dia. Muhammad Lutfi menjabat Menteri Perdagangan pada 2020-2022, sebelum akhirnya digantikan Zulkifli Hasan.
Teten tak menepis bahwa diskusi atas usulan tersebut berlangsung panjang, baik dengan Kementerian Perdagangan maupun kementerian lainnya. Kajian mengenai Revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 itu pun, menurut dia, terhambat lantaran ada pergantian menteri ataupun jajaran eselon I kementerian. "Jadi, harus mulai lagi (dari awal) bahasnya," ujarnya. "Ini menjadi salah satu revisi permendag yang lama sekali."
Belum lagi, tutur Teten, respons pro-kontra yang muncul dari luar pembahasan di lingkup internal pemerintah. Misalnya dari TikTok ataupun perusahaan-perusahaan e-commerce yang beroperasi di Tanah Air. Mereka memberi masukan atas rencana revisi aturan tersebut. Namun, di sisi lain, Teten menegaskan pemerintah memiliki pendapat sendiri mengenai alasan pengaturan tersebut.
Alasan Pemisahan Social Commerce dan E-Commerce
Teten mencontohkan, social commerce dan e-commerce perlu dipisahkan lantaran berpotensi memicu monopoli platform digital. Musababnya, platform media sosial pada dasarnya telah menggaet trafik kunjungan yang besar lantaran banyak pengunjung aplikasi yang datang untuk melihat konten-konten non-belanja. Berbeda dengan pengunjung e-commerce yang notabene datang dengan niat belanja.
Menurut Teten, hal itu terlihat dari tergerusnya omzet platform-platform digital lainnya setelah beroperasinya TikTok sebagai social commerce. "Sekarang sudah 113 juta orang Indonesia yang masuk ke TikTok. Nah, itu kan kalau dibiarkan akan berbahaya, bisa memonopoli."
Panjangnya pembahasan tersebut akhirnya menemui ujung. Sebelum akhirnya dirilis, revisi aturan itu terakhir dibahas di rapat terbatas di Istana Kepresidenan pada Senin, 25 September lalu. Rapat yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo itu berlangsung lebih-kurang 1 jam 30 menit dan dihadiri sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju. Rapat itu menjadi pemungkas sebelum akhirnya kebijakan anyar tersebut diumumkan kepada publik.
Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju perihal perniagaan elektronik, di Istana Merdeka, Jakarta, 25 September 2023. BPMI Setpres/Lukas
Selain para pejabat pemerintahan, dalam sebuah foto yang diunggah Sekretariat Presiden pada Senin lalu, bekas Menteri Pariwisata Wishnutama Kusubandio menghadiri rapat tersebut. Tak lagi menjabat menteri, Wishnutama kini menjabat sebagai komisaris di perusahaan ekosistem digital, GoTo Group—yang menaungi e-commerce Tokopedia.
Dimintai konfirmasi mengenai pelibatan petinggi perusahaan e-commerce itu dalam rapat terbatas pemerintah, Teten tak membantah. "Tapi tolong itu jangan dipolitisasi. Kepentingan kami mengatur e-commerce keseluruhan untuk kepentingan ekonomi domestik," ujarnya.
Tempo telah berupaya meminta konfirmasi perihal tersebut kepada Wishnutama. Namun, hingga laporan ini ditulis, pesan Tempo melalui aplikasi perpesanan tidak dibalas. Adapun Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim, mengatakan kehadiran Wishnutama dalam rapat tersebut dalam kapasitasnya sebagai staf ahli.
Respons Soal Larangan Transaksi Dagang di Social Commerce
Diputuskannya pengaturan anyar mengenai social commerce pun menuai respons beragam. TikTok, sebagai perusahaan yang langsung terimbas ketentuan tersebut, menyayangkan langkah pemerintah itu. "Keputusan tersebut akan berdampak pada penghidupan 6 juta penjual dan hampir 7 juta kreator affiliate yang menggunakan TikTok Shop," kata perwakilan TikTok Indonesia dalam keterangannya kemarin. Namun perseroan mengatakan akan tetap menghormati peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia dan menempuh jalur konstruktif ke depannya.
Adapun Sekretaris Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Reynaldi Sarijowan, melihat langkah pemerintah ini cenderung reaktif setelah ramainya persoalan di publik. Kebijakan ini pun punya dampak positif ataupun negatif bagi pedagang.
Salah satu dampak positifnya adalah aturan ini bisa menjadi angin segar bagi para pedagang untuk bisa kembali bersaing menjajakan dagangannya. Di sisi lain, Permendag Nomor 31 Tahun 2023 bisa membuat kendur semangat pedagang yang sudah berupaya beralih ke digital lewat social commerce. "Karena ada pembatasan pemerintah," kata dia.
Reynaldi mengimbuhkan, masalah yang muncul saat ini terjadi akibat pemerintah tidak konsisten melaksanakan aturan yang telah dirilis pada 2020. Walhasil, pasar dalam negeri justru digempur produk impor tanpa standar yang jelas. "Fungsi pengawasan Kemendag seperti hilang," kata dia.
Reynaldi mengatakan pekerjaan rumah pemerintah saat ini adalah mengawal aturan yang telah diterbitkannya agar berjalan sesuai dengan ketentuan serta terus membekali para pedagang dengan literasi digital. Dengan begitu, para pedagang bisa memanfaatkan transformasi perdagangan ke sistem digital.
Wakil Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia, Hilmi Adrianto, mengatakan pihaknya masih mempelajari isi Permendag Nomor 31 Tahun 2023. Tokopedia masih berkoordinasi dengan pemerintah dan berbagai pihak untuk melihat dampaknya terhadap bisnis perusahaan.
Warga menonton siaran langsung pedagang yang menawarkan produk melalui media sosial Tiktok di Jakarta, 26 September 2023. ANTARA/Aditya Pradana Putra
Dari sisi konsumen, anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Heru Sutadi, melihat pemisahan layanan media sosial dan e-commerce merupakan jalan tengah dari keriuhan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Dengan demikian, TikTok masih bisa beroperasi, tapi layanan dagangnya harus dipisah dari aplikasi media sosial.
"Layanan dagang mereka bisa dilanjutkan dengan membuat platform e-commerce sendiri seperti yang selama ini ada," ujar dia. Musababnya, selama ini e-commerce punya aturan khusus yang juga harus dipatuhi. Misalnya memiliki badan usaha tetap di Indonesia, kantor, jalur untuk pengaduan konsumen, adanya urusan pajak yang harus dibayarkan, termasuk upaya mendukung penjualan produk Indonesia.
Menurut Heru, selama ini tidak semua cerita TikTok Shop berujung manis. Ia setidaknya mendapati beberapa persoalan, seperti pembayaran yang telat, adanya komplain soal kualitas, produk tidak sesuai dengan SNI, serta keluhan-keluhan lainnya. Tata kelola itulah yang harus dibenahi. "Utamanya bukan cuma jualan, tapi juga pelindungan kepada konsumen akan produk yang aman, sehat, berkualitas, ukuran atau timbangan yang benar, serta dukungan terhadap penjualan produk Indonesia."
Sedangkan Ketua Bidang Business & Development Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Mohammad Rosihan, menilai peralihan perilaku konsumen ke digital lewat social commerce bukan satu-satunya penyebab sepinya transaksi di beberapa pasar tradisional seperti Pasar Tanah Abang. Dia menjelaskan faktor lain yang membuat Pasar Tanah Abang sepi adalah menurunnya pembelian dari pelaku usaha di daerah. “Tidak lagi banyak yang membeli ke Tanah Abang, karena penjualan di daerah juga sepi. Mungkin ini juga menyangkut turunnya daya beli,” kata dia.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, justru menilai regulasi pemisahan media sosial dengan layanan perdagangan pada akhirnya bakal kurang bertaji. Ujung-ujungnya, perusahaan tinggal menyediakan dua aplikasi dengan layanan berbeda.
"Menurut saya, pemerintah seharusnya memasukkan detail pengaturan social commerce untuk disetarakan dengan e-commerce, dari persyaratan administrasi hingga perpajakan," kata dia.
Sementara itu, untuk membendung impor, ia mengatakan pemerintah harus memberikan disinsentif bagi produk impor. Contohnya, menerapkan aturan yang mengenakan biaya administrasi lebih tinggi serta tidak boleh mendapat promo dari platform. Di sisi lain, ada insentif berupa promo ke produk lokal. Platform, kata Huda, juga diwajibkan menyediakan minimal 30 persen etalase platform untuk produk lokal.
Transaksi dagang di social commerce selama ini dirasakan manfaatnya oleh sebagian pelaku usaha. Contohnya Andre, yang memaksimalkan penjualan di semua kanal digital. Dia meraup cuan lewat social commerce. “Dengan sistem algoritma yang diberlakukan (social commerce), angka penjualan bisa terdongkrak,” kata dia.
Andre menjelaskan, produk yang dijual merupakan hasil kerja sama dengan konfeksi lokal. Jadi, pihaknya juga membantu mendorong penjualan produk dalam negeri. Dia menjual dengan keuntungan yang tidak terlalu besar, tapi dengan angka penjualan yang cukup banyak.
CAESAR AKBAR | RIANI SANUSI | VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo