Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kasus david koresh atau belenggu spiritualisme

David koresh bukan cerita pertama, dan mungkin juga bukan yang terakhir. generasi yang menampik agama, yang muncul sejak tahun 1960-an di amerika serikat, ternyata mudah terjerumus ke dalam sekte-sekte yang mengultuskan sang pemimpin.

8 Mei 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DAFTAR kematian itu tak cuma mengejutkan orang Amerika, tapi dunia. Delapan puluh enam hangus terbakar, di antaranya 17 anak di bawah umur 14 tahun. Itulah korban penyerbuan FBI, polisi federal Amerika Serikat, terhadap markas Branch Davidian, sebuah sekte keagamaan yang dicurigai menghimpun senjata dan amunisi gelap, dua pekan lalu. Bagaimana mungkin, tak seorang pun dari mereka keluar dari markas dan menyerah? Padahal, peluang untuk itu tak sebentar: 51 hari markas sekte itu dikepung, berbagai upaya agar mereka menyerah dilakukan, sebelum tank menyerbu masuk. Apa sebenarnya yang terjadi? Inilah tampaknya contoh terbaru sekte keagamaan fanatik yang muncul di Amerika, yang para pengikutnya siap melakukan apa saja kata pemimpin. Dalam Branch Davidian ini, pemimpin itu bernama David Koresh, lelaki yang konon menderita psikopat, yang mengaku dirinya adalah Yesus Kristus. ''Cucuku yakin bahwa Koresh adalah Tuhan,'' kata Olive Gyarfas, seorang kakek yang cucu dan cicitnya ikut hangus. Cucu itu bernama Asiha Gyarfas, 17 tahun, yang tewas dalam bunker bersama bayinya yang baru berumur 12 bulan. ''Tuhan'' itulah tampaknya yang membuat mereka tak mempan dibujuk, dipaksa, ditawari untuk menyerah. FBI, misalnya, pernah memasang pengeras suara di dekat bunker untuk memuntahkan lagu-lagu mars dan lagu-lagu Nancy Sinatra. Maksudnya, kebisingan itu diharapkan membuat Koresh dan pengikutnya menyerah. Hanya sembilan orang yang tak kuat melawan suara bising, dan muncul dengan kedua tangan terangkat ke atas. Selebihnya adalah orang-orang yang teguh ''iman''-nya, yang lebih takut pada hukum David Koresh daripada hukum Amerika. ''Mereka yakin akan mendapat hukuman dari Tuhan jika meninggalkan tempat itu,'' tutur Ian Manning, yang dua saudara tirinya ikut tewas terbakar. ''Peter dan Nicole itu orang pintar tapi otak mereka telah dicuci.'' David Koresh memang melakukan yang biasanya dilakukan oleh para pemimpin sempalan yang mengultuskan pemimpinnya: menarik garis tegas antara pengikutnya dan masyarakat. Menurut Koresh, ia adalah orang suci sedangkan pemerintah AS adalah setan, dan karena itu tidak ada yang bisa menjembatani keduanya. Inilah cara membuat para pengikut tak punya gantungan selain dirinya. Tahap berikut, mengindoktrinasi para pengikut itu hingga menjadi robot yang siap disuruh apa saja, kapan saja. Menurut pengikut Koresh yang selamat, sang pemimpin banyak memberikan ajaran yang bersumber dari Kitab Wahyu kepada Johannes. Kitab paling akhir dari Perjanjian Baru ini berkisah tentang akhir dunia dan mereka yang selamat. Dan mereka yang selamat itu adalah orang yang mendengarkan serta melakukan kesaksian Yesus Kristus. Koresh banyak mengutip Kitab Wahyu Pasal V sampai VII dalam ceramahnya maupun dalam kaset video yang ia sebarkan sampai ke Australia. Sebenarnya, kitab Wahyu yang menyatakan waktu kiamat sudah dekat itu oleh banyak kalangan dianggap mengandung banyak misteri. Santo Jeronimus yang menerjemahkan Alkitab dari bahasa Ibrani ke bahasa Latin mengatakan, Kitab Wahyu mengandung banyak misteri, baik isi maupun kata-katanya. Itu sebabnya beberapa sekte Kristen tidak memasukkan Kitab Wahyu dalam Alkitab mereka. Dalam Pasal V, misalnya, disebutkan seorang keturunan Daud telah dipilih Tuhan untuk membuka gulungan kitab bersegel tujuh meterai suci yang berisi penghukuman pada hari kiamat. Penghukuman itu kemudian diuraikan dalam Pasal VI. Sedangkan Pasal VII berkisah tentang permintaan keturunan Daud pilihan Allah itu agar malaikat maut menunda perusakan bumi dan laut sebelum membebaskan umat pilihan lainnya. Dan lebih dari itu semua, seperti sudah disebutkan, David Koresh mengaku dialah Yesus Kristus yang telah turun kembali ke Bumi untuk menyelamatkan orang-orang pilihannya. ''Jika Alkitab benar, aku adalah Kristus,'' demikian konon Koresh berkhotbah. Kegilaan Koresh tak cuma terbatas dalam markasnya. Dalam dua surat terakhirnya yang diserahkan kepada FBI, dua surat yang disebutnya sebagai ''surat dari Tuhan'', Koresh menegaskan ia adalah Kristus sang penyelamat. ''Aku menawarkan kepadamu meterai suci. Berani sekali kalian melawan undangan keselamatanku .... Siapa yang engkau lawan? Hukum adalah milikku, kebenaran adalah milikku .... Aku adalah Tuhan kalian dan kalian akan menyembah kakiku. Aku adalah hidup dan matimu .... Engkau pikir engkau punya kekuatan untuk menghentikanku ...?'' tulis surat pertama tertanggal 10 April. Sedangkan lewat surat kedua, Koresh menyatakan bahwa ia adalah pencipta surga maupun dunia. Dan karena itu akhir dunia pun berada di tangannya. ''Engkau punya kesempatan untuk mempelajari penyelamatanku. Jangan menempatkan dirimu untuk melawanku .... Kenapa engkau harus hilang?'' tulis surat kedua tertanggal 12 April yang ditandatangani dan dibubuhi nama Yahweh Koresh. Sebenarnya David Koresh memang pengkaji Alkitab yang tekun. Sejak masih sekolah di Dallas, ia sudah keranjingan membaca Alkitab dan mampu mengingat ayat-ayat yang panjang sekalipun. Lahir dengan nama Vernon Howell, pria yang dibesarkan tanpa bapak ini acuh tak acuh dengan pelajaran sekolah, yang membuat ia putus sekolah dari SMA. Keluar dari sekolah, ia menemukan kegiatan yang menyenangkannya: menyebarkan ajaran sekte Branch Davidian, sempalan dari Gereja Advent Hari Ketujuh. Pada mulanya Vernon Howell memang aktivis Gereja Advent Hari Ketujuh. Sampai suatu ketika ia dikeluarkan dari gereja ini dengan sebab yang tak jelas. Karena inilah Vernon Howel bergabung dengan Branch Davidian dan mengubah namanya menjadi David Koresh. Adapun Branch Davidian punya cerita sendiri. Adalah pengikut Advent Hari Ketujuh bernama Victor Houteff, imigran Bulgaria yang bermukim di Los Angeles. Suatu hari, tahun 1929, ia dipecat oleh Gereja Advent Hari Ketujuh, setelah berdebat dengan pimpinan Gereja Advent mengenai Kitab Wahyu. Houteff lantas membuat komunitas sendiri di atas tanah seluas 76 ha di luar Kota Waco, Texas. Nama yang ia berikan kepada komunitasnya itu adalah Davidian Seventh-day Adventist karena ia percaya bahwa Kerajaan Daud (David) akan berdiri kembali di dekat Texas. Setelah Houteff meninggal tahun 1955, istrinya, Florence Houteff, menjadi pimpinan dalam komunitas itu. Masih dibayang- bayangi oleh Kitab Wahyu, Florence kemudian menyatakan bahwa hari kiamat akan tiba pada tanggal 22 April 1959 --juga tanpa alasan yang jelas. Waktu itu, kabarnya, banyak orang yang menjual barang-barang miliknya dan bergabung dengan Florence. Tapi 22 April lewat begitu saja dan Texas tetap utuh, sehingga sekitar 450 anggota sekte itu terpecah belah. Mereka yang tetap tinggal di situ kemudian dipimpin oleh Benyamin Roden, ahli waris Houteff. Mungkin Benyamin Roden merasa kelompok yang dipimpinnya tak otentik mewakil sekte Davidian Houteff, karena hanya merupakan sempalan dari sekte itu. Maka, ia pun menamakan kelompoknya sebagai Branch Davidian. Dan Roden segera mengklaim dirinya sebagai penerus Raja Daud. Roden meninggal tahun 1978, dan Branch Davidian dipimpin oleh istrinya, Lois. Karena Lois inilah Vernon Howell, yang masuk ke sekte ini tahun 1984, punya peran cukup menonjol. Kabarnya, anak muda itu bisa menarik hati Lois, konon malah berpacaran dengannya. Karena itulah Vernon berebut kepemimpinan dengan George Roden, putra Benyamin dan Lois Roden. Pada awalnya Vernon kalah, dan bersama sejumlah pengikutnya ia terpaksa menyingkir dari Waco. Kesempatan kemudian muncul, Vernon memimpin pengikutnya menyerbu markas Roden. Serangan itu sukses. Malah kemudian Roden ditangkap oleh polisi dan ditetapkan menderita sakit jiwa oleh pengadilan. Setelah menguasai markas Branch Davidian, ia mengganti namanya dari Vernon Howell menjadi David Koresh. Koresh merupakan nama Ibrani untuk Cyrus, raja Persia yang mengizinkan orang Yahudi kembali ke Israel setelah terperangkap di Babylonia. Sebagai pemimpin, ia kemudian menghimpun makanan dan amunisi untuk menghadapi kiamat, yang katanya dimulai dengan perang nuklir. Dan sebagai ''Kristus'', ia lantas mengajak pengikutnya agar tak menyerah melawan orang-orang di luar tempat persembunyian mereka. Dan dengan imajinasinya sendiri, orang yang kemudian oleh FBI disimpulkan sebagai penderita psikopat itu mengembangkan sendiri Branch Davidian yang ia pimpin. Koresh tak cuma menghias gerejanya dengan gambar Yesus. Ia pun memasang, antara lain, gambar gitaris rock Ted Nugent dan kelompok band heavy metal Megadth. Dulu, ketika masih bernama Vernon Howell, Koresh memang sudah mencintai musik keras, bahkan ia pemain gitar yang dapat diandalkan. Tak heran bila ia kemudian memilih lagu-lagu rock sebagai nyanyian wajib di gerejanya ini. Ia juga berulang kali memutar kaset-kaset video kegemarannya tentang Perang Vietnam, antara lain Platoon, Full Metal Jacket, dan Hamburger Hill. Dan kemudian pelan-pelan kegilaannya pun diwujudkan. Ia pisahkan para pengikutnya: pria berkelompok dengan pria, dan wanita demikian juga. Bahkan Koresh melarang hubungan seks di antara mereka, tanpa kecuali. Maka, suami-istri pun harus berpisah. Adapun bagi dia sendiri, berlaku hak istimewa: ia boleh, dan konon malah wajib, berhubungan seks dengan wanita yang ia inginkan. Koresh dikabarkan memiliki 19 istri, dan banyak anak di bunker merupakan keturunan Koresh. Aturan lain, pengikut tak boleh minum bir, sedangkan Koresh sendiri boleh menenggak bir setiap saat. Memang ia tetap melakukan penginjilan, atau tepatnya menakut- nakuti pengikutnya tentang hari kiamat yang akan tiba. ''Ia mengembangkan krisis mental dengan terus-menerus bercerita tentang hari kiamat dan mengajak pengikut untuk siap melawan penyerang yang datang dari luar tembok,'' kata Rick Ross, penasihat bagi bekas pengikut Branch Davidian. Untuk mempertahankan bunker, Koresh menyiapkan para pengikutnya dengan memerintah mereka melakukan latihan fisik, misalnya lari halang-rintang. Tak lupa ia terapkan diet vegetarian yang ketat sebagai latihan menghadapi kekurangan bahan pangan. Hari-hari di bunker diisi dengan kerja keras dan belajar Alkitab berjam- jam -- bahkan sering dari pagi hingga tengah malam tanpa makan atau tidur sepicing pun. Para pria wajib bekerja membangun bunker, sedangkan kaum wanita bertugas membereskan pekerjaan rumah tangga dan mendidik anak- anak yang tak pernah diajak keluar dari tembok. Tidak ada siaran televisi dan tidak ada acara ulang tahun. Untuk menutupi biaya operasional, para pengikut mengumpulkan sumbangan dari hasil kerja di luar bunker. Sedangkan orang-orang tua yang tak mampu lagi bekerja wajib memberikan santunan sosialnya kepada Koresh. Dengan metode seperti itu, orang tak lagi sempat memikirkan soal-soal yang lain dan bersikap pasrah. ''Tahap demi tahap, kau menyerahkan semua yang ada dalam hidup,'' kata Lisa Gent, ibu yang dua anaknya menjadi pengikut Koresh dan tewas. Tak jelas bagaimana caranya Koresh merekrut para pengikutnya yang diperkirakan hanya sekitar 100 orang itu. Kabarnya, pada tahun 1988, ia berkunjung ke Australia untuk menyebarkan ajarannya. Menurut majalah Newsweek, pengikut Koresh memang tak cuma orang Amerika, melainkan juga orang Australia, Inggris, Selandia Baru, Filipina, dan Israel. Hingga saat ini, masih belum terungkap apakah ledakan yang menyebabkan kebakaran di bunker Koresh hanya karena kecelakaan atau memang sudah disiapkan Koresh. Satu versi mengatakan, kendaraan lapis baja FBI menabrak tabung gas yang segera disambar oleh api dari lentera minyak. Tapi FBI yakin bahwa Koresh sudah menyiapkan kehancurannya jika diserang FBI. Hasil pemantauan sensor panas FBI menunjukkan bahwa ada tiga percikan api pada saat yang bersamaan sebelum terjadi ledakan besar. Fakta lain yang menurut FBI menunjukkan bahwa Koresh memang mempersipakan bunuh diri masal adalah anak-anak sebenarnya bisa diselamatkan. Soalnya, di dekat bunker itu terdapat rongsokan bis yang bisa digunakan untuk menyelamatkan diri. ''Jika Koresh memang ingin menyelamatkan pengikutnya, rongsokan bis itu bisa menjadi tempat berlindung,'' kata Jeff Jamar, agen FBI yang ikut dalam serangan. ''Orang-orang itu meninggal karena Koresh membunuh mereka. Koresh telah mengendalikan hidup mereka,'' tambah Jamar. Apa pun fakta yang nanti bakal diungkapkan, bunuh diri masal memang menjadi ciri sekte yang mengultuskan pemimpinnya. Diputuskannya hubungan mereka dengan istri atau suami, kemudian dengan masyarakat, tampaknya merupakan persiapan untuk menuju ke satu kemungkinan saja bila terjadi apa-apa: mati secara bersama-sama. Liston P. Siregar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus