Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Instruksi memburu uang negara

Korps kejaksaan digerakkan untuk menyelamatkan uang negara. bukan hanya membongkar kasus korupsi. kini juga mengurusi kredit macet dan dana bumn yang ditilep pengusaha.

8 Mei 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UANG negara yang tak efektif ternyata berserakan. Jumlahnya hampir tak terhitung. Yang ''terbakar'' korupsi saja mencapai satu triliun. Menurut Jaksa Agung Singgih, seusai menghadap Wakil Presiden Selasa dua pekan lalu, hanya 5 sampai 10% kerugian yang diderita negara selama Pelita V hingga Maret 1993 itu bisa kembali. Dengan susah payah ini dijaring dari 1.827 kasus korupsi. Namun uang negara yang mesti diselamatkan ternyata bukan hanya uang negara yang dikorup. Uang negara yang menyelip ini termasuk kredit macet dan dana BUMN (badan usaha milik negara) yang terancam hilang karena dikemplang partner bisnisnya. Inilah yang hingga kini belum terdata rinci secara rinci. Namun jumlahnya diperkirakan Jaksa Agung Singgih mencapai triliunan rupiah. Untuk mengembalikan uang yang hilang itu, menurut Singgih, aparat kejaksaan di seluruh Indonesia akan dikerahkan. Caranya, tidak hanya dengan instrumen hukum pidana seperti dalam menangani kasus korupsi selama ini. Pemburuan juga akan digencarkan melalui instrumen hukum perdata. Dengan kata lain, para jaksa akan menjadi pengacara BUMN, mengajukan gugatan ke pengadilan, atau melakukan negosiasi langsung bak lawyer profesional. Fungsi selaku pengacara mewakili instansi pemerintah di dalam dan di luar pengadilan memang sesuai dengan Pasal 27 (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan RI. Pasal ini memberi wewenang pada jaksa di bidang hukum perdata dan tata usaha negara untuk bertindak sebagai pengacara negara. Kini, di tiap provinsi, kejaksaan setempat aktif menjemput bola. Akibatnya, selama 1993 ini (sampai kuartal pertama) jumlah gugatan perdata yang ditangani kejaksaan di daerah- daerah meningkat. Di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, perkara perdata melonjak dari 19 perkara (1992) menjadi 23 perkara. Di Jawa Barat, sampai April 1993 jumlahnya mencapai 23 perkara. Melonjaknya jumlah perkara itu dibenarkan Suparman, Kepala Humas Kejaksaan Agung. ''Sejak diberlakukannya Undang-Undang Kejaksaan yang baru, penanganan perkara perdata rata-rata naik sekitar 50% tiap tahunnya.'' Kejaksaan Agung sendiri kini sedang manangani 129 perkara perdata. Sebanyak 86 perkara masuk ke jalur pengadilan, sedangkan sisanya diselesaikan secara damai. Total nilai gugatan yang masih diproses di pengadilan mencapai Rp 260 miliar. Gugatan dalam bentuk mata uang asing, US$ 4,7 juta, dan DM 2 juta. Ada pula gugatan yang menyangkut barang tak bergerak, seperti tanah dan rumah. Dari 86 kasus yang dibawa ke pengadilan tadi, 28 sudah final. Hasilnya, aset negara senilai Rp 127 milyar dan 9 barang tak bergerak dapat diselamatkan. Dari negosiasi jalan damai, Rp 4,5 milyar uang negara bisa ditarik kembali. Tercatat 58 kasus masih dalam tahap penyelesaian. Kabar kemenangan terakhir datang dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara pekan lalu. Selaku kuasa hukum Pemerintah Kota Madya Bitung, kejaksaan berhasil memenangkan gugatan perdata dalam sengketa pembangunan rumah toko (ruko). Di Jawa Barat, kejaksaan setempat, mewakili perusahaan BUMN Waskita Karya, kini masih terlibat ''perang dalil'' melawan kontraktor PT Utamo. Waskita Karya menuntut bagian pembayaran yang ditahan PT Utamo sebesar Rp 632,31 juta. Sementara itu, di Yogyakarta, kejaksaan setempat sibuk menyelamatkan kliennya, Dinas Vulkanologi, dari gugatan seorang warga dalam sengketa tanah. Gebrakan Singgih memang efektif. Soalnya, biro-biro hukum instansi pemerintah atau BUMN umumnya tak punya tenaga terampil untuk beracara di pengadilan. Selain itu, penggunaan pengacara pelat merah ini tidak memerlukan dana besar karena kejaksaan tidak boleh memungut bayaran. ''Mewakili negara adalah suatu tugas yang mulia, dan itu berarti suatu kehormatan,'' ujar Slamet Tohprojo, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Yogyakarta, kepada Marcelino X. Magno dari TEMPO. Tugas keperdataan kejaksaan memang diperlukan, menimbang pesatnya perkembangan ekonomi yang tidak diimbangi dengan hukum ekonomi yang memadai. Karena itu, mau tidak mau kejaksaan harus siap menghadapi keadaan ini. Namun instruksi Singgih ternyata dijalankan. Menurut Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara dan Perdata, Soehadibroto, ia kini sedang menyiapkan sekitar 600 jaksa yang ahli hukum perdata. Masalah keperdataan, menurut Soehadibroto, bukan hal yang asing di lingkungan korps kejaksaan. Sebab sejak kejaksaan berdiri pada 1922, mereka sudah sering mewakili pemerintah menghadapi gugatan perdata. Sejak berlakunya Undang- Undang Kejaksaan, tugas ini menjadi lebih tegas. Aries Margono, Andy Reza, Asikin, dan Jalil Hakim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus