Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PADA 6 Mei lalu, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan dan tiga anak buahnya membesuk penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, di Singapore General Hospital, Singapura. Novel memberikan foto Ahmad Lestaluhu, yang diduga sebagai penyiramnya pada 11 April 2017.
Polisi lalu menangkap dan memeriksa Ahmad Lestaluhu. Ahmad dilepas lagi karena berhasil meyakinkan polisi bahwa dia sedang menonton televisi saat Novel disiram. Dua bulan setelah kejadian tersebut, polisi belum bisa melacak siapa pelaku penyiraman itu, apalagi mengungkap auctor intellectualis-nya. Kepada tim Tempo di kantornya, 25 Mei lalu, Iriawan menjelaskan kesulitan-kesulitan dalam mengungkap kasus ini. Salah satunya soal gambar closed-circuit television (CCTV) yang tidak memadai.
Mengapa belum ada tersangka penyerangan terhadap Novel Baswedan?
Tidak semua kasus pidana bisa terungkap cepat. Perampokan di Pulomas (Jakarta Timur, 26 Desember 2016), penanganannya mudah. Ada CCTV. Saksi melihat pelaku dan mendengar logat Batak. Ciri-cirinya juga jelas: pelaku pincang. Di kasus Novel, rekaman CCTV kurang, saksi juga tidak melihat langsung pelakunya. Novel sendiri tidak tahu.
Ini sudah dua bulan....
Kami ingin kasus ini selesai cepat. Itu akan menjadi prestasi buat kami. Namun, karena lama begini, orang mengira ada apa-apa. Padahal tidak. Tapi saya yakin ini akan terungkap seiring dengan waktu. Seperti bom Belimbing. Kasus itu tiga tahun baru terungkap. Saya sendiri juga merasa terbebani. Kapolda jago reserse, tapi kasus ini belum terungkap.
Siapa saja yang terlibat dalam tim penyelidikan?
Ini tim gabungan: Kepolisian Daerah Metro Jaya, Kepolisian Resor Jakarta Utara, dan Kepolisian Sektor Kelapa Gading. Markas Besar Kepolisian RI juga membantu. Komandonya dari Rudy Heriyanto Adi Nugroho (Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya). Detasemen Khusus 88 Antiteror membantu. Yang menangkap Ahmad Lestaluhu tim gabungan. Dia diserahkan kepada kami, lalu kami periksa.
Ada saksi yang membenarkan Ahmad Lestaluhu pelakunya?
Enggak ada. Alibinya pun lengkap. Ini juga sudah kami jelaskan ke KPK. Dan kami juga menampung informasi dari kawan-kawan di sana. Mereka juga menurunkan tim. CCTV pun KPK yang ambil. Kami mengkloning, lalu memeriksanya bersama supaya tidak ada fitnah.
Bagaimana dengan sidik jari?
Belum kami dapat.
Bukankah di cangkir air keras pasti ada sidik jari?
Enggak ada. Sidik jarinya susah diambil. Cairan H2SO4 membuatnya hilang.
Anda sudah mendengar informasi bahwa sidik jari dihapus?
Iya. Tapi itu tidak benar.
Apa petunjuk dari Novel?
Dia menunjukkan foto Ahmad Lestaluhu. Foto itu didapat sepekan setelah kejadian. Rupanya, diambil kakak asuh Novel dari Facebook Hasan Hunusalela.
(Hasan Hunusalela adalah salah satu dari dua orang yang diketahui oleh tetangga Novel di Kelapa Gading, Jakarta Utara, mengintai rumah Novel. Satu orang lagi Muhklis Ohorella. Dua pria itu difoto warga saat berada di Jalan Deposito, Kepala Gading, Jakarta-jalan rumah Novel. Hasan dipotret ketika duduk di seberang rumah Novel pada 14 Maret 2017, sedangkan Muhklis diambil gambarnya saat sedang duduk di atas sepeda motor mengamati rumah Novel dari samping Masjid Al-Ihsan, 28 Februari.)
Bagaimana kakak Novel tahu tentang Hasan?
Kakak asuhnya itu anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror. Dia sudah memeriksa Hasan. Mungkin juga dia sudah tahu. Jadi, ketika melihat foto Ahmad Lestaluhu, dia mengira itulah pelakunya. Lalu dia mengirim foto itu kepada Novel. Mungkin supaya kami juga memeriksanya.
Bagaimana dengan foto Hasan?
Sudah lama saya punya foto itu. Foto itu dikirim anak-anak di lapangan. Mereka bilang ada yang mengintai Novel. Saya sempat bilang ke Novel agar dia hati-hati.
Kenapa tak ada polisi yang mengawal Novel?
Ada yang ditugasi menjaga dia, seorang anggota kepolisian yang sudah lama kenal dengan dia. Namun Novel bilang jangan dijaga supaya tidak terlihat paranoid. Di situ saya memarahi dia. Coba kalau dijaga. Akan ada tiga orang yang menjaga. Mereka bawa senjata. Penyiraman pasti tidak akan terjadi.
Kira-kira apa motif penyiraman ini?
Itu yang menjadi pertanyaan. Air kerasnya tidak optimal. Kalau benar-benar keras, kulit langsung melepuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo