Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUMAH mereka bertiga hanya berjarak sepelemparan batu di Kampung Lama, Tulehu, Maluku Tengah-sekitar 25 kilometer dari Kota Ambon. Berdiri satu deret di gang yang sama, rumah Ahmad Lestaluhu dan Muhklis Ohorella berjarak sekitar 50 meter. Sedangkan rumah Muhammad Hasan Hunusalela jauhnya sekitar 100 meter dari rumah Ahmad. Hasan berada di blok sebelah.
Orang-orang menyebut kompleks perumahan itu Maniso. Perumahan tersebut termasuk yang pertama berdiri di Maluku Tengah.
Rumah Muhklis masih mempertahankan arsitektur asli yang dibangun pengembang. Sedangkan rumah Ahmad hingga Jumat pekan lalu tampak sedang direnovasi. Rumah-rumah di kompleks tersebut lebarnya kira-kira 6 meter dengan panjang sekitar 10 meter.
Para tetangga sudah lama tak melihat mereka. Hasan Hunusalela telah lama tidak menginjakkan kaki di Tulehu. Bahkan kakaknya, Nur Hunusalela, tak mengetahui keberadaan adiknya yang kini berumur 25 tahun itu. "Anak itu tidak tahu ada di mana," kata Nur, Jumat pekan lalu. "Sudah lama tidak pulang."
Pada 8 Desember 2011, pria yang bernama alias Untek itu dihukum lima bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon karena terbukti menganiaya seorang pemuda pada awal September tahun itu. Hukuman Hasan dikurangi Mahkamah Agung menjadi 3 bulan 15 hari.
Seperti Hasan, Ahmad pun sudah lima tahun tak mudik. Menurut kerabat perempuan Ahmad yang menolak ditulis namanya, Ahmad merantau ke Jakarta dan mengabarkan kepada kerabatnya bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah hotel.
Dari penelusuran Tempo, Ahmad bekerja di Hotel Classic di kawasan Sawah Besar, Jakarta. Di tempat kerjanya, ia lebih populer dengan panggilan Denis. Di Ibu Kota, ia juga membantu bibinya, seorang polisi wanita di Kepolisian Daerah Metro Jaya. "Di Jakarta, kerjanya menghasilkan dan sering ikut Bibi," katanya. Siapa si Bibi, kerabatnya itu menolak menyebutkan identitasnya.
Hanya Muhklis Ohorella yang pernah pulang kampung sejak merantau ke Jakarta. Menurut seorang tetangganya, Muhklis mudik ke Tulehu pada Lebaran dua tahun lalu.
Muhklis hijrah ke Jakarta mengikuti pamannya, Muhammad Yusmin Ohorella. Semula Yusmin adalah polisi yang mengurus penggajian di Kepolisian Resor Ternate. Kini Yusmin berpangkat brigadir kepala di Satuan Reserse Mobil Polda Metro Jaya.
Mengendarai sepeda motor Honda putih milik Yusmin, Muhklis tertangkap kamera saat berkeliaran di sekitar rumah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, di Jalan Deposito T, Kelapa Gading, Jakarta Utara, beberapa pekan sebelum Novel disiram air keras oleh dua penunggang sepeda motor pada 11 April 2017.
Seorang tetangga Novel memotretnya saat Muhklis duduk di atas sepeda motor di samping Masjid Al-Ihsan pada 28 Februari lalu. Masjid Al-Ihsan tempat Novel setiap pagi melakukan salat subuh berjemaah.
Hasan juga terekam kamera sedang duduk di seberang rumah Novel, yang dipisahkan saluran air, pada 14 Maret lalu. "Pandangannya terus tertuju ke rumah Novel," kata seorang saksi. Tetangga lain menyebutkan mereka terlihat menguntit pembantu rumah tangga Novel ketika ke luar rumah.
Sedangkan Ahmad diyakini mirip dengan seorang pria yang berkeliaran di sekitar rumah Novel beberapa hari sebelum kejadian. Seorang saksi mengatakan melihat seorang lelaki berperawakan gempal seperti Ahmad di dekat masjid beberapa saat sebelum Novel disiram air keras.
Muhklis dan Hasan tak bisa dihubungi lewat telepon seluler. Rumah Yusmin yang alamatnya tertera dalam dokumen sepeda motor yang ia pakai juga tak ada. Yadi, ketua RT setempat, mengatakan Yusmin jarang datang ke rumahnya itu. "Dia hanya membuat KTP di sini," kata Yadi.
Hanya Ahmad yang bisa dikontak. Ia menyanggah tudingan menyiram Novel dengan air keras. "Itu fitnah," ujarnya lewat telepon. "Saya tak pernah ke Kelapa Gading." Walau begitu, ia memastikan kenal dengan Muhklis dan Hasan. "Kenal aja," katanya.
Anton Septian, Fransisco Rosarians, Gadi Makitan, Khairiyah Fitri (Ambon)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo