Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir mendesak pemerintah segera membentuk lembaga donor organ untuk cegah jual beli ginjal ilegal.
Desakan ini disampaikan KPCDI menanggapi kasus jual beli organ, salah satunya ginjal. "Agar setiap orang yang mau mendonorkan organ memiliki tujuan yang tepat demi menyelamatkan ratusan ribu pasien di indonesia," ujar Tony, Selasa 25 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan adanya lembaga donor organ, pemerintah juga harus membuat sistem daftar tunggu pasien, registrasi donor, skala prioritas, dan kartu pendonor agar pendataannya profesional, seperti yang dilakukan negara maju lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tony melihat berulangnya kasus seperti ini adalah bentuk lambatnya implementasi ragam kebijakan yang dilakukan pemerintah. Ketiadaan lembaga donor organ membuat banyak orang Indonesia kebingungan mendonorkan organnya. Akibatnya mereka dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
"Ini salah satu bentuk lambatnya pemerintah untuk mengeksekusi dari setiap kebijakan yang sudah ada. Akibatnya donor ilegal semakin marak dan sulit untuk ditekan,” ujarnya.
Tony menjelaskan, ginjal merupakan salah satu organ dalam yang paling diminati oleh banyak pihak. Bagi orang dengan penyakit ginjal kronik dan sedang menjalani terapi cuci darah (hemodialisis), transplantasi ginjal menjadi jalan keluar satu-satunya jika ingin memiliki kualitas hidup yang lebih baik layaknya orang sehat.
Transplantasi ginjal juga memiliki keuntungan dari sisi pembiayaan jika dibandingkan dengan cuci darah. Contohnya, kata Tony, untuk sekali cuci darah pasien membutuhkan anggaran sebesar Rp1 juta—dan harus dilakukan 2-3 kali dalam satu minggu. "Jika ditotal tentu dalam satu tahun, per pasien cuci darah bisa menghabiskan anggaran ratusan juta," ucapnya.
Untuk biaya transplantasi ginjal, anggaran yang saat ini ditanggung oleh BPJS Kesehatan mencapai Rp420 juta.
“Seharusnya ini bisa jadi jalan keluar bagi negara. Dari kasus ini kita belajar bahwa sudah saatnya Indonesia memiliki lembaga khusus donor organ, sama halnya seperti donor darah. Mau donor darah sukarela, datangnya ke PMI. Begitu juga dengan donor ginjal, ada lembaga mengaturnya," kata Tony.
KPCDI mengapresiasi langkah kepolisian dalam menindakan tegas pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jual beli ginjal ke Kamboja. Polisi telah menetapkan 12 orang sebagai tersangka dalam kasus penjualan organ ginjal jaringan Kamboja di Kecamatan Tarumaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
“Kita bersepakat dan mendukung aparat penegak hukum dalam melakukan penindakan dan ini harus diapresiasi,” kata Tony.
Namun Tony memperkirakan penindakan ini bukanlah akhir dari kasus-kasus perdagangan manusia, khususnya penjualan organ ginjal. Dalam beberapa tahun terakhir, kejadian serupa terus saja berulang dan menandakan adanya kelemahan sistem dari negara dalam melindungi segenap kepentingan warganya untuk kesehatan.
Dia khawatir ke depan akan banyak orang yang ingin mendonorkan organnya secara sukarela menjadi takut. Pihak rumah sakit dan dokter juga bisa saja menolak melakukan operasi transplantasi ginjal karena khawatir organ yang didapatkan terindikasi dari donor ilegal.
“Jangan sampai orang baik yang ingin mendonasikan ginjal secara sukarela jadi takut karena dicurigai ada unsur jual beli ginjal. Begitu juga rumah sakit dan dokter, akhirnya menolak calon resipien dan donor yang bukan dari keluarga. Padahal, keselamatan pasien adalah hukum tertinggi di negeri ini,” ujarnya.
JONIANSYAH HARDJONO
Pilihan Editor: Orang yang Mau Menjual Ginjal ke Kamboja Harus Penuhi Sejumlah Syarat