Lain pejabat lain kebijakan. Pola lama ini berlaku juga dalam kasus penculikan aktivis. Komandan Pusat Polisi Militer ABRI saat itu--sekarang Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen--Mayjen Sjamsu Djalaluddin, menegaskan bahwa berita acara pemeriksaan 11 anggota Kopassus yang merupakan tersangka dalam kasus penculikan aktivis sudah akan diserahkan ke oditur militer, minggu lalu, tetapi Mayjen Djasri Marin, komandan yang baru, rupanya punya kebijakan lain. Menurut Djasri, berita acara yang dibuat Sjamsu sesungguhnya belum sempurna, hingga Pusat Polisi Militer (Puspom) masih harus menyusun dan mempelajarinya kembali. "Masih banyak kelemahan dan kekurangan data pada berkas itu," tutur Djasri. Maka, penyerahan berita acara pun tertunda.
Di tengah kemacetan lalu lintas berkas di pihak militer itu, Koordinator Kontras, Munir, malah menolak rencana penggelaran mahkamah militer. Alasannya, hanya menyangkut penculikan 9 aktivis, dan hingga kini nasib 13 korban lainnya masih belum jelas. "Kami yakin, pelaku penculikan 9 aktivis dengan 13 lainnya itu sama," tutur Munir. Buktinya, beberapa korban penculikan yang sudah dilepas ternyata pernah bertemu atau melakukan kontak dengan beberapa dari 13 korban yang masih hilang itu, di tempat penyekapan yang sama. "Dalam hal ini Puspom jelas tidak serius," ujar Munir. Bukan saja soal korban, tapi juga pengusutan pelakunya. Ada beberapa tersangka yang sampai saat ini ternyata masih bebas berkeliaran. Beberapa orang bekas korban penculikan telah menyatakan pernah bertemu secara tidak sengaja dengan mereka di bus kota Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini