SELASA minggu lalu Perhimpunan Kedokteran Lalulintas Indonesia
(PKLI) resmi berdiri di Jakarta. Di antara tujuannya, organisasi
ini ingin menggalakkan dan mengembangkan usaha terciptanya
keselamatan dan ketertiban lalulintas darat.
Kelahiran PKLI agaknya merupakan usaha lanjutan pihak kepolisian
dan ahli-ahli lalulintas untuk mengamankan para pemakai jalan.
Sejak beberapa waktu lalu misalnya di kantor Dinas Lalulintas
Polri di Jalan Gatot Subroto Jakarta telah disediakan sebuah
klinik bagi para calon pengemudi kendaraan yang ingin mendapat
SIM umum. Menyusul kemudian klinik serupa di Kodak Metro Jaya.
Di sebuah ruangan yang tak begitu lebar di klinik tadi para
calon pengemudi diuji ketajaman penglihatan, ketrampilan, emosi,
daya konsentrasi, ketepatan reaksi terhadap berbagai pengaruh
dan macam-macam yang berkaitan dengan kesibukan seorang supir.
Sebelumnya juga diteliti apakah si calon mempunyai cacat tubuh
yang dapat mengganggu profesinya sebagai pembawa kendaraan. Di
samping ada pula sebuah alat bernama Judgement Reaction Testor,
untuk mengetahui apakah peminta SIM mempunyai kebiasaan
"cenderung celaka" accident prone) atau tidak.
Di Lapangan
Seorang calon yang diuji didudukkan di depan alat ini. Sebuah
bola bergerak dengan kecepatan tertcntu. Melewati daerah tak
tembus pandang, si calon memperkirakan apakah bola tadi sudah
sampai pada lubang di bagian tak tembus pandang. Lalu ia menekan
tombol. Tepat atau tidak bola sampai di lobang dengan penekanan
tombol dicatat komputer.
Di sebelah alat itu ada alat penguji ketepatan reaksi terhadap
pengaruh luar. Kedua tangan si teruji memegang tombol, begitu
juga kaki. Di depannya ada lampu menyala berwarna merah, kuning
dan biru. Diselingi suara, lampu-lampu itu akan menyala dan si
teruji harus menekan tombol sesuai dengan warna lampu yang
menyala saat itu.
Menurut Kepala Klinik Pengemudi Dinas Lalulintas Polri, Kapten
Pol. dr Pamudji Santoso, dari 1.000 peminta SIM umum di
kliniknya ada 55,2% yang sama sekali tak mempunyai kecendrungan
celaka. Sebanyak 21,3% pemohon ditolak karena memiliki
kecendrungan itu, sedang 23,5% meragukan walau dikabulkan juga.
Kata Pamudji, apa yang terlihat dalam test, sejalan dengan yang
terjadi di lapangan. Ini sudah dibuktikan dr. Aryono, Kepala
Dinas Ambulans DKI: kecelakaan banyak dibuat mereka yang hasil
testnya buruk. Hal serupa terlihat juga di kalangan para
pengemudi bis kota PPD. Menurut Pamudji, secara garis besar ada
4 penyebab kecelakaan yang datang dari diri si pengemudi. Yaitu
kecakapan jasmani dan rohani yang kurang, tak sepenuhnya
menguasai peraturan LL, kurang taat pada peraturan LL dan kurang
trampil menguasai kendaraan.
Menurut data di klinik pengemudi itu, dari 1.000 orang peminta
SIM umum, ada 798 orang yang berusia antara 21-30 tahun. Dari
data lain menunjukkan justru para pengemudi pada usia tersebut
paling banyak membuat kecelakaan. Ditunjukkan juga, 16,38% dari
jumlah kecelakaan disebabkan kesalahan mendahului kendaraan lain
dan 15,22 karena kesalahan pada waktu didahului kendaraan lain.
Kecelakaan karena kesalahan mengubah arah menempati porsi 9,57%,
karena melampaui batas kecepatan sebanyak 13,98%, sedangkan 6,7%
karena tak mau memberi jalan ke pada kendaraan lain yang
semustinya diberi prioritas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini