Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Keajaiban MySpace

"DUNIA itu datar," ujar penerima Pulitzer tiga kali, Thomas L. Friedman. Maka, arus komunikasi pun berlangsung sejajar. Janet Jackson bisa mengontak Bob Dylan sambil mendengarkan lagu terbaru sang legenda, dan Dylan pun bisa mendengarkan lagu kelompok Cranial Incisored (CI) sembari bertukar kabar. Jika nama terakhir terasa asing di telinga Anda, harap maklum. CI adalah kelompok jazz-metal asli Yogyakarta yang baru merilis album di Amerika dan Kanada.

Di situs MySpace.com, semua keajaiban komunikasi itu bisa terjadi. Serial televisi yang belum tampil di kanal televisi NBC lebih dulu menyapa dunia lewat tayangan webisode. Tak mengherankan jika kunjungan halaman (page view) untuk situs ini tercatat satu miliar per hari, hanya terlewati oleh Yahoo! yang menempati posisi teratas. Sang pemilik, taipan media Rupert Murdoch, pun menikmati keajaiban "situs nongkrong" yang mencatat pertumbuhan terpesat di dunia ini.

25 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JIKA pemeo "hidup dimulai saat berumur 40" mau dipercaya, maka titik nol kehidupan Janet Jackson dimulai Selasa pekan ini. Bukan karena ia genap berusia empat dekade-peristiwa itu sudah dilaluinya 16 Mei lalu-melainkan karena album terbarunya, 20 Y.O. (baca: twenty years-old), beredar serentak di seluruh dunia pada 26 September.

Bagi adik bungsu Michael Jackson itu, peredaran album anyar jauh lebih penting dibandingkan pesta ulang tahun yang berkobar. Maklum, sejak insiden ketika Justin Timberlake "secara tak sengaja" menyibak bra kanannya di stadion Super Bowl dua tahun lalu, pamor Janet langsung terendam "lumpur panas" caci maki yang muncrat dari berbagai belahan bumi.

Lewat video jurnal yang kini ditayangkan MySpace.com terlihat jelas kegembiraan Janet lewat pesannya-sengaja tidak diterjemahkan untuk mempertahankan gaya tuturnya-berikut ini: Hey u guys, It's me again, how are u? I can't tell u how great u all have been. Showing me so much love with all of your notes on the website. I love reading what u have to say. And guess what? You made my US Magazine cover the biggest selling cover in the history of the magazine! Thank u soooo much. I'm so excited for everything that we have coming up.

Lebih jauh lagi, klip video terbaru, Call On Me, Janet bahkan sudah bisa ditonton anggota MySpace tanpa perlu memelototi layar televisi. Pertanyaannya kini adalah: siapakah yang paling bahagia sekaligus diuntungkan oleh moda komunikasi interaktif seperti ini? Fans Janet? Janet sendiri? Atau, justru dua sahabat, Tom Anderson dan Chris DeWolfe, yang mungkin tak pernah menyangka situs mereka, kini menjadi "tempat nongkrong virtual" terbesar bagi raksasa dunia hiburan seperti Janet Jackson atau Bob Dylan maupun 2,2 juta musisi independen, ribuan sineas amatir, dan sekitar 8.000 komedian.

Sejak pertengahan tahun lalu, frekuensi lalu lintas menuju MySpace sudah mengalahkan Google menurut perhitungan comScore Media Metrix. Jika kunjungan halaman (page view) yang menjadi patokan, maka halaman MySpace yang dilongok satu miliar kali sehari itu, posisinya hanya bisa dikalahkan oleh situs veteran, Yahoo! Sementara jika ditandingkan secara horizontal dengan sesama "situs gaul" (social-networking sites) seperti Friendster, Bebo, atau Xanga, dominasi MySpace terlihat begitu perkasa dengan menguasai 82 persen pasar berdasarkan data Hitwise, situs pelacak internet terkemuka. Puncak dari semua data mencengangkan itu adalah: MySpace baru berusia tiga tahun!

Adakah duet Tom-Chris merupakan Midas baru di ranah maya setelah era Jerry Yang dan David Filo yang mendirikan Yahoo! satu dekade silam?

l l l

"CHRIS menyelamatkan saya dari pengangguran seumur hidup," ujar Tom Anderson, 30 tahun, seperti dikutip Fortune edisi 4 September 2006. Meski menggenggam gelar sarjana sastra Inggris dari Berkeley, cinta sejati Tom terpasak pada musik. Ia bergonta-ganti kelompok rock, biasanya sebagai vokalis. Tentu saja, tak ada yang sukses. Nyaris frustrasi, Tom akhirnya masuk sekolah film agar punya kegiatan kreatif.

Terpepet oleh kebutuhan hidup dan utang kanan-kiri yang kian menggunung, Tom terpaksa menerima pekerjaan sambilan sebagai tukang uji untuk produk-produk Xdrive, sebuah perusahaan penyimpanan data. Ia digaji US$ 20 per jam. Tom mengaku benci dengan produk Xdrive, tapi terinspirasi oleh gaya kerja kepala bagian pemasaran dan penjualan yang lebih tua 10 tahun darinya: Chris DeWolfe.

Ketika Xdrive bangkrut pada tahun 2000, Chris mengajak Tom berkongsi membuat perusahaan internet marketing bernama Response Base. Naluri bisnis Chris, alumnus Marshall School of Business dari University of South Carolina, kali ini jitu. Hanya dalam setahun, kinerja Response Base meroket tinggi di tengah bergugurannya euforia dotcom saat itu. Namun, menjelang akhir 2002, sebuah pikiran lain mengganggu Tom. "Saya perhatikan situs-situs gaul seperti BlackPlanet, AsianAvenue, bahkan Friendster dikelola secara sempit," katanya. Di kepalanya sudah terbayang sebuah cara baru dalam mengoperasikan situs gaul yang lebih disukai generasi muda.

Setelah Chris bisa diyakinkan, Response Base dijual kepada eUniverse dengan harga jutaan dolar (harga resmi tak pernah diungkapkan). Otak bisnis Chris kembali merancang rencana bisnis berdasarkan ide gila Tom: sebuah situs kongkow-kongkow berbasis musik, dan bersifat terbuka karena semua isi dikelola anggota. Situs baru yang diluncurkan pada Juli 2003 ini diberi nama MySpace.

Setiap orang yang pertama kali mempelajari profil MySpace sulit untuk menghindari kesan "sableng" yang muncul dari cara kerja Tom-Chris. Mereka mengunjungi berbagai kelab musik di Los Angeles setiap malam, dari memantau jenis-jenis musik baru yang muncul sampai berkenalan dengan para musisi.

Tak lupa mereka mengundang band-band lokal dan para pemilik klub untuk membuka "kapling" di MySpace sekadar untuk memberi tahu kabar masing-masing. Misalnya, bagaimana konser semalam atau rencana konser berikutnya, juga kapan album berikutnya dibuat. Lalu band-band itu diminta untuk mengundang "teman" mereka yang lain agar bergabung, dan mengundang "teman" lainnya lagi, dan "teman" berikutnya, sampai akhirnya Agustus lalu jumlah "teman" mencapai... 100 juta!

Tapi, apa asyiknya jika semua "teman" berkumpul hanya bertukar teks dan smiley? Maka, Tom dan Chris mengatur agar setiap kapling digital itu cukup leluasa untuk disisipi file alias berkas audio atau film-film pendek berupa potongan konser atau proses latihan di studio. Di tengah arus era multimedia seperti sekarang, tiba-tiba saja kapling itu menemukan fungsinya yang lain: sebagai arena promosi yang bisa diakses dari seluruh belahan dunia; bahkan sebuah "lapak digital", tempat transaksi bisa terjadi (baca: Lapak Digital Pasar Global).

Setelah beberapa bulan pertama konsep itu berjalan, pemilik eUniverse yang membeli Response Base sempat meledek pola user-driven yang dianut MySpace. "Kalian nggak mungkin mendapatkan uang dengan cara mengelola situs seperti itu," ujar DeWolfe mengenang. Untungnya, pertumbuhan jumlah anggota MySpace dibarengi dengan melambannya kinerja Friendster, kompetitor terdekat yang saat itu lebih populer. "Waktu mengunduh halaman kami 20-30 detik dibandingkan MySpace yang hanya 2-3 detik," keluh Presiden Friendster, Kent Lindstrom.

Keunggulan lain MySpace yang tak dimiliki Friendster adalah penerimaan anggota yang sangat personal. Begitu seorang anggota baru membuka account di MySpace, maka "teman" pertama yang akan menyapa adalah Tom Anderson sendiri, bukan dari tim manajemen seperti dilakukan situs-situs lain. Maka, secara teknis, Tom Anderson adalah manusia yang memiliki hubungan virtual terbanyak dengan manusia lain, karena terkoneksi dengan 100 juta orang. (Bandingkan dengan Chris DeWolfe yang hanya memiliki 117 "teman").

Toh, lonjakan jumlah anggota MySpace yang spektakuler juga membuat dag-dig-dug Tom dan Chris. Mereka harus siaga menyiapkan server yang lebih kuat dan lebih cepat. Maka, ketika taipan industri berita Rupert Murdoch lewat News Corporation meminang MySpace dengan "mahar" sebesar US$ 580 juta (Rp 5,2 triliun), dua sahabat dari Los Angeles itu menghadapi dilema terbesar dalam karier mereka: bagaimana mungkin situs mereka yang "anti-otoritas" akan berada dalam payung salah satu "otoritas" media terbesar di dunia?

Baru setelah Murdoch meyakinkan bahwa keduanya tetap boleh menjalankan MySpace dalam bentuk apa pun yang mereka inginkan, keduanya mengangguk setuju dengan posisi Tom sebagai presiden, dan Chris sebagai CEO MySpace (lihat: Bungsu Mr. Murdoch).

l l l

IRONISNYA, pihak pertama yang cemas dengan popularitas MySpace justru para guru. Beberapa sekolah di Inggris dan Amerika mengeluarkan larangan agar siswa tak mengunjungi MySpace dan situs-situs nongkrong lainnya selama hari-hari sekolah. "Para murid memampangkan data personal, termasuk foto-foto mereka, tanpa sadar menjadi incaran pemangsa online (online predators)," ungkap Debby Cowley, guru di Kent College, sekolah khusus putri di Turnbridge Wells, Inggris.

Di Amerika, SMA Katolik Paus Yohannes XXIII di New Jersey bahkan meluaskan larangan mengunjungi MySpace bahkan ketika para pelajarnya berada di rumah dengan alasan situs itu menjadi "tempat gosip dan komentar-komentar miring terhadap sekolah" serta untuk "melindungi para siswi dari incaran pemangsa online".

Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Pada Juni 2006, seorang remaja putri berusia 14 tahun yang disembunyikan namanya, menuntut MySpace dan News Corporation sebesar US$ 30 juta (Rp 270 miliar) karena mengalami pelecehan seksual oleh remaja putra berusia 19 tahun, yang mendapatkan data lengkap sang putri dari MySpace.

Pada bulan yang sama, seorang siswi SMA Akron-Fairgrove di Michigan berusia 16 tahun, Katherine Lester, sempat mengguncang Amerika karena kabur ke Yordania. Kepada orang tuanya, Kat bilang mengunjungi kawannya di Kanada, padahal ia terbang ribuan kilometer menemui Abdullah Jinzawi, 25 tahun, pria Palestina yang menjadi "pacarnya" setelah mereka berkenalan dan "berkencan" di MySpace. Kini Kat dikenai larangan tak boleh keluar dari Michigan oleh pemerintah federal sampai ia berusia 18 tahun.

Senator Pennsylvania Mike Fitzpatrick jauh sebelum kasus Lester menyarankan adanya RUU yang melarang "situs-situs nongkrong" diakses dari wilayah publik seperti sekolah dan perpustakaan umum. Akhir Juli lalu, RUU yang dikenal sebagai Deleting Online Predator Acts of 2006 (2006) akhirnya lolos di Majelis Rendah dan sedang menunggu persetujuan Senat untuk disahkan.

MySpace menanggapi berbagai kasus itu dengan memperketat aturan keanggotaan. Jika ada anggota berusia 14-15 tahun, maka profil lengkap anggota akan terkunci bagi anggota lain. Sementara anggota yang berumur 16 tahun memiliki opsi: boleh menyembunyikan atau membatasi anggota lain yang ingin mengetahui. Profil lengkap anggota yang berusia di bawah 18 tahun hanya akan dibuka MySpace jika anggota lain yang ingin tahu bisa membuktikan bahwa mereka kenal secara pribadi dengan anggota itu, minimal lewat nama lengkap dan alamat surat elektronik yang harus diverifikasi anggota yang ingin diketahui tersebut.

Namun, dengan penambahan 20 fasilitas baru di MySpace, seperti VoIP, penambahan 11 situs internasional baru yang merupakan afiliasi, kemitraan dengan eBay dan Amazon, serta pengembangan MySpace Sports dan MySpace Fashion, bisa dipastikan pamor situs yang mempekerjakan 300 pegawai ini masih akan terus menggoda generasi pengusung eklektisisme teknologi dan seni, yang pernah disebutkan Jean-Franois Lyotard sebagai posmodernis, dengan atau tanpa Janet Jackson yang sukarela "membocorkan" lebih dulu materi album terbarunya.

Akmal Nasery Basral

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus