BERANGKAT kerja sebelum matahari terbit, rasa dingin yang mencucuk bukan halangan bagi para pekerja di perkebunan pisang PT Global Agronusa Indonesia di Kecamatan Galela, Maluku Utara. Perkebunan pisang kalvandis itu luasnya 1.800 hektare. Buahnya diekspor ke Filipina, Jepang, dan lain-lain. Pekerjanya sekitar 3.000 orang, hampir separuh tenaga kerja wanita berusia antara 16 dan 40 tahun. Dari permukiman di kawasan pantai mereka diangkut dengan truk ke perkebunan. Jaraknya sekitar 10 km. Upahnya Rp 2.250 sehari setelah dipotong biaya angkutan. Mereka bahkan gairah naik truk meski muatannya sampai 60 orang. Maklum, pria dan wanita berbaur di situ. Sehingga makin kencang sopir tancap gas di jalan yang keriting, dan kian kencang terpaan angin pagi, inilah suasana yang sangat mereka nikmati: berdekapan untuk saling menghangatkan tubuh. Pada waktu istirahat sekitar dua jam, ketagihan dapat hangat- ekstra tadi mereka lanjutkan di bawah pohon pisang yang rimbun. Akibatnya, sekitar 40 cewek hamil. Mereka bukan sekadar menanggung malu di antara sejawat, tapi lebih dari itu ada juga yang ketiban sial. Misalnya, sebut saja Yenny, lantaran pasangannya tak mau menikahinya, lalu ia menggugurkan kandungannya. Puncak sialnya adalah: dia dipecat perusahaan. Lain lagi dengan Sintje. Meski harus berhenti kerja, ia belum kehilangan gantungan hidup sama sekali. Sebab pasangannya mau mengawininya setelah ketahuan ia hamil tiga bulan. Pihak perusahaan sebenarnya sudah lama mencium bahwa di perkebunan mereka ada proses pembuahan nonpisang. Seperti diungkapkan juru bicara perusahaan itu, Poniran A.P., pihaknya pernah mencoba memisahkan tempat kerja lelaki dan wanita. ''Tidak berhasil. Mereka tetap membaur juga,'' katanya kepada Mochtar Touwe dari TEMPO. Juga ketika angkutan mereka dipisah, mereka malah mengamuk kepada sopir. Ooo! Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini