Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Remisi Terpidana Papan Atas TAK hanya tim pemenang pemanjat pinang yang bersuka cita pada 17 Agustus lalu. Beberapa terpidana "papan atas" juga bersuka. Mereka mendapat remisi, bahkan ada yang langsung bebas. Mohammad "Bob" Hasan, 72 tahun, terpidana enam tahun dalam perkara korupsi, mendapat remisi 7 bulan 20 hari. Kemungkinan besar penghuni LP Batu, Nusakambangan, sejak 27 Maret 2001 ini bebas bersyarat pada September nanti. "Tidak ada wawancara," kata penggiat usaha batu akik di LP Batu itu kepada wartawan. Tommy Soeharto juga tak mau berkomentar. Terpidana 15 tahun untuk pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita ini mendapat pengurangan lima setengah bulan. Di LP Anak dan Wanita Tangerang, Zarima Mirafsur dan Siti Hetty Hartika mendapat remisi dan bebas melenggang di udara segar pas 17 Agustus lalu. "Saya baru tahu kalau hari ini bebas," ujar Zarima, sang "ratu ekstasi". Ia mendapat remisi lima bulan dari tiga setengah tahun masa hukuman. Sebelumnya ia diganjar empat tahun untuk kasus yang sama. Hetty mendapat remisi tiga bulan meski tetap wajib lapor. Ia dipidana karena menyembunyikan Tommy Soeharto, yang kala itu buron.
Maling Gondol Data Korban Aceh KANTOR Publicity and International Relations Division (PIRD) di kawasan Jakarta Pusat, Kamis pagi lalu, dijarah maling. Bukan alat kantor atau barang berharga yang raib, tapi empat unit CPU komputer berisi data korban operasi militer di Aceh. "Pelaku setidaknya lima orang, tenang sekali, sepertinya mereka terlatih," kata Ikrafani Hilman, koordinator PIRD, sayap Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), kepada TEMPO. Menurut dia, pencurian terjadi sekitar pukul 04.30. Beberapa pelaku masuk kantor dengan mencongkel dua jendela di dua ruangan tempat komputer. Penjaga kantor tak berkutik karena jumlah pelaku, yang menumpang mobil warna perak, lebih banyak. Seorang saksi melihat, pelaku menuju Kantor YLBHI setelah menjarah PIRD, tapi mereka tak masuk. Ikrafani sudah melaporkan kejadian aneh itu ke Polsek Metro Menteng, Jakarta Pusat. CPU itu sangat bernilai bagi PIRD karena menyimpan semua laporan pelanggaran hak asasi manusia di Aceh, baik oleh militer, GAM, maupun pasukan tak dikenal. "Data itu penting untuk kampanye penegakan hak asasi dan mendorong perdamaian di Aceh," ujar Ikra.
PPP Pecat Anggota DPRD Yogyakarta ANGGOTA DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta dari FPP, Herman Abdurrahman, diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai Ketua Pengurus Cabang PPP Sleman karena Pengadilan Negeri Yogyakarta memvonisnya dua tahun penjara dalam perkara korupsi. Tapi dalam surat keputusan yang diteken pada 25 Juli 2003 oleh Ketua Umum PPP, Hamzah Haz, dan Sekretaris Umum Yunus itu tak disebutkan batas waktunya. "Secara internal politik ini pemecatan," kata Wakil Sekretaris PPP Yogyakarta, Wachyudi, Selasa lalu. Namun Herman menolak pemecatan itu dan menganggap surat keputusan tersebut cacat hukum. Sesuai dengan aturan, menurut dia, mekanismenya didahului dengan permintaan resmi dari dewan pengurus cabang, dalam hal ini cabang Sleman, lalu ia harus dimintai keterangan. "Saya belum pernah dipanggil pengurus pusat," ujarnya. Herman dinyatakan bersalah pada 17 Maret lalu dalam kasus korupsi dana pembangunan Jogja Expo Center sebesar Rp 150 juta. Adapun Yunus menampik telah memecat kadernya, cuma memberhentikan sementara. Ia mengaku tak tahu kapan Herman bisa aktif lagi. "Tergantung proses hukumnya nanti," katanya kepada TEMPO.
DPRD Lampung "Pecah" Soal Alzier GUBERNUR Lampung "terpilih-bermasalah", Alzier Dianis Thabranie, lunglai di Rumah Sakit Bumi Waras, Bandar Lampung. Namun pergolakan terjadi di Gedung DPRD. Para anggota Dewan terpecah dua kubu: pro-Alzier dan yang ingin menggantinya. "Pertempuran" kedua kubu terjadi saat rapat pleno, Rabu lalu. Kubu pertama ingin mengevaluasi kinerja pimpinan, dan kubu kedua ingin sebaliknya. Hasil voting sama kuat, masing-masing mengantongi 36 suara. Akhirnya sidang diskors sampai tiga hari kemudian. Kubu penentang pimpinan DPRD dikomandoi anggota Fraksi PDIP. Mereka ingin kembali menjagokan pasangan Oemarsono-Syamsurya Ryacudu, yang kalah dalam pemilihan sebelumnya. Sebanyak 27 anggota dari empat fraksi bermanuver dengan mengajukan mosi tak percaya kepada pimpinan DPRD. Sebaliknya, mosi percaya kepada empat unsur pimpinan DPR diajukan 24 anggota yang juga dimotori anggota Fraksi Banteng.
KPU Tetapkan Jatah Kursi DPR Tiap Provinsi YANG ditunggu-tunggu partai politik muncul sudah. Komisi Pemilu menetapkan alokasi kursi DPR untuk setiap provinsi di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Pemilu. "Perhitungan paling mendekati asas keadilan," ujar anggota komisi itu, Anas Urbaningrum, saat mengumumkannya di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Kamis lalu. Ia menjelaskan, perhitungan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk dengan perimbangan wajar. Jumlah kursi per provinsi untuk Pemilu 2004 pun tak kurang dari jumlah kursi hasil Pemilu 1999. Provinsi hasil pemekaran minimal mendapat tiga kursi. Adapun kuota kursi DPR tiap provinsi, satu kursi dihargai 325 ribu pemilih untuk daerah yang kepadatannya rendah, satu kursi seharga 425 ribu pemilih untuk daerah padat. Namun, dari 32 provinsi, hanya 17 yang dapat ditentukan berdasarkan perhitungan itu. Selebihnya alokasi kursi kurang atau melebihi perolehan pada Pemilu 1999, salah satu penyebabnya pemekaran sejumlah provinsi. Dari 17 provinsi, sembilan langsung bisa ditetapkan jatah kursinya, misalnya Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Bali. Delapan lainnya, jika dibagi 325 ribu, tak memenuhi minimal tiga kursi di tiap daerah pemilihan, yakni Sum-Bar, NTT, Kal-Teng, Kal-Sel, Papua, Maluku Utara, Gorontalo, dan rencananya Irian Jaya Barat.
Tipu Model Verifikasi TIPU lewat telepon akhirnya menyentuh wilayah politik. Kali ini umpan dilempar ke alamat partai, dengan dalih verifikasi. Yang dijual adalah nama Ramly Hutabarat, ketua tim verifikasi partai politik dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Penipuan ini terungkap Rabu lalu, setelah dibocorkan Bambang W. Soeharto, pemimpin Partai Demokrasi Bersatu. Menurut dia, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) kebobolan Rp 50 juta dan Partai Bhinneka Rp 150 juta. "Mungkin ada sepuluh partai (yang sudah tertipu)," kata sekretaris tim pendaftaran ulang partai politik, Wicipto Setiadi. Tapi Ketua Umum PKB, Alwi Shihab, membantah bahwa kebobolan bukan dari dana partai, dan tidak ada urusannya dengan verifikasi. Ia bercerita, ada penelepon mengaku Ramly, meminjam uang untuk kepentingan pribadi. Tak mau mengecewakan "Ramly", ia buru-buru mentransfer menurut permintaan ke rekening atas nama Supardi di BNI Cabang Cinere. "Gayanya mengucapkan assalamualaikum persis benar dengan Pak Ramly," katanya. Orang dekat bekas Presiden Abdurrahman Wahid ini baru curiga setelah "Ramly" menelepon lagi minta tambahan Rp 100 juta. Lebih kaget lagi sewaktu Ramly yang asli membantah pinjam fulus. Partai Bhinneka lain lagi. Pemimpin partai baru itu menuruti kemauan Iman A. Sumanto, yang menjual nama Ramly, minta transfer uang ke rekening seorang wanita. Menurut Ramly, modus semacam ini baru pertama kali terjadi di timnya. "Ini perbuatan keji dan biadab untuk mempermalukan departemen dan Ramly Hutabarat," katanya geram, kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo