Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lama tak terdengar, nama Usman Admadjaja tiba-tiba berdering kembali. Bekas bankir yang menanggung pinjaman Rp 12,5 triliun kepada negara itu kabarnyatengah melobi para petinggi di Jakarta agar pemerintah maumelepaskan jerat garansi pribadi yang sudah telanjurmengikatnya (baca, Harga Seorang UsmanAdmadjaja).
Garansi pribadi (personal guarantee) biasanyadianggap sebagai jaminan tertinggi, "asuransi" bahwa utang pastidibayar, 100 persen tanpa kecuali. Yang dipertaruhkantidak hanya seluruh harta pribadi, rumah, mobil, pakaian yangmenempel di badan, kekayaan istri dan anak keturunan,tapi juga martabat dan reputasi.
Upaya Usman melepaskan diri dari beban garansipribadi boleh jadi akan mengoyak martabat dan reputasinya.Tapi itu bukan urusan kita, bukan urusan publik. Dalamdunia bisnis, niat menjaga nama baik bukan hanya didorongsemangat "spiritual" seperti akhlak yang luhur, tapimungkin juga karena alasan yang pragmatis dan material,seperti kredit baru dari bank atau setoran modal daripartner usaha.
Boleh jadi, Usman Admadjaja merasa tak harusmempertahankan nama baik karena ia tak butuh lagi kreditbank, tak perlu lagi partner usaha. Ia hanya sedang berupayaagar bisa membayar utang dengan biayasemurah-murahnya—ikhtiar yang juga ditempuh puluhan konglomerat lain,dan ternyata berhasil.
Yang membuat kita harus prihatin bukanlahpermintaan Usman, melainkan sikap para pejabat pemerintah, parapemimpin kita, yang cenderung meloloskan usulan ajaibitu. Pejabat BPPN mengaku urusannya akan lebih mudahdan "optimal" jika ia hanya melelang surat utang Usman,tanpa harus mengejar sampai ke jaminan pribadinya.
Pejabat ini mungkin lupa, jika permintaan Usmandiloloskan, bukan hanya kas negara yang akan bobol triliunanrupiah. Manuver ini akan menjadi tonggak moralhazard besar-besaran yang bisa memberi "inspirasi" bagi pengutangkakap lain untuk meminta fasilitas serupa.
Sekadar mengingatkan, tiga tahun lalu, ketika Cacuk Sudarijanto mengepalai BPPN, sejumlah pengusaha besardiminta menyetorkan jaminan pribadi dengan harapanseluruh kewajiban utangnya bisa ditarik. Tak kurang daripemilik bank besar seperti Eka Tjipta Widjaja (BII) dan konglomerat semacam Marimutu Sinivasan (Texmaco) sertaPrajogo Pangestu (Chandra Asri) yang menekenpersonal guarantee.
Utang konglomerat yang dijamin dengan garansipribadi diperkirakan tak akan kurang dari angka Rp 100 triliun.Bisa dibayangkan, berapa kerugian yang harus kita tanggungjika "skema Usman" ini kemudian menular dan demikeadilan harus diterapkan secara massal.
Usman boleh mendesak pemerintah agar membebaskannya dari beban jaminan pribadi. Tapi Menteri Perekonomian Dorodjatun Kuntoro-Jakti, Menteri Keuangan Boediono, dan Kepala BPPN Syafruddin Temenggung tak boleh meloloskannya karena itu akan mencederai garansi pribadi mereka sebagai pejabat publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo