Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sinilah kantor representatif PBB di Irak mencoba mengais otoritas yang sudah dijagal oleh AS sejak penyerangannya awal tahun ini. Secara fisik, gedungini menolak gaya AS yang biasa melaburkan sekelilingperkantorannya dengan kawat berduri dan puluhanbarikade. Itulah sebabnya Representasi Khusus PBB di Irak Vieirade Mello mengatakan bahwa "ketelanjangan" kantornyaitu—yang sering digunakan sebagai tempatkumpul-kumpul aktivis lembaga swadaya masyarakatinternasional—akan mudah menjadi target. Mello juga tak kunjung hentimemperlihatkan bahwa PBB-lah yang sebaiknya mengurusIrak masa transisi—terutama untuk persoalanminyak—daripada AS. Mello bahkan menekankan ia sangat bersimpatiterhadap warga Irak yang merasa terhina atas pendudukan ASsembari menekankan dia juga sama sekali tak bisamenerima jika ada tank asing bercokol di negara asalnya, Brasil.
Toh, Selasa 19 Agustus silam membuktikan, netralitasitu tak ada artinya (bagi teroris mana pun yang mengebomBaghdad Canal Hotel). Selain Mello dan 23 korban lainnyatewas oleh bom yang dibawa sebuah truk itu, teroris itu (entahsiapa pun dia, karena teori konspirasi yang bertebaran saatini dimulai dari jaringan Al-Qaidah hingga Ahmad Chalabi)telah berhasil mencapai tujuan utamanya: pertama,menebarkan racun rasa takut pada jiwa targetnya; kedua,menewaskan orang di sekeliling targetnya sebagai "peringatan".Pengebom itu berhasil mencapai kedua tujuan itu:kematian dalam jumlah yang banyak dan rasa takut yang bertebaran.
Apa pun keinginan atau target sang teroris, seharusnyasudah lama AS menyadari bahwa perannya di Irak sudahharus segera selesai. Situasi yang tak menentu di Irakpascaperang, rasa tak aman dan kekacauan sosial dan politik dalamproses, yang ingin kita sebut dengan gagah, bernamanation-building itu, tak kunjung memberikan rasa nyaman bagi rakyat.Seperti yang diutarakan seorang pakar Irak, MustaphaAlani, kepada esais Jessica Stern, bahkan di masa gelap Irakketika tengah berperang melawan Iran, mereka tak perlumengkhawatirkan keamanan pribadi. Tentu saja mereka takberani bersuara dengan lantang, terutama di bawahkepemimpinan Saddam Hussein, tapi setidaknya mereka masih memilikisistem listrik, air, dan telepon. Kini, pascaperang Irak,mereka masih dihantam rasa takut invasi mendadak ke ruangtidurnya; absennya sistem listrik, air, dan telepon yang baik.Saat ini, menurut Alani, penduduk Irak ingin sekali hidupdengan jaminan bahwa setiap hari mereka tak perluberdebar-debar menanti apakah putrinya yang sedang berbelanja diwarung akan diperkosa.
Meski pemerintah Bush akhir pekan silam sudah mengumumkan bahwa AS tengah mempersiapkan sebuah usul untuk resolusi Dewan Keamanan baru yang berisi imbauan bagi negara lain untuk bergabung dengan tentara AS, ini tak menghilangkan dominasi AS. Resolusi baru yang tengah digodok ini tetap saja menekankan kepemimpinan AS di tengah pasukan internasional itu. So what? Perbedaannya adalah, di antara pasukan itu, mungkin akan ada beberapa ribu atau belasan ribu wajah berwarna yang toh tetap ada di bawah genggaman AS. Mello benar. Kita semua bersimpati kepada warga Irak yang sudah terlalu lama terhina. Jika AS tak kunjung mendengarkan dan bersikeras meneruskan pendudukannya hingga akhir pemilihan umum, teroris itu bisa meraih kemenangan berikutnya. Menebarkan ketakutan. Itu sudah terlihat dari beberapa perusahaan rekonstruksi yang sudah mulai ingin keluar dari Irak karena terkungkung rasa takut akibat bom Selasa 19 Agustus itu. Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan mencoba mempertahankan diri dengan mengatakan PBB "tak akan bisa diintimidasi." Jika demikian, Sir, sudah waktunya PBB menekankan perannya yang jauh lebih besar dan mempersilakan AS kembali ke tanah airnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo