Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAMIS pekan lalu, Kwik Kian Gie diperiksa kejaksaan soal dugaan korupsi dana program Jaring Pengaman Sosial 2002 senilai Rp 1,8 miliar. Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Darmono, kecil kemungkinan mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional itu menjadi tersangka.
Darmono mengatakan yang bakal menjadi tersangka yang ditentukan pekan ini adalah pemimpin proyek dan pelaksana di lapangan. ”Kalau Pak Kwik, agak jauh,” ujarnya. ”Dia hanya dimintai keterangan untuk menjelaskan pelaksanaan proyek ini.”
Kejaksaan menyidik kasus ini sejak dua bulan lalu berdasarkan laporan masyarakat. Darmono menyebutkan penyidik telah menemukan beberapa penyimpangan. Di antaranya soal kelengkapan administrasi proyek yang dibiayai oleh Rp 5,7 miliar hibah Bank Dunia dan Uni Eropa itu.
Kwik ditanyai selama hampir tujuh jam sejak pukul 10.00 WIB. Ia ditemani anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ario Bimo. Seusai pemerik-saan, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mengatakan Bank Dunia dan Uni Eropa telah berlaku tidak adil. Soalnya, meski ditemukan ada korupsi Rp 900 juta—dari hibah yang telah dicairkan sebanyak Rp 1,8 miliar—lembaga dunia itu meminta seluruh hibah dikembalikan. Jadi bukan hanya nilai yang dikorupsi.
Tersangka Korupsi Mi-17 Ditahan
Tim penyidik koneksitas Kejaksaan Agung dan Tentara Nasional Indonesia menahan tiga tersangka kasus korupsi pengadaan helikopter Mi-17, Selasa pekan lalu.
Tiga tersangka yang ditahan adalah mantan Kepala Pusat Keuangan Departemen Pertahanan Tardjani, mantan Kepala Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara Jakarta VI Marjono, serta perwakilan Swifth Air & Industrial Supply di Jakarta, Andi Kosasih. Namun seorang tersangka, Brigadir Jenderal (Purnawirawan) Prihandono, mantan Direktur Pelaksana Anggaran Direktorat Jenderal Perencanaan Sistem Pertahanan, belum ditahan.
Kasus ini berawal dari pembelian empat unit helikopter Mi-17 untuk Angkatan Darat oleh Departemen Pertahanan. Prihandono pada 30 Desember 2000 memberikan rekomendasi kepada Tardjani untuk menerbitkan surat permintaan pembayaran uang muka tanpa dilengkapi bank guarantee.
Berdasarkan rekomendasi itu, Tardjani membuat surat untuk Marjono. Keluarlah uang muka US$ 3,24 juta yang dibayarkan kepada PT Swifth Air, agen Mi-17 di Indonesia. Namun, setelah uang muka dibayar, helikopter itu tak kunjung datang, bahkan hingga kini.
Markas Besar TNI setuju dengan proses hukum terhadap Prihandono. ”Mau ditahan atau tidak, terserah kejaksaan,” ujar Laksamana Muda Sunarto, Kepala Pusat Penerangan TNI. Prihandono ternyata hanya diwajibkan melapor setiap hari.
Telepon Polly-BIN Tak Terungkap
Polisi menyerah untuk mengungkap hubungan telepon antara Pollycarpus Budihari Priyanto, tersangka kasus pembunuhan aktivis Munir, dan Badan Intelijen Negara (BIN). Menurut Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal Sutanto, penyedia jasa telepon hanya merekam data waktu dan durasi percakapan. ”Tidak ada isi pembicaraan,” ujar Sutanto, Selasa pekan lalu.
Fakta di pengadilan mengungkap ada 41 kali sambungan antara telepon Polly dan telepon di ruang kerja Muchdi Purwoprandjono, Deputi Kepala BIN Bidang Penggalangan. Komunikasi terjadi sebelum dan setelah pembunuhan Munir, 7 September 2004.
Dari 25 Agustus sampai 7 September 2004 terjadi 10 kali sambungan antara telepon seluler Polly dan nomor BIN. Setelah pembunuhan Munir, 17 November 2004, tercatat lima kali sambungan. Pada waktu yang sama terjadi pula komunikasi 27 kali antara Polly dan ponsel atas nama Yohanes Ardian, Vice President PT Barito, yang dipakai Muchdi.
Muchdi mengakui nomor telepon yang dihubungi Polly itu miliknya. Namun dia membantah melakukan pembicaraan dengan Polly. Mantan pilot Airbus Garuda itu sebaliknya juga mengaku tidak mengenal Muchdi.
Sumber Tempo di kepolisian menyebutkan kegagalan mengungkap isi pembicaraan itu disebabkan oleh kesalahan saat awal penyidikan. Menurut dia, penyidik seharusnya tidak membuka komunikasi antara Polly dan BIN kepada publik sebelum menyelidikinya lebih jauh. ”Begitu komunikasi itu dibuka, orang-orang yang dicurigai langsung membuat alibi dan menghilangkan jejak,” kata bekas anggota penyidik kasus Munir itu.
Widjokongko Setelah Widjanarko
Duo Puspoyo, Widjanarko dan adiknya, Widjokongko, kini menjadi tersangka kasus gratifikasi dalam impor beras 2001-2002. ”Tidak tertutup kemungkinan tersangka bertambah,” kata Muhammad Salim, Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Rabu pekan lalu.
Salim tak menyebut angka hadiah yang diterima bekas Kepala Bulog itu. ”Kami belum menghitungnya,” katanya. Begitu juga untuk Wi-djokongko, pemilik PT Ar-den Bridge Investment.
Gratifikasi ini terjadi saat Vietnam Southern Food Corporation menjadi rekanan Bulog. Ketika itu, Widjanarko adalah direktur utama perusahaan penyeimbang harga tersebut. Vietnam Southern diduga mengirim US$ 1,5 juta ke PT Tugu Dana Utama. Kemudian PT Tugu mengirim US$ 1,2 juta ke PT Arden milik Widjokongko.
Menurut jaksa, selanjutnya Arden mengalirkan uang itu ke Widjanarko, Endang Er-nawati (istri Widjanarko), Winda Nindyati (putri Widjanarko), dan Rinaldy Puspoyo (putra Widjanarko).
Menurut Salim, penyidik kejaksaan akan memeriksa tersangka pekan depan. Salim belum memastikan soal penahanan Widjokongko. Kejaksaan juga belum menentukan apakah istri serta putra-putri Widjanarko akan dijadikan tersangka.
Mogok Kerja ala Pejabat
Seminggu lamanya kantor Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara lumpuh. Sebagian pejabat di sana mogok kerja dan mengembalikan kendaraan dinas—26 mobil dan 86 sepeda motor. Semuanya diparkir di depan kantor DPRD Aceh Tenggara. Aksi ini terjadi setelah Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menyatakan akan mengganti Penjabat Bupati Aceh Tenggara Rajidin dengan Marthin Desky.
Marthin adalah bekas Sek-retaris Daerah Aceh Tenggara, yang didepak Rajidin setelah dilantik menjadi penjabat bupati tujuh bulan lalu. Rajidin membantah menjadi dalang mogok massal itu. Katanya, ”Mungkin mereka (demonstran) masih cinta saya.”
Irwandi tak gentar menghadapi pejabat mogok. Dia mewujudkan pergantian penjabat bupati itu pada Senin pekan lalu. Bahkan dia menginstruksikan semua pegawai negeri di Aceh Tenggara kembali bekerja. ”Jika tidak, silakan mundur. Masih banyak orang lain yang akan menempati posisi mereka,” kata Irwandi. Ancaman Irwandi ternyata ampuh. Para pejabat di Aceh Tenggara telah kembali bekerja sejak Selasa pekan lalu.
Tafsir Sultan Mundur
Acara seremoni itu bernama Pisowanan Ageng (kunjungan menghadap raja). Berlangsung di Pagelaran Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Yogya-karta, Rabu pekan lalu. Puluhan ribu warga hadir duduk bersimpuh di depan Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Ini akan menjadi acara biasa jika saja Sultan tak mengumumkan pernyataan tidak bersedia lagi dicalonkan sebagai Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (periode 2008-2013). ”Saya tidak jadi gubernur, warga Yogyakarta harus ikhlas,” kata Sultan. Dia memilih menjadi raja saja.
Di Jakarta, cerita ini merayap sampai ke suksesi 2009. Sultan disebut mempersiapkan diri menuju kursi wakil presiden mendampingi Jusuf Kalla, Ketua Golkar dan wakil presiden saat ini. ”Kalau orang mengatakan seperti itu, silakan saja,” kata Sultan.
Tapi Ketua Dewan Pim-pinan Pusat Partai Golkar Syamsul Muarif mengatakan partainya belum memikirkan pencalonan presiden pada Pemilu 2009. ”Kita masih berkonsentrasi untuk menyukseskan kabinet sampai 2009,” katanya.
Korban Lapindo Masuk Istana
SEKITAR seratus utusan warga Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera I, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang menjadi korban lumpur Lapindo, diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Selasa pekan lalu. Pada hari yang sama, mereka juga dijamu Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kedua pemimpin berjanji mempercepat pembayaran ganti rugi tanah mereka. Semula dijadwalkan dua tahun, kini menjadi setahun.
Presiden telah menyetujui pembayaran tunai sebagai uang muka ganti rugi sebesar 20 persen, sementara sisanya dilunasi setahun kemudian. Menurut Wakil Ketua Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Bachtiar Chamsyah, hitungan 20 persen itu sekitar Rp 180 miliar untuk 6.518 keluarga. Total ganti rugi untuk mereka Rp 888 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo