Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kejar Aku Jika Mampu

Yulianto tak bisa ditemukan. Ciri-cirinya mengarah ke anak pejabat komisi antikorupsi.

8 Maret 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK urusan tinggi badan, Ary Muladi bisa lemah ingatan. Terutama ketika pengusaha asal Surabaya ini harus menyebutkan ciri-ciri Yulianto, yang ia katakan sebagai perantara suap ke para petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia bisa memberikan keterangan yang jauh berbeda hanya dalam hitungan jam.

Pada 6 November 2009, kepada Koran Tempo, Ary mengatakan tinggi Yulianto sebahunya. Kulitnya kuning, badan gempal, alis agak lurus dengan ujung melengkung ke atas, berlogat Surabaya. Sehari berikutnya, setelah dimintai keterangan oleh Tim Delapan-yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Ary menyebut Yulianto lima sentimeter lebih tinggi darinya. "Kulitnya agak gelap tapi bersih," kata Ary ketika itu.

Ciri itu berubah lagi ketika Ary diwawancarai Tempo di Jakarta, pertengahan Februari lalu. Pengusaha 53 tahun ini menyatakan Yulianto "seperti orang Tionghoa, perlente, atletis, umurnya sekitar 40, belahan rambutnya sangat jelas ketika tertiup angin". Ia menyatakan Yulianto benar-benar ada-bukan tokoh rekaannya.

Pada Maret 2009, kata dia, Yulianto menginap di Hotel Crowne, Jakarta. Ia mengaku bertemu dengan sang kolega di lobi hotel. Menurut dia, polisi telah meminta konfirmasi dari pengelola hotel dan memastikan informasi ini benar. "Polisi mendapatkan bukti pesanan hotel atas nama Yulianto," ujarnya.

Manajer Komunikasi Marketing Hotel Crowne Plaza Dwiretno Nani Yogiastuti membenarkan polisi datang untuk melacak Yulianto pada September tahun lalu. Penyidik kasus dugaan suap ke petinggi KPK itu menyatakan Yulianto menginap pada Januari-Februari 2009. Manajemen lalu mengecek daftar tamu. Tak ditemukan nama Yulianto di data komputer.

Pencarian dilanjutkan dengan membuka arsip. Sebagian data tamu Crowne masih berbentuk lembaran kertas-bukan digital. Yulianto tak juga ditemukan. "Nama Yulianto tidak pernah terdaftar menginap di sini," kata Dwiretno kepada Tempo, Februari lalu.

l l l

AWALNYA adalah jasa penyelesaian kasus Ary Muladi untuk Anggodo Widjojo, pengusaha asal Surabaya kenalan lamanya. Kakak Anggodo, Anggoro Widjojo, terjerat kasus korupsi pengadaan alat komunikasi di Kementerian Kehutanan yang sedang disidik KPK. Untuk keperluan itu, Ary menerima Rp 5,1 miliar dari Anggodo, yang diserahkan dalam beberapa tahap.

Kepada penyidik kepolisian yang mengusut kasus ini, pada 18 Juli tahun lalu, Ary mengatakan duit disetorkan langsung kepada Ade Rahardja, Direktur Penyidikan KPK. Penyerahan dilakukan di Pasar Festival dan Mal Bellagio, Kuningan, Jakarta Selatan. Dengan alasan keterangan itu telah disiapkan oleh Anggodo, pada Agustus 2009, Ary mencabutnya. Ia memberikan pernyataan baru: duit Rp 5,1 miliar diserahkan kepada Yulianto-yang kemudian meneruskannya ke pimpinan KPK.

Kepada Tempo, pertengahan bulan lalu, Ary mengatakan Yulianto adalah kenalan lamanya di Surabaya. Yulianto, kata dia, memiliki koneksi kuat di kepolisian, dan sering mondar-mandir di kantor Perusahaan Daerah Air Minum Surabaya. Pada suatu ketika, Ary dan koleganya sesama rekanan PDAM, Haji Labib Syaifuddin, mengerjakan pemasangan pipa. Proyek semacam ini kerap melintasi jalan raya dan mengundang kedatangan polisi buat menanyakan "ini-itu". "Tapi, dengan bantuan Yulianto, polisi sama sekali tak pernah datang," ujarnya.

Suatu ketika, kata Ary, Yulianto berkata, "Kalau Bapak punya urusan dengan kepolisian atau kejaksaan, hubungi saya saja." Itu sebabnya, ketika Anggodo menanyakan apakah bisa membantu kasus kakaknya di KPK, Ary segera teringat Yulianto. Saat itu ia minta waktu kepada Anggodo dan segera menghubungi Yulianto. "Begitu dia bilang punya koneksi di KPK, saya segera menyatakan sanggup membantu kepada Anggodo," katanya.

Ary berkisah, duit Rp 5,1 miliar dari Anggodo langsung diserahkan kepada Yulianto. Menurut dia, Yulianto memastikan duit telah diserahkan ke petinggi KPK. Tatkala Tempo menanyakan apakah dia pernah mempertemukan Anggodo dengan Yulianto, dia menjawab, "Ya, enggak. Kalau Anggodo tahu saya berhubungan dengan Yulianto, tidak langsung ke KPK, turun dong gengsi saya."

Sejak penyerahan uang, menurut Ary, Yulianto tak bisa lagi dihubungi. Apalagi ia mengaku kehilangan telepon seluler yang menyimpan nomor semua koleganya, termasuk Yulianto. Telepon raib tertinggal di tempat wudu Masjid At-Taqwa, Kebayoran Baru. Ali, petugas parkir masjid itu, membenarkan Ary pernah melaporkan kehilangan telepon seluler. "Pak Ary sering salat di sini," katanya kepada Tempo. Tapi ini belum menjawab kebenaran sosok Yulianto.

Hanya satu orang yang mungkin bisa memberikan konfirmasi soal kebenaran tokoh Yulianto: Haji Labib Syaifuddin. Tapi dia meninggal pada Juli 2009, sebulan sebelum Ary Muladi memberikan keterangan kepada polisi. Mulyaningsih, istri Haji Labib, mengaku tak pernah mengenal Ary. Ia menduga nama suaminya dicatut.

Sunarno, juru bicara PDAM Surabaya, pun memastikan tak ada nama Yulianto dalam daftar rekanan kantornya. "Saya tak pernah dengar namanya di lingkungan PDAM Surabaya," katanya. Tempo lalu menemui Yulianto Lima Pranoto, pemilik PT Multi Sarana Taruna Krida Surabaya, perusahaan yang menangani isolasi pipa. "Saya hanya pengusaha kecil, tidak kenal orang-orang itu," kata pria 59 tahun ini ketika ditanya soal Ary Muladi.

Yulianto bergerak seperti angin: embusannya terasa, wujudnya tak tampak mata.

l l l

Agung Hendradi Kuswarjanto berkali-kali berhubungan dengan Yudi Prianto, putra Bibit Samad Rianto. Ia diminta Hariadi Sadono, bekas Direktur PLN Luar Jawa-Bali-Madura, "mengurus" kasus korupsi proyek sistem manajemen konsumen. KPK menetapkan Hariadi sebagai tersangka pada 5 Mei 2009.

Agung masih mengingat dengan detail ciri-ciri pria 35 tahun itu: garis-garis wajahnya mirip keturunan Tionghoa, berkulit bersih, dan selalu rapi. Itu sebabnya Agung terkesiap melihat konferensi pers Ary Muladi yang menyebutkan ciri-ciri Yulianto di televisi. "Itu persis ciri-ciri Yudi Prianto," katanya.

Untuk mengecek keterangan Agung, Tempo menyodorkan foto Yudi Prianto ke Ary Muladi. Ia tertegun sejenak, lalu mendorong foto itu kembali, menolak melihatnya. Ketika diminta memastikan apakah orang di foto itu adalah Yulianto, ia menggeleng pelan. "Ini orang Tionghoa, Yulianto bukan Tionghoa," katanya.

Sugeng Teguh Santoso, pengacara Ary Muladi, yang juga menelusuri keberadaan Yulianto, justru menemukan kesimpulan yang sama dengan Tempo: mengarah ke Yudi Prianto. Ia menuturkan, tahun lalu didatangi seseorang-disebutnya Mister X. Orang itu meminta Sugeng menjadi pengacara temannya yang terlibat suatu kasus. Mister X mengatakan memiliki jaringan luas di kepolisian dan KPK, juga mengenal Ary Muladi. "Katanya dia punya saudara polisi," kata Sugeng.

Sugeng menolak permintaan Mister X karena, menurut dia, orang itu meminta fee di luar bayaran sesuai dengan kontrak. Meski urung bekerja sama, Sugeng kuat mengingat ciri-ciri orang itu: berusia 30-40 tahun, atletis, dan mengaku sedang membantu kasus Hariadi Sadono dari PLN di KPK. Menurut penelusuran Tempo, hanya satu orang yang membantu "mengurus" kasus Hariadi dan memiliki saudara polisi: Yudi Prianto.

Ditemui pada suatu malam di sebuah restoran di kawasan Bintaro, Yudi membantah mengenal Ary Muladi. Namun ia mengaku sejak awal menduga ciri-ciri yang disebutkan Ary tertuju kepadanya. Sebelum Bibit Samad Rianto ditetapkan menjadi tersangka, ia mengaku telah menyampaikan kepada ayahnya hal itu: "Pak, ini sepertinya akan mengarah ke saya."

Yudi juga menyatakan istrinya pun sempat bertanya apakah Yulianto itu dia. Ketika ditanya sumber informasi soal Yulianto, ia menjawab, "Ada. Pokoknya kurang-lebih begitulah."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus