Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pembangunan gedung blok A Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja baru akan dilanjutkan setelah Inspektorat Provinsi DKI Jakarta merampungkan audit atas penyebab keterlambatan serta mutu bangunan yang mangkrak itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Utama RSUD Koja, Ida Bagus Nyoman Banjar, mengatakan, selama audit berlangsung, pembangunan RSUD Koja tetap dihentikan. "Audit mutu bangunan dulu, kemudian evaluasi sisa dana yang diperlukan, sehingga kami bisa anggarkan berapa miliar lagi," ujar dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Banjar pun berkukuh mengajukan pemutusan kontrak dengan PT Bangun Kharisma Prima. Dia mengusulkan kontraktor proyek gedung A RSUD Koja itu dimasukkan dalam daftar hitam (blacklist). "Mereka wanprestasi (ingkar janji)," kata Banjar.
Pembangunan gedung blok A RSUD Koja seharusnya rampung pada Desember 2018. Namun pengerjaan proyek senilai Rp 123 miliar itu terus molor dari tenggat. Ketika masa kontrak berakhir, pengerjaan gedung 16 lantai itu baru sekitar 30 persen. Meski telah ada penambahan waktu, ketika proyek akhirnya dihentikan pada Juni lalu, pembangunan gedung baru mencapai 67 persen.
Molornya pembangunan gedung baru juga berdampak pada pengoperasian gedung lama di sebelahnya. Sejak Oktober tahun lalu, ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Koja pun dipindah ke lantai 2 gedung B. Pemindahan ruang gawat darurat itu dikeluhkan keluarga pasien karena lokasinya agak jauh dari pintu gerbang utama dan area penurunan pasien dari kendaraan.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti, mengatakan instansinya telah meminta manajemen RSUD Koja memastikan pelayanan terhadap pasien tak terganggu. Untuk situasi darurat, Dinas Kesehatan telah berkoordinasi dan menyiapkan rumah sakit penyangga. "Ada Rumah Sakit Tugu Koja dan puskesmas di sekitar," kata dia.
Sementara itu, Kepala Inspektorat DKI Jakarta, Michael Rolandi, menuturkan lembaganya telah memanggil PT Bangun Kharisma Prima untuk mendapat klarifikasi ihwal keterlambatan pengerjaan proyek tersebut. Inspektorat juga tengah mengevaluasi mutu bangunan yang sudah dikerjakan. "Belum, nanti ya," kata Michael ketika ditanya hasil kajian lembaganya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bangun Kharisma Prima, Sunarto Santoso, membantah disebut wanprestasi atau tidak mematuhi kontrak. Dia berdalih, pengerjaan proyek terlambat bukan semata-mata karena kesalahan kontraktor. Pelbagai masalah menghadang sejak awal, ketika perusahaan itu memenangi lelang pada April 2018.
Menurut Sunarto, PT Bangun Kharisma Prima tak bisa langsung mengerjakan proyek karena pemerintah DKI terlambat memproses penghapusan aset gedung lama yang harus dibongkar. Pembongkaran gedung lama oleh pihak ketiga pun mundur dari jadwal dan menyisakan banyak pekerjaan. "Tiang fondasi lama ditinggal begitu saja sama pembongkar. Ada 100 titik," kata dia, Rabu lalu.
Masalah lain yang menghambat pengerjaan proyek, menurut Sunarto, di antaranya keterlambatan penentuan lokasi limbah, pengurusan izin mendirikan bangunan, penentuan koefisien luas bangunan, perbaikan ruangan yang terkena dampak pembongkaran, serta pemindahan alat pintu keluar parkir rumah sakit.
Belakangan, PT Bangun Kharisma Prima pun mengalami kesulitan dana karena ada perubahan sistem pembayaran pekerjaan dari pemerintah DKI. "Awalnya pembayaran bulanan. Tapi, di kontrak lanjutan, kami diminta nombok dulu. Nilainya sampai Rp 90 miliar," ucap Sunarto. INGE KLARA SAFITRI
Rumah Sakit Unggulan
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo