DI kawasan serong, peraturan malah berjalan lurus. Paling tidak satu bulan ini lokalisasi wanita P di Desa Kertosari, Kabupaten Banyuwangi, aman dari para pemabuk. "Sekarang kami bisa bekerja dengan tenang, Mas," kata Sriayati, 25 tahun salah satu cewek asal Solo di kompleks ini. Begini, bunyi "undang-undang" versi desa itu: "Para tamu yang kedapatan menenggak minuman keras akan didenda satu truk batu kali". Pengumuman dipasang di tiap pintu rumah germo dan dibawahnya ada tanda-tangan Suheri, Sekretaris Desa Kertosari. "Dulu tiap hari kami dapat laporan orang berantam, tutur Suheri kepada Zed Abidien dari TEMPO. "Bahkan, sampai ada rumah tangga berantakan, gara-gara si suami mabuk menenggak tuak, dan uangnya ludes di situ." Sebenarnya pasar seks itu sudah lama mengganjal di mata para pamong desa. Sebab, 40 rumah yang praktek di situ tak ada izin. Walhasil, tempat ini tumbuh tanpa kendali. "Kami setuju dibubarkan saja, tapi kan kami tak punya hak menutupnya," kata Suheri. Tanpa menyinggung upaya ke tingkat lebih atas, Suheri bilang bahwa peraturan itu dibuat atas kesepakatannya dengan babinsa dan Kepala Kamtibmas setempat. Meski ada dukungan warga desa, toh disebutnya bukan merupakan hasil musyawarah desa. Musyawarah desa atau bukan, langkah membenahi urusan yang cuma "kulit-kulitnya" itu lumayan mirip orang ceki dua nokang dalam main kiu-kiu. Tembakannya, selain kaum alkoholis, juga menyenggol penjual minuman itu. "Penghasilan saya merosot," kata Saiman. Penjual minuman ini sewot karena di luar Desa Kertosari orang masih bebas menjual minuman keras. Ada yang sewot, ada pula yang terkesiap. Misalnya, kalangan Pemda sehabis membaca beritanya di koran. "Orang jadi tahu bahwa di Banyuwangi ada tempat mesum, dan, gelap lagi," gerutu seorang pejabat. Meski yang diberitakan ini merupakan rahasia umum, itu dianggapnya "mencemarkan" nama daerah. Petugas pun diutus ke sana, memantau apakah ada pelanggar yang dijatuhi denda membayar batu kali satu truk. Lebih jauh belum tampak tanda-tanda menanggulangi musabab "pencemaran" sampai ke akarnya. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini