Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kemajuan Bank Syariah di Indonesia

15 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

M. Dawam Rahardjo

  • Ekonom

    Dari segi ontologi, tujuan pendirian bank Islam, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia, adalah dalam rangka mengikuti perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, khususnya larangan memungut riba dalam pinjam-meminjam. Itu berbeda dengan bank konvensional, yang didirikan untuk menyediakan dana pinjaman melalui penghimpunan dana masyarakat dan menyalurkannya kepada yang membutuhkan.

    Bank konvensional adalah lembaga intermediari keuangan. Tujuan lebih lanjutnya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi dan bisnis dengan memanfaatkan simpanan masyarakat yang memiliki dana surplus setelah dikurangi konsumsi. Maka, dari segi aksiologi, bank syariah didirikan untuk menerapkan hukum Islam, sedangkan bank konvensional berkembang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

    Secara epistemologi, pengelolaan bank konvensional berpedoman pada manajemen perbankan, sedangkan bank syariah mengikuti hukum-hukum syariah. Itu sebabnya bank syariah memiliki lembaga pengawasan yang disebut dewan syariah yang dibentuk otoritas keagamaan, Majelis Ulama Indonesia atau Dewan Ugama di Malaysia.

    Karena motifnya bukan bisnis, Gus Dur pernah mengatakan bahwa bank syariah akan sulit berkembang. Dia mengatakan, ”Orang lebih suka menanam pohon rambutan daripada menginvestasikan uangnya di bank syariah.” Namun realitas menunjukkan yang sebaliknya. Perbankan syariah mulus berkembang.

    Semula memang ada kesulitan menghimpun dana untuk modal yang pada awal 1990-an baru Rp 10 miliar. Tapi, berkat intervensi negara melalui Presiden Soeharto, dapat dihimpun Rp 110 miliar. Maka dibentuklah bank syariah pertama, Bank Muamalat Indonesia, dengan rasio modal yang sangat memadai.

    Tapi kecukupan modal saja tidak cukup. Dana selanjutnya diharapkan dari penyimpan untuk memperbesar aset. Semula diragukan bahwa masyarakat bersedia menabung karena tidak dijanjikan suku bunga yang pasti, melainkan bergantung pada laba dan bagi hasilnya. Jika laba bank kecil atau merugi, perolehan nasabah ikut kecil pula.

    Karena itu, agar masyarakat yang umumnya bermotif ekonomi itu mau menyimpan uangnya di bank, perlu dibuktikan bahwa bagi hasil bank syariah lebih tinggi daripada bank konvensional. Maka harapan bank syariah adalah mendapatkan nasabah emosional dari umat Islam yang takut menjalankan riba. Penyimpan seperti itu ternyata ada, bahkan mereka cukup fanatik.

    Buktinya, ketika bunga bank melangit ke tingkat 70 persen di masa krisis, nasabah emosional itu tetap bertahan dengan tingkat bagi hasil yang jauh lebih rendah. Rush yang diramalkan tidak terjadi. Bahkan bank-bank syariah bertahan, sementara banyak bank konvensional bangkrut karena rush dan negative spread. Inilah bukti keunggulan sistem syariah yang tak bergantung pada naik-turunnya bunga.

    Kunci sukses ini terletak pada metode atau cara penerapannya melalui tiga proses. Pertama, kajian ilmiah tentang riba dan alternatif riba dengan menggunakan teori-teori moneter modern. Hasilnya kemudian diterbitkan di jurnal-jurnal profesional untuk diketahui dunia akademis. Soal itu diperbincangkan tanpa melibatkan iman dan doktrin keagamaan. Akhirnya, dunia akademis bisa menerimanya dan kini diajarkan di universitas terkemuka seperti Harvard dan Oxford.

    Kedua, hasil kajian ilmiah itu kemudian dikemas menjadi produk perbankan dan ditawarkan di pasar bebas kepada masyarakat dan dunia bisnis. Sebagian memang menerimanya berdasarkan keyakinan agama, tapi dunia bisnis pada umumnya menerima dan menolak produk-produk itu berdasarkan pertimbangan rasional-ekonomis, yakni untung-rugi.

    Ketiga, sebagaimana perbankan konvensional, syariat di bidang perbankan ini juga dilegislasikan, biasanya setelah didiskusikan secara publik melalui seminar-seminar terbuka. Pelegislasian syariat juga dilakukan melalui cara demokratis di parlemen. Sungguhpun undang-undang dan peraturan perbankan syariah telah menjadi hukum positif, realisasinya tetap bersifat sukarela

    Menurut Sjafruddin Prawiranegara, SH, hukum syariat adalah sebuah voluntary law. Dengan perlindungan hukum, bank syariah kemudian berkembang di pasar, bersaing dengan bank-bank konvensional. Konsumen dipersilakan memilih. Hal ini berbeda dengan di Iran, misalnya. Di negara itu, perbankan syariah diberlakukan dengan menutup bank-bank konvensional.

    Ada sejumlah faktor yang membuat perbankan syariah sukses. Produk bank syariah unggul karena penyimpan dan peminjam terhindar dari risiko fluktuasi bunga. Produk syariah juga variatif. Ada sistem gadai atau raihan, mudharabah muqayyadah—pemilik dana bisa menunjuk peminjam dan di bidang apa boleh dan tidak boleh diinvestasikan—dan ijarah muntahya bi al tamlik atau sewa dengan hak untuk memiliki barang di akhir sewa atau hak untuk membeli barang yang telah disewa.

    Namun bank syariah juga menghadapi hambatan. Tidak mudah bagi bank syariah untuk mengeluarkan produk baru karena pertimbangan subhat atau secara hukum meragukan. Jika kelebihan dana, syariat melarang bank menyimpan di SBI, tapi bisa di giro wadiah Bank Indonesia yang bagi hasilnya lebih kecil. Bank syariah juga dikenai pajak untuk transaksi murabahah karena dianggap sebagai produk perdagangan dan bukan hanya produk bank.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus