Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kembali ke 70 tahun lalu

Pasar/peukan aceh di bangun bertingkat. pedagang ikan basah dan tukang daging diminta pindah ke peunayong atau tempat lain. penjualan secara sembunyi- sembunyi terjadi. pasar kembali tidak teratur. (kt)

29 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGAI ibukota Daerah Istimewa Aceh, tentu saja Banda Aceh berkeinginan punya sebuah pasar yang juga istimewa. Seperti pasar di ibukota-ibukota propinsi lainnya. Artinya bertingkat, bersih dan sehat. Maka tatkala Usman Yakob jadi walikota Banda Aceh maksud itupun dilaksanakannya. Yaitu dengan mengobrak-abrik pasar Aceh alias Peukan Aceh yang sudah ada sejak 70 tahun lalu. Lalu digantinya dengan pasar bertingkat berukuran 200 x 25 M. Pasar lama yang bemlula sepetak padang belukar di samping Mesjid Raya yang diisi para wanita dan janda-janda yang suaminya mati syahid itu, di akhir 1972 berganti dengan yang baru dan bertingkat itu. Mampu menampung seluruh penjaja yang dulunya bersimpuh di tanah-tanah berlumpur. Dan lantai bawahnya dijadikan tempat bernaung 50 tukang jahit dan 150 pedagang kain dan kelontong. Tapi ada yang dikecualikan. Yaitu para pedagang ikan basah dan tukang daging. Mereka dilarang berdagang disana. Meski mereka pun sudah bercokol di sana lebih 1/2 abad. Alasannya demi menjaga kebersihan dan kesehatan. Maklum jenis dagangan itu basah dan anyir. Mereka dipersilakan menyingkir ke bangunan baru di tepi Kali Aceh di daerah Peunayong. Yang tak kebagian di sana boleh cari tempat di Pasar Pagi Kuta Alam atau Peukan Seutui. Tak peduli berstatus liar atau tidak. Pokoknya menyingkir dari Pasar Bertingkat atau Pasar Aceh Baru. Loroog-Lorong Tentu saja pengaturan tersebut bikin nyonya-nyonya atau nona-nona rumah jadi repot. Bila perlu beras, sayuran atau bumbu cukup pergi ke Pasar Bertingkat. Tapi bila berhajat beli ikan basah dan daging, mesti pergi ke Peunayong. Kerepotan menjadi-jadi, bila apa-apa yang akan dibeli terlupa. Hingga harus mondar-mandir.Ini mengilhami sebagian pedagang sayur dan bumbu untuk pindah dari Pasar Bertingkat dan mengelar dagangannya di pasar Peunayong Hingga pengunjung Pasar Aceh bertingkat yang maunya istimewa itu, agak berkurang. Juga keadaan tersebut mengilhami para pedagang lainnya untuk memborong ikan basah dan daging di Peunayong, lalu secara sembunyi-sembunyi memboyong dan menjualnya di Pasar Bertingkat. Lama-lama mereka memenuhi lorong-lorong di Pasar Bertingkat. Biar sedikit mahal, toh dagangan mereka amat laris. "Ketimbang buang ongkos becak, tenaga dan waktu, lebih baik mahal", ujar seorang nyonya. Akhirnya petak-petak bawah dan atas, yang memang sudah melimpah, makin luber. Bahkan sampai ke tangga-tangga yang dulu mulus. Keadaan kembali tak beda seperti 70 tahun lampau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus