Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menggusur pedagang beras

Pasar beras jalan demak, surabaya, digusur. tempat penampungan disediakan pasar tambahrejo. pedagang menolak & mengadu ke dprd kodya surabaya. pelaksanaan pasar tambahrejo tersisip ketidakberesan. (kt)

29 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMBILAN puluh tujuh pedagang beras di Jalan Demak, Surabaya. sedang dicekam kegelisahan. Karena pasar beras yang mampu menyediakan 5080 ton seharinya itu, - seluruh .Surabaya menghabiskan sekitar 300 ton --sejak minggu akhir April lalu kena gusur. Sebanyak 158 stand sudah diratakan dengan tanah. Sementara Pasar Tambahrejo yang ditunjuk Walikota Suparno sebagai tempat hijrah mereka, belum mereka sepakati. "Kita tak membantah SK Walikota, asal dapat penampungan yang cocok", tutur seorang pedagang. Begitu memang gerutu hampu seluruh pedagang pindahan dari Jalan Lamongan tahun 1974 itu. Kenapa mereka menolak masuk pasar Tambahrejo yang selesai 1972 dan ternyata masih banyak kosong itu? "Tempat penampungan terjepit, jalur jalan untuk angkutan truk sulit dan bisa kehilangan langganan". Hingga tercetus dari mulut mereka: "Pedagang pribumi ini dibunuh pelan-pelan". Bukan cuma itu yang mereka gerutukan. Tapi juga pendekatan menjelang penggusuran tersebut, menurut mereka, sifatnya amat sepihak. Bahkan dapat tekanan dari Tripinda setempat segala. Dirasakan usul mereka tak pernah digubris. Di pertemuan Pebruari kemarin misalnya, kata mereka, yang disodorkan cuma: sedia pindah atau tidak. Ternyata perintah pembongkaran yang mereka terima, sewaktu semua menjawab: "Tidaak". ."ada yang panik memang. Dan buru-buru 8 orang akur mendaftar pindah. Tahu-tahu, daftar yang diajukan Camat Bubutan kepada investor Tambahrejo berisi 53 nama. Siapa lainnya? "Tidak tahu", tukas mereka. Artinya kebanyakan nama-nama itu bukan pedagang di Jalan Demak. Sampai laporan ini dikirim Pembantu TEMPO Anshari Thayib, para pedagang tersebut masih bertahan di sana. Berjualan di alam terbuka. Tanpa bangunan apa pun. Bila malam datang, ada yang pulang ke rumah masing-masing. Tapi ada juga yang terus menunggui beras dagangannya. Sambil merenung-renung. Sebab mereka merasa sudah cukup beruntung dan mantap berjualan di Jalan Demak itu. Setiap pedagang bisa mengantongi uang Rp 50--70 ribu setiap hari di sana. Bahkan tak jarang berhasil meraih untung bersih sekitar Rp 7.000. Meski usaha mereka dibebani Rp 400 setoran per stand sebulannya buat dana Veteran. Karena pedagang-pedagang itu berlindung di bawah LVRI (Legiun Veteran RI)--mereka kebanyakan anggota Veteran. Bermukimnya mereka di sana selain dengan SK Dandim Surabaya Utara juga pakai upacara peresmian oleh Dandim sendiri. Selanjutnya kegiatan mereka dikordinasikan oleh Koramil setempat. Tentu saja selain semua itu membanggakan, juga menentramkan hati mereka dalam mencari nafkah sehari-hari. Apalagi selain buat dana Veteran, mereka rela juga membayar Rp 10 per karung buat karcis harian Kotamadya Surabaya. Ada Penghuninya Pendeknya penggusuran Jalan Demak amat tak sedap. Berbeda dengan kepindahan mereka dari Jalan Lamongan tempo hari. "Musyawarah saja sampai tak kurang 8 kali. Dan diberi beberapa alternatif", tutur mereka mengenangkannya. Sekarang ini, selain sedikit yang bersifat musyawarah, mau ketemu Walikota saja tak bisa. Terpaksa suara mereka disalurkan ke DPRD Kotamadya Surabaya. Dan berkat salah seorang anggota itu dewan, H. Anas Thahir, berkumandanglah keluhan para pedagang itu di DPRD. Hingga anggota yang terhormat itu berikut partainya, Partai Persatuan Pembangunan, kena tudingan sementara fihak sebagai, "biang sebab gagalnya pemindahan para pedagang Jalan Demak". Tentu saja H. Anas Thohir menampiknya. Menurut Thohir, "Fraksi Partai Persatuan gudah membujuk para pedagang beras itu agar mau pindah. Tapi mereka berpegang teguh pada pendirian mereka". Justru pendirian itu yang bertabrakan dengan rencana Walikota Suparno. "Penertiban Jalan Demak akan dijalankan terus", ujar Walikota kepada pers akhir April kemarin di tengah hiruk pikuknya penggusuran. Menurut Walikota para pedagang itu bukan dipaksa harus pindah ke Tambahrejo. Mereka bisa memilih Pasar Turi atau pasar Wonokromo. Tapi bila pilihan ini yang diambil Pemda KM Surabaya hanya akan memberi bantuan fasilitas biasa. Sedang bila pindah ke pasar Tambahrejo, pemda akan memberi bantuan dengan sistim Kredit Investasi Kecil (KIK) yang diatur bersama-sama bank yang telah disiapkan. Dan, "kalau kesempatan masuk pasar Tambahrejo tidak digunakan, hak tersebut akan dialihkan kepada pedagang lain". Tapi para pedagang sendiri tampaknya tetap pada tekad, "semua sepakat tak mau pindah - apa pun adanya". Sedang menurut Abdul Azis SH, Kepala Sub Dit Ketertiban Umum Kotamadya Surabaya. banyak mereka yang ingin pindah ke Tambahrejo, namun takut". Karena, katanya, "tak ingin disudutkan kawan-kawannya". Mungkin Azis tak tahu bahwa di antara 8 pedagang eks Jalan Demak yang mendaftar, kabarnya, cuma 4 pedagang saja yang serius dan dapat stand. Dan satu di antara 4 pedagang itu pun,yang seorang sudah kembali bergabung di Jalan Demak, sebab "stand yang ditunjuk ternyata ada penghuninya". Rupanya, pelaksanaan rencana yang kabarnya sudah difikirkan sejak bulan-bulan terakhir 1975 itu tersisip ketidakberesan. Apa? Mungkin yang bisa menjawabnya, ialah petugas-petugas wilayah sebagai pelaksana kebijaksanaan Walikota.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus