SEMBILAN puluh tujuh pedagang beras di Jalan Demak, Surabaya.
sedang dicekam kegelisahan. Karena pasar beras yang mampu
menyediakan 5080 ton seharinya itu, - seluruh .Surabaya
menghabiskan sekitar 300 ton --sejak minggu akhir April lalu
kena gusur. Sebanyak 158 stand sudah diratakan dengan tanah.
Sementara Pasar Tambahrejo yang ditunjuk Walikota Suparno
sebagai tempat hijrah mereka, belum mereka sepakati. "Kita tak
membantah SK Walikota, asal dapat penampungan yang cocok", tutur
seorang pedagang. Begitu memang gerutu hampu seluruh pedagang
pindahan dari Jalan Lamongan tahun 1974 itu.
Kenapa mereka menolak masuk pasar Tambahrejo yang selesai 1972
dan ternyata masih banyak kosong itu? "Tempat penampungan
terjepit, jalur jalan untuk angkutan truk sulit dan bisa
kehilangan langganan". Hingga tercetus dari mulut mereka:
"Pedagang pribumi ini dibunuh pelan-pelan". Bukan cuma itu yang
mereka gerutukan. Tapi juga pendekatan menjelang penggusuran
tersebut, menurut mereka, sifatnya amat sepihak. Bahkan dapat
tekanan dari Tripinda setempat segala. Dirasakan usul mereka tak
pernah digubris. Di pertemuan Pebruari kemarin misalnya, kata
mereka, yang disodorkan cuma: sedia pindah atau tidak. Ternyata
perintah pembongkaran yang mereka terima, sewaktu semua
menjawab: "Tidaak". ."ada yang panik memang. Dan buru-buru 8
orang akur mendaftar pindah. Tahu-tahu, daftar yang diajukan
Camat Bubutan kepada investor Tambahrejo berisi 53 nama. Siapa
lainnya? "Tidak tahu", tukas mereka. Artinya kebanyakan
nama-nama itu bukan pedagang di Jalan Demak.
Sampai laporan ini dikirim Pembantu TEMPO Anshari Thayib, para
pedagang tersebut masih bertahan di sana. Berjualan di alam
terbuka. Tanpa bangunan apa pun. Bila malam datang, ada yang
pulang ke rumah masing-masing. Tapi ada juga yang terus
menunggui beras dagangannya. Sambil merenung-renung. Sebab
mereka merasa sudah cukup beruntung dan mantap berjualan di
Jalan Demak itu. Setiap pedagang bisa mengantongi uang Rp 50--70
ribu setiap hari di sana. Bahkan tak jarang berhasil meraih
untung bersih sekitar Rp 7.000. Meski usaha mereka dibebani Rp
400 setoran per stand sebulannya buat dana Veteran. Karena
pedagang-pedagang itu berlindung di bawah LVRI (Legiun Veteran
RI)--mereka kebanyakan anggota Veteran. Bermukimnya mereka di
sana selain dengan SK Dandim Surabaya Utara juga pakai upacara
peresmian oleh Dandim sendiri. Selanjutnya kegiatan mereka
dikordinasikan oleh Koramil setempat. Tentu saja selain semua
itu membanggakan, juga menentramkan hati mereka dalam mencari
nafkah sehari-hari. Apalagi selain buat dana Veteran, mereka
rela juga membayar Rp 10 per karung buat karcis harian Kotamadya
Surabaya.
Ada Penghuninya
Pendeknya penggusuran Jalan Demak amat tak sedap. Berbeda dengan
kepindahan mereka dari Jalan Lamongan tempo hari. "Musyawarah
saja sampai tak kurang 8 kali. Dan diberi beberapa alternatif",
tutur mereka mengenangkannya. Sekarang ini, selain sedikit yang
bersifat musyawarah, mau ketemu Walikota saja tak bisa. Terpaksa
suara mereka disalurkan ke DPRD Kotamadya Surabaya. Dan berkat
salah seorang anggota itu dewan, H. Anas Thahir, berkumandanglah
keluhan para pedagang itu di DPRD. Hingga anggota yang terhormat
itu berikut partainya, Partai Persatuan Pembangunan, kena
tudingan sementara fihak sebagai, "biang sebab gagalnya
pemindahan para pedagang Jalan Demak". Tentu saja H. Anas Thohir
menampiknya. Menurut Thohir, "Fraksi Partai Persatuan gudah
membujuk para pedagang beras itu agar mau pindah. Tapi mereka
berpegang teguh pada pendirian mereka".
Justru pendirian itu yang bertabrakan dengan rencana Walikota
Suparno. "Penertiban Jalan Demak akan dijalankan terus", ujar
Walikota kepada pers akhir April kemarin di tengah hiruk
pikuknya penggusuran. Menurut Walikota para pedagang itu bukan
dipaksa harus pindah ke Tambahrejo. Mereka bisa memilih Pasar
Turi atau pasar Wonokromo. Tapi bila pilihan ini yang diambil
Pemda KM Surabaya hanya akan memberi bantuan fasilitas biasa.
Sedang bila pindah ke pasar Tambahrejo, pemda akan memberi
bantuan dengan sistim Kredit Investasi Kecil (KIK) yang diatur
bersama-sama bank yang telah disiapkan. Dan, "kalau kesempatan
masuk pasar Tambahrejo tidak digunakan, hak tersebut akan
dialihkan kepada pedagang lain".
Tapi para pedagang sendiri tampaknya tetap pada tekad, "semua
sepakat tak mau pindah - apa pun adanya". Sedang menurut Abdul
Azis SH, Kepala Sub Dit Ketertiban Umum Kotamadya Surabaya.
banyak mereka yang ingin pindah ke Tambahrejo, namun takut".
Karena, katanya, "tak ingin disudutkan kawan-kawannya". Mungkin
Azis tak tahu bahwa di antara 8 pedagang eks Jalan Demak yang
mendaftar, kabarnya, cuma 4 pedagang saja yang serius dan dapat
stand. Dan satu di antara 4 pedagang itu pun,yang seorang sudah
kembali bergabung di Jalan Demak, sebab "stand yang ditunjuk
ternyata ada penghuninya". Rupanya, pelaksanaan rencana yang
kabarnya sudah difikirkan sejak bulan-bulan terakhir 1975 itu
tersisip ketidakberesan. Apa? Mungkin yang bisa menjawabnya,
ialah petugas-petugas wilayah sebagai pelaksana kebijaksanaan
Walikota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini