Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kembali ke ujung murung

Kawasan ujung murung di banjarmasin dikenal sebagai daerah gelandangan. berbagai usaha dilakukan untuk membenahi daerah tersebut, tapi kenyataannya tempat itu masih dihuni gelandangan dan wts. (kt)

26 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pejabat pemerintah kotamadya Banjarmasin masih sering murung kalau memikirkan bagaimana membenahi kawasan Ujung Murung sampai ke mulut jembatan Coen, persis di hidung bioskop Dewi itu. Pernah terlintas, jalan tersebut akan dijadikan jalur hijau. Tapi entah kenapa, tak terlihat kesungguhan mewujudkannya. Pernah pula pagar besi dan lampu neon, ramai dipajang di sana. Sekarang ini, jangankan pepohonan yang rimbun atau bunga-bunga segar terpajang di sana, pagar yang telah dipasang itu saja ke mana menghilang, tak ada yang tahu. Hingga neon-neon yang kebetulan belum kena usik, buru-buru dicopot. Dan siapa lagi yang dengan girang menggunakan keadaan tak menentu tersebut, kalau bukan bunga-bunga jalanan alias para WTS. Bila malam telah larut, di kawasan yang strategis itu, berlangsung hiruk pikuk perdagangan perempuan pelacur. Bila kecocokan harga sudah didapat, pasangan-pasangan yang berkepentingan akan langsung menyelinap ke kolong jembatan Coen. Di kolong itu sudah siap jukung-jukung yang dilengkapi dengan ruangan berkajang. Berfungsi sebagai kamar. Dengan ilustrasi gemercik riak air atau kecopak dayung atau deru kelotok berlalu, pelepasan hajat pun konon berlangsung secara "alamiah". Tapi menyewa atau mengontrak jukung-jukung itu terbilang kelas murahan. Sebab yang kelas tinggian tentunya tak di sana. Atau di rumah-rumah liliput yang berjejer sepanjang pinggiran Ujung Murung. Tapi entah di mana. Di Mana Penampungan? Tentu saja para yang berwenang tak bisa tinggal diam. Mula-mula mengusir mereka secara halus, dengan memasang lampu mercury. Kemudian menggerebegnya. Karena masih tetap banyak yang nekad dan melakukannya dengan mengendap-endap atau kucing-kucingan. Dengan alat pemukul di tangan para Kamtib mengobrak-abrik rumah-rumah liliput dan mengusir jukung-jukung yang berkerumun di kolong jembatan Coen. Tak cuma di siang hari. Karena biasanya malam hari toh kembali hiruk-pikuk terjadi. Bankan April kemarin dilakukan razia besar-besaran. Sekitar 53 gelandangan dan 49 WTS terciduk. Setelah diperiksa, 7 pelacur dijatuhi hukuman,42 lainnya dilepas. Tapi kemudian timbul masalah lain. Akan diapakan para gelandangan yang sementara ditumpuk di markas Komres 1301 itu? Sebab sampai sekarang Pemda Kodya Banjarmasin tak memiliki tempat penampungan khusus kaum gelandangan,seperti diakui Zakaria Saberan. Humas Pemda Banjarmasin. Meski menurut Zakaria, "pernah kami adakan di Liang Anggang dan di Sungai Paring menumpang di panti wreda, tapi tak berhasil". Karena, "setelah ditampung, ada fihak keluarganya yang minta kembali". Tentu saja ia takkan mengakui, bahwa para gelandangan itu banyak yang kabur karena tak betah. Hingga hasil razia bulan April pun terpaksa dilepas kembali. Dan kembali pulalah suasana di sepanjang Ujung Murung dan kolong jembatan Coen itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus