Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah tengah merevisi aturan penerimaan negara bukan pajak dari ekspor benih lobster.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan tarif patokan ekspor untuk mempercepat penerimaan setoran.
Disarankan agar aturan PNBP itu berlaku surut untuk menekan kerugian negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan tarif patokan ekspor benih bening lobster sambil menanti terbitnya aturan baru soal penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari komoditas ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Andreau Pribadi, mengatakan kebijakan ini dipilih untuk mempercepat setoran PNBP di tengah masa pandemi Covid-19. “Ini langkah extraordinary yang dilakukan Kementerian Kelautan,” kata dia kepada Tempo, kemarin.
KKP mengatur tarif ekspor untuk dua jenis benih lobster, yaitu benur pasir dan benur mutiara. Nilainya bergantung pada selisih harga jual dari penerima barang dan harga beli dari nelayan. Ada lima jenis tarif yang berlaku. Tarif terendah untuk benur pasir dipatok sebesar Rp 1.000 per ekor dan benur mutiara Rp 1.500 per ekor. Tarif ini berlaku bila selisih harga mencapai Rp 10 ribu. Tarif tertinggi untuk kedua jenis benur itu sebesar Rp 5.000 dan Rp 10 ribu per ekor, bila selisih harganya mencapai Rp 100 ribu.
Andreau menuturkan, pembayaran PNBP sementara ditampung dalam rekening bank garansi. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk ditunjuk sebagai pengelola dana. “PNBP yang sudah masuk ke rekening itu kurang lebih Rp 45 miliar,” katanya.
Kementerian Kelautan mengajukan skema tarif patokan dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang PNBP. Menurut Andreau, revisi aturan ini akan berlaku surut. Kekurangan maupun kelebihan pembayaran dari eksportir akan dihitung melalui bank garansi.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menuturkan, revisi aturan tersebut dilakukan untuk menampung penyesuaian tarif PNBP benih lobster yang lebih tinggi sehingga meningkatkan potensi penerimaan. “Rancangan aturan ini masih menunggu penetapan pemerintah,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim, berharap pemerintah mematok tarif yang lebih tinggi. “Rp 5.000 per ekor. Itu angka paling minim,” kata dia.
Menurut Abdul, benur lobster bernilai tinggi bagi perekonomian jika dikembangkan di dalam negeri. Budi daya lobster bisa menjadi ladang pendapatan banyak orang. Dalam tiga bulan, nilai jual komoditas tersebut dapat melonjak hingga jutaan rupiah per ekor. Potensi pendapatannya diperkirakan terus meningkat seiring dengan tingginya permintaan lobster. Abdul juga menyarankan pemerintah memastikan kebijakan tarif ini berlaku surut. “Jika tidak berlaku surut berpotensi merugikan negara,” katanya.
Sejak keran ekspor dibuka pada 5 Mei lalu, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) mencatat, sekitar 47 juta ekor benur telah diekspor dari Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sementara itu, Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar-Lembaga Direktorat Jenderal Bea-Cukai Kementerian Keuangan, Syarif Hidayat, mencatat bahwa benih lobster yang telah diekspor hingga kemarin sekitar 42 juta ekor. “Ekspor dilakukan ke tiga negara tujuan, yaitu Hong Kong, Taiwan, dan Vietnam,” ujarnya.
VINDRY FLORENTIN
5
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo