Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Insentif Pajak Nusantara Dipikul Negara

Guyuran insentif perpajakan di IKN menjadi sorotan. Akan membebani negara di luar pembangunan infrastruktur dan pemindahan ASN. 

5 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Proyek pembangunan kawasan inti pemerintahan Ibu Kota Negara Nusantara, di Sepaku, Kalimantan Timur, 8 Maret 2023. REUTERS/Willy Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemberian insentif perpajakan di IKN menambah beban APBN.

  • Pengusaha masih enggan berinvestasi di IKN meski diiming-imingi insentif.

  • Kementerian Keuangan sedang memfinalkan aturan teknis insentif perpajakan.

JAKARTA -- Pemerintah menabur aneka insentif untuk membujuk calon investor supaya merealisasi investasinya di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Di samping insentif non-perpajakan berupa jangka waktu hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) yang panjang, pemerintah memberi janji berbagai insentif perpajakan.

Sedikitnya, Tempo mencatat ada 10 insentif perpajakan yang akan digelontorkan demi pengembangan Nusantara. Dari pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk beberapa transaksi di IKN; pajak penghasilan (PPh) pegawai ditanggung pemerintah; pembebasan pajak bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); hingga insentif kepabeanan dan cukai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada pula berbagai insentif berupa superdeduction atau pengurangan penghasilan bruto hingga 200 persen dari biaya yang dikeluarkan untuk para pelaku usaha yang memberikan sumbangan dalam pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial. Pengurangan pajak juga diberikan bagi pelaku usaha yang terlibat berbagai program pengembangan lainnya dengan besaran yang berbeda-beda.

Belum lagi insentif khusus bagi industri jasa keuangan melalui kawasan pusat keuangan alias financial center. Fasilitas ini berupa libur pajak atau tax holiday hingga 25 tahun dengan persentase pembebasan 100 persen untuk perbankan serta asuransi, baik konvensional maupun syariah. Selain itu, pembebasan 85 persen diberikan untuk sektor keuangan lainnya. "Pemberian insentif fiskal mendorong pembangunan di IKN," kata Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal dalam acara "Roadshow Peluang Investasi IKN" di Jakarta pada pekan lalu.

Insentif itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 yang kini sedang dibuat aturan pelaksanaannya oleh Kementerian Keuangan. "PMK insentif hampir bisa difinalkan, tidak lama lagi bisa kita terima."

Sejumlah pekerja di dekat proyek Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 2 November 2023. ANTARA/Hafidz Mubarak A.

Berpotensi Jadi Beban Baru Proyek IKN

Berbagai insentif tersebut dinilai akan menjadi beban tambahan bagi pemerintah dari proyek pemindahan Ibu Kota. Di samping belanja perpajakan, pemerintah mengalokasikan anggarannya untuk pembangunan infrastruktur hingga pemindahan aparatur sipil negara (ASN) beserta berbagai insentif pemindahannya. Berbagai belanja pemerintah itu pun kini dipertanyakan potensi dampaknya terhadap perekonomian.

Untuk belanja perpajakan, Manajer Riset Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar melihat besar potensi penerimaan negara yang hilang bergantung pada jumlah wajib pajak yang menikmati manfaat dan insentif tersebut. Semakin banyak wajib pajak yang masuk ke IKN, akan semakin besar belanjanya. 

Biasanya, kata Fajry, besaran penerimaan yang hilang bakal terkompensasi oleh peningkatan aktivitas ekonomi dan jenis pajak lainnya. Contohnya, tax holiday berpotensi membuat penerimaan berkurang dari PPh badan, tapi dapat terkompensasi dari penerimaan PPN, PPh orang pribadi, dan pajak daerah ataupun pajak dari sektor yang menyokongnya. 

Masalahnya, insentif perpajakan di IKN diberikan untuk berbagai jenis pajak dan tak hanya untuk IKN, tapi juga daerah mitra. "Tentu kita mempertanyakan, apakah dapat terkompensasi atau tidak?" ujarnya kepada Tempo, kemarin.

Apalagi beberapa insentif perpajakan yang disiapkan pemerintah dinilai belum cukup efektif pada praktiknya nanti. Misalnya, kebijakan PPh pegawai ditanggung pemerintah diperkirakan tidak serta-merta mendorong orang untuk pindah kerja ke Nusantara. Musababnya, insentif itu baru akan terasa bagi pekerja bergaji besar. 

Saat ini pemerintah menerapkan PPh orang pribadi secara progresif. Konsekuensinya, bagi pekerja yang berpendapatan rendah, tarif yang dikenakan juga rendah sehingga besaran insentif yang didapatkan secara nominal akan kecil. "Insentif PPh orang pribadi jadi tak menarik. Terlebih bagi orang dengan pendapatan di bawah PTKP (penghasilan tidak kena pajak), tidak mendapat insentif," kata Fajry. 

Jika pendapatannya tinggi, barulah nominal insentif yang diterima juga besar. Persoalannya, Fajry menjelaskan, lebih dari 84 persen wajib pajak orang pribadi yang melaporkan surat pemberitahuan (SPT) pajak merupakan kelompok berpenghasillan rendah. Walhasil, ia memperkirakan, insentif ini tidak menarik bagi sebagian besar pekerja. Apalagi upah minimum provinsi (UMP) Kalimantan Timur untuk 2024 hanya sebesar Rp 3,36 juta atau di bawah PTKP. 

"Pekerja yang digaji sebesar UMP Kaltim tidak akan mendapat manfaat dari insentif tersebut," ujarnya. 

Tidak Dilirik Sektor Mikro

Sorotan lainnya adalah insentif pajak UMKM. Fajry mengatakan insentif lazimnya diberikan untuk mengkompensasi return on investment (ROI) atau pengembalian modal yang berkurang. Misalnya, pelaku usaha membuka usaha di Jakarta mendapatkan ROI 6-7 persen dan di Nusantara hanya 2-3 persen sehingga perlu kompensasi 4 persen. Pengembalian investasi tersebut ditentukan oleh besaran omzet. Sementara itu, omzet digerakkan oleh aktivitas ekonomi yang bergantung pada jumlah penduduk.

Fajry menduga insentif ini menjadi tidak menarik bagi pengusaha jika tidak ada aktivitas ekonomi yang dapat menciptakan imbal hasil usaha seperti harapan mereka. "Kunci menciptakan aktivitas ekonomi tersebut adalah jumlah penduduk. Kalau pemerintah gagal memindahkan penduduk dan aktivitas ekonomi ke IKN, insentif ini tidak akan efektif."

Prediksi Fajry sejalan dengan pernyataan sejumlah pelaku usaha. Ketua Umum Asosiasi Industri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinny mengatakan para pelaku UMKM, khususnya pengusaha mikro, belum tertarik membuka usaha di Nusantara. Sebab, untuk membuka usaha di IKN saja membutuhkan permodalan awal yang tidak sedikit.

"Manfaat usaha mikro ke sana apa? Kalau ASN kan mendapat banyak insentif. Sedangkan UMKM malah harus mengeluarkan uang untuk pindah," kata Hermawati.

Dia mengatakan insentif itu hampir tidak mungkin dimanfaatkan oleh para pelaku usaha mikro. Sebab, selain urusan permodalan, para pengusaha mikro kerap kesulitan mengurus berbagai tahapan administratif. Ia memperkirakan insentif itu dimunculkan sebagai dukungan bagi pelaku usaha kecil dan menengah yang omzet tahunannya mencapai puluhan miliar rupiah, seperti usaha waralaba yang memiliki banyak cabang.

Meski demikian, menurut Hermawati, menarik lini usaha masuk ke IKN saat ini juga tidak mudah. Sebab, para pengusaha juga melihat kemajuan pembangunan di sana. "Fasilitasnya masih jauh dari selesai, infrastrukturnya belum siap, bagaimana berharap UMKM ke sana?" ujarnya.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Haryadi Sukamdani. TEMPO/Tony Hartawan

Pengusaha Menunggu IKN Ramai

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani menilai obral insentif yang dilakukan pemerintah cukup menarik bagi pelaku usaha dibanding kebijakan perpajakan di luar IKN. Namun guyuran insentif itu saat ini belum bisa menjadi pendorong bagi pelaku usaha untuk masuk lantaran mereka masih menanti perkembangan dan pertumbuhan perekonomian di ibu kota anyar tersebut. 

Ia mengingatkan bahwa pengusaha sebagian besar menganut prinsip konservatif, alias tidak akan mengambil risiko. Hariyadi yakin para pelaku usaha masih akan melihat pertumbuhan jumlah populasi dan kebutuhan masyarakat akan investasi tertentu. Sebab, itu juga akan berkaitan dengan pembiayaan dari lembaga keuangan.

"Bank mau tidak mendukung pelaku usaha yang mengambil risiko masuk ke IKN? Kalau bank tidak mau ya tidak bisa juga," kata bekas Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia ini.   

Terlebih, saat ini umur pemerintahan Presiden Joko Widodo tinggal kurang dari satu tahun untuk menjamin pemindahan Ibu Kota bisa berjalan mulus. Karena itu, para pengusaha pun, menurut Hariyadi, masih akan menunggu hasil pemilihan umum tahun depan untuk memutuskan rencana investasinya di IKN. Sebagai informasi, dari tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar telah menyatakan akan mengevaluasi ulang proyek IKN jika terpilih nanti.

"Ada ketidakpastian yang perlu dikalkulasi. Semuanya menunggu pemilu dan tahapan pemindahannya," kata Hariyadi.

Kepala Pusat Penelitian Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho memahami obral insentif perpajakan itu diperlukan untuk menarik investasi dan menggenjot populasi penduduk di IKN. Apalagi prinsip dari pemberian insentif pajak adalah agar Indonesia bisa mendapat manfaat berupa pengembangan ekonomi di wilayah di kemudian hari.

Namun Andry mempertanyakan periode kebijakan obral insentif tersebut. Alasannya, jika kebijakan itu terus berlaku tanpa jangka waktu yang jelas, nantinya menjadi beban berat bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. "Di tengah penerimaan negara yang tidak begitu baik, masih di bawah target, bahkan rasio pajak kita belum ideal, insentif ini akan memberatkan APBN."

CAESAR AKBAR | AMELIA RAHIMA | ANTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus