Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Keris: Pusaka, Estetika, Investasi

Keris kini bukan lagi monopoli keraton. Sejak mendapat pengakuan dari UNESCO pada 2005 sebagai warisan kemanusiaan dunia dari Indonesia, tosan aji itu kian menjadi primadona. Bisnis keris terus meningkat. Kolektor baru pun bermunculan. Yang menarik, para kolektor, terutama yang muda-muda, tak lagi memburu keris karena unsur mistis, tapi lebih pada aspek estetis dan investasi.

Tempo merekam denyut jagat bisnis perkerisan yang kian marak itu, menampilkan para empu yang masih setia menjaga tradisi, serta mereportase sentra produksi keris di Madura, yang belakangan ini merajai pasar Indonesia dan mancanegara.

13 Juni 2011 | 00.00 WIB

Keris: Pusaka, Estetika, Investasi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebilah keris dengan dhapur (bentuk bilah) Nagasasra Kinatah Emas ditimang-timang Haryono Haryoguritno, kolektor keris. Keris bertatahkan emas dengan luk (lekuk) 9 bergaya Yogyakarta di zaman Sultan Agung itu berusia sekitar 350 tahun. Selang beberapa saat kemudian, Haryono menimang satu keris lagi: keris dhapur Pasopati—keris lurus dengan gaya Surakarta di zaman Pakubuwono IX.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus