Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Ada Bencana Ada ACT

Relawan ACT (Aksi Cepat Tanggap) bergerak cepat ketika terjadi bencana. Membuka cabang hingga ke Gaza, Palestina.

2 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Saat gempa Palu, relawan ACT berupaya masuk ke wilayah yang terkena dampak dengan berbagai cara.

  • Para relawan ACT harus masuk ke lokasi bencana maksimal tiga hari setelah petaka terjadi.

  • Relawan ACT juga mengumpulkan donasi untuk korban bencana di daerah lain.

SYAHRUL Mubaraq buru-buru meminta sopir memutar arah kendaraan ketika sedang melaju dari Kota Makassar menuju Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, Jumat, 28 September 2018. Kepala Area Aksi Cepat Tanggap (ACT) Sulawesi itu baru saja menerima kabar bahwa gempa dan tsunami terjadi di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah. Kantor pusat ACT di Jakarta meminta Syahrul segera mengerahkan relawan ACT ke daerah itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepanjang perjalanan menuju Makassar, Syahrul berkomunikasi dengan sejumlah kalangan, termasuk para relawan ACT, untuk mencari cara masuk ke Palu. Ia mengetahui kemudian bahwa gempa dan tsunami membuat Palu dan sekitarnya sulit ditembus. “Jalur darat terputus,” ujarnya menceritakan ulang kejadian tersebut, Jumat, 1 Juli lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesibukan juga melanda kantor pusat ACT. Ibnu Khajar, Presiden ACT, bercerita, pimpinan dan staf ACT mengontak sejumlah petinggi Tentara Nasional Indonesia agar bisa mengirim relawan dan bantuan. “SOP (standard operating procedure) kami, relawan sudah harus masuk pada H+3 bencana,” kata Ibnu pada Selasa, 28 Juni lalu. Kala itu, gempa dan tsunami telah menewaskan 2.086 orang dan merusak lebih dari 67 ribu bangunan di tiga daerah.

Dua hari setelah gempa Palu, relawan ACT mendapatkan akses menggunakan pesawat Hercules dari Pangkalan TNI Angkatan Udara Sultan Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Syahrul dan 19 relawan ACT hanya membawa bahan kebutuhan pokok serta obat-obatan secukupnya karena keterbatasan tempat. Tiba di Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie, Palu, ia berkoordinasi dengan militer setempat dan mencari cara agar bantuan dan relawan ACT lain bisa masuk ke Palu, Sigi, dan Donggala.

Jalur lain yang digunakan oleh relawan ACT adalah melalui laut. Wakil Presiden ACT Dwiko Hari Dastriadi menuturkan, bantuan serta relawan diberangkatkan menggunakan feri dari pelabuhan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Mereka membawa bahan pokok, selimut, hingga popok untuk anak balita. “Relawan yang masuk langsung membuat posko di Palu,” ujar Dwiko, yang juga Direktur Masyarakat Relawan Indonesia, organisasi di bawah Yayasan Aksi Cepat Tanggap.

Di Ibu Kota, ACT menyiapkan tim relawan dan logistik di Bandara Halim Perdanakusuma. Namun relawan dan bantuan itu baru bisa masuk ke daerah yang terkena dampak enam hari setelah bencana. Menurut Dwiko, ACT sempat ngotot meminta bantuan bisa segera disalurkan untuk mencegah masyarakat panik dan menjarah.

Pada saat gempa Palu, tercatat ada 412 relawan ACT menembus tiga daerah tersebut. Tim ACT bergerak membuat dapur umum yang menyediakan 1.000 porsi makanan dalam satu hari serta membagikan puluhan ribu ton bahan makanan pokok. Syahrul Mubaraq mengatakan ACT juga membuat lebih dari 1.000 shelter untuk pengungsi. “Kini ACT juga mempunyai kantor perwakilan di Palu,” ucap Syahrul.

Penyaluran bantuan pangan satu sak tepung gandum bagi tiap warga Gaza, Palestina, Agustus 2014. Dok. ACT

Relawan Aksi Cepat Tanggap juga membantu korban gempa Lombok pada Juli 2018. Dalam bencana yang menewaskan sekitar 555 orang itu, ACT menerjunkan sejumlah unit, seperti tim pendahuluan, tim medis, bantuan logistik, dan tim penanganan trauma setelah terjadinya gempa.

Sri Nurmala, relawan ACT yang bertugas sebagai anggota tim penanganan trauma, bercerita, ketika itu ia menghibur anak-anak dengan cara bernyanyi bersama dan bercanda. Tak lupa ia membawa makanan ringan dan mainan. Tujuannya agar anak-anak itu tidak lagi cemas akan terjadinya gempa. “Dalam sehari saya berkeliling ke tiga desa untuk bertemu dengan anak-anak,” ujar Sri, kini pengajar di pendidikan anak usia dini Pancor, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Kamis, 30 Juni lalu.

•••

SEJAK Aksi Cepat Tanggap lepas dari Dompet Dhuafa dan menjadi organisasi sendiri pada April 2005, nyaris tak ada bencana di Tanah Air yang lepas dari aksi relawan ACT. “Begitu ada bencana, relawan harus langsung masuk,” kata pendiri Aksi Cepat Tanggap, Ahyudin, saat bertandang ke kantor Tempo pada Jumat, 1 Juli lalu.

Relawan ACT datang dari berbagai kalangan, seperti pelajar dan mahasiswa, dokter, serta pengemudi ojek online. Mereka mendapat pelatihan sebelum terjun ke lokasi bencana. Direktur Masyarakat Relawan Indonesia Dwiko Hari Dastriadi menuturkan, relawan ACT dilatih manajemen bencana dan penyelamatan, seperti fire rescue dan water rescue, selama tiga hari.

Para relawan ACT memiliki prosedur operasi standar ketika terjun di daerah katastrofe. Dani Ardissa Almizar, anggota staf program ACT di Jember, Jawa Timur, mengatakan relawan lokal ditargetkan masuk paling lambat satu jam setelah menerima laporan petaka. “Itu pun setelah kami memverifikasi,” tuturnya.

Tak hanya terjun ke lokasi bencana, relawan ACT juga menggalang dana untuk korban bencana. Tak hanya menggalang donasi di daerahnya, tapi juga di daerah lain. Eka Sandi Saputra, 35 tahun, relawan ACT di Bandung, ikut menghimpun dana untuk korban banjir di Kabupaten Bandung tahun lalu. Sedangkan Suadi, pelajar sekolah menengah atas yang menjadi relawan ACT, membuka donasi di sekolahnya di Kota Tangerang, Banten, saat banjir melanda Pasaman Barat, Sumatera Barat, Maret lalu.

Suadi, yang meminta nama aslinya tak ditulis, mendapatkan dana sekitar Rp 2 juta dalam dua kali penggalangan dana. Duit itu ia setorkan ke ACT. Ia lalu dikirimi laporan berupa video dan foto ketika dana itu disalurkan kepada korban banjir. Setelah itu, Suadi diberi piagam oleh ACT sebagai ucapan terima kasih.

Presiden ACT Ibnu Khazar mengatakan yayasannya kini memiliki sekitar 86 ribu relawan yang tersebar di seluruh Indonesia dan beberapa negara lain. Ia mengklaim jumlah relawan lebih banyak karena ada yang tak tercatat dalam data mereka. “Ketika ada bencana dan kami membuat posko, banyak orang mendaftar menjadi relawan,” ujarnya, Selasa, 28 Juni lalu.

Tak hanya di dalam negeri, ACT juga menggelar kegiatan di 47 negara. Beberapa di antaranya Turki dan Gaza, Palestina. Wakil Presiden ACT Dwiko Hari Dastriadi menjelaskan, aktivitas ACT di luar Indonesia itu lebih banyak menangani bencana kemanusiaan akibat perang. Di Turki, mereka memberi bantuan untuk pengungsi Suriah.

Seorang relawan ACT yang pernah bertugas di perbatasan Cilvegozu, Distrik Reyhanli, Provinsi Hatay, Turki, bercerita, organisasi itu memberikan paket makanan seperti minyak dan beras. Menurut relawan yang tak ingin namanya disebut ini, ACT juga membagikan daging kambing saat Idul Adha.

Presiden Aksi Cepat Tanggap Ibnu Khajar mengatakan para relawan ACT di luar negeri kebanyakan pelajar asal Indonesia. Adapun ACT membuka kantor perwakilan di Turki dan Gaza, Palestina, untuk memastikan bantuan kemanusiaan sampai kepada mereka yang berhak menerima. “Ini bentuk pertanggungjawaban ACT kepada donatur,” ucap Ibnu.

ANWAR FIKRI (BANDUNG), DAVID PRIYASIDHARTA (LUMAJANG), SUPRIYANTO KHAFID (LOMBOK)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus