SITUASI politik di SDN Wonorejo, Lumajang, sebenarnya tidak sedang memanas seperti di Filipina. Tapi para guru di situ mendadak kaget: ada pamflet gelap menempel di pintu kelas VI. Isinya membuat merah telinga -- terutama telinga ibu guru. Kertas yang ditulisi dengan spidol merah itu mengata-ngatai para guru sebagai -- maaf -- lonte, dan tak bisa mengatur murid. Disebut-sebut juga nama Sulastri, murid kelas VI, yang dikatakan sebagai "perusak rumah tanggaku". Di bawahnya, tertanda: Nanang Sukodono. Para guru berang dan penasaran. Tak ada nama Nanang. Di sekolah tidak, di desa juga tidak. Pamflet yang tertempel itu pamflet kedua. Kalau dibiarkan, pembuatnya bakal kian merajalela. Maka, para guru mengirim surat kepada Lurah, meminta perkara ini diusut. Akhirnya diketahui: tulisan di kertas itu persis sama dengan tulisan Tuthadiyanto, orang yang pernah mengirim surat cinta kepada Sulastri. Polisi Randuagung turun tangan. Dan Tutha mengaku. Akhir Januari lalu, ia divonis 4 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Lumajang -- dua kali lipat dari tuntutan jaksa yang hanya 2 bulan. Tut bilang, ia sudah lama naksir Sulastri. Tapi belakangan ia menilai anak gadis itu berubah. Itu pasti gara-gara Sulastri dilarang gurunya, pikirnya. "Masa, kami sudah saling cinta kok dibendung," kata sopir Colt yang sudah beristri itu. "Buat apa pacaran sama dia? Pemuda lain masih banyak," kata Sulastri. Lelaki itu sendiri akhirnya bilang: "Saya tadinya memang mau iseng. Eh, kok malah jadi begini." Ia kini menghuni LP Lumajang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini