Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kesiapan operasi dan perawatan kereta cepat Jakarta-Bandung baru 37,42 persen atau di bawah target.
Konsorsium Cina di KCIC mengaku tidak memiliki pengalaman pengoperasian kereta cepat.
Opsi kontrak dianggap bisa jadi pilihan sembari menyiapkan SDM lokal.
JAKARTA - Kesiapan operasi dan perawatan kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi satu pekerjaan rumah besar PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menjelang target pengoperasian pada 18 Agustus mendatang. Pasalnya, sampai akhir bulan lalu, kesiapan operasi dan perawatan proyek ini baru mencapai 37,42 persen. "Padahal operation and maintenance readiness sangat penting," ujar sumber Tempo yang mengetahui seluk-beluk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Selasa, 11 April 2023.
Dokumen yang diperoleh Tempo menyatakan kesiapan operasi dan perawatan kereta cepat Jakarta Bandung masih di bawah rencana. KCIC menargetkan kesiapan operasi dan perawatan mencapai kemajuan 51,08 persen pada akhir Maret 2023. Dari beberapa komponen kesiapan operasi, satu pekerjaan yang masih jauh dari target adalah pelatihan sumber daya manusia yang baru 4,63 persen dari target 45,6 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menyitir dokumen yang sama, KCIC menyebut angka kemajuan kesiapan operasi itu sedang dihitung ulang lantaran ada perubahan skema penyelenggaraan operasi. Di samping itu, pemetaan kebutuhan sumber daya manusia juga masih dalam proses negosiasi, dan tenggat penyelesaian pelatihan berubah menjadi 2024. "Maka, angka progres sedang dalam proses penghitungan ulang," demikian termaktub dalam dokumen tersebut.
Warga menonton kereta cepat Jakarta-Bandung yang melintasi jalur rel di Tegalluar, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 16 November 2022. TEMPO/Prima mulia
Perubahan Rencana Operasi dan Perawatan Kereta Cepat
KCIC mengubah strategi penyelenggaraan operasi dan perawatan kereta cepat Jakarta-Bandung dari skema kerja sama alias joint management menjadi kontrak operasi dan perawatan dengan konsorsium PT KAI dan China Railway Beijing Bureau Group (CR-Beijing). Dokumen lain menyebutkan perubahan strategi itu adalah arahan dari konsorsium Cina pemilik saham KCIC, Beijing Yawan HSR Ltd Co.
Arahan tersebut termaktub dalam surat Beijing Yawan kepada perseroan pada Oktober 2022. Dalam surat itu, perusahaan gabungan kontraktor asal Cina tersebut menyatakan tidak memiliki kapasitas dan pengalaman mengoperasikan sepur kilat. Konsorsium Cina dalam suratnya juga mengatakan tidak bisa menyediakan personel untuk mengisi pos operasi dan perawatan kereta cepat Jakarta-Bandung.
Beijing Yawan lalu menyarankan KCIC berkontrak dengan CR-Beijing atau konsorsium CR-Beijing dan KAI untuk pengoperasian dan perawatan kereta cepat Jakarta-Bandung. Kontrak kerja sama itu disarankan dijalankan tentatif selama satu tahun. Dokumen lain mengindikasikan KCIC memilih opsi berkontrak dengan konsorsium CR-Beijing.
Baca: Pantang Mundur Target Kereta Cepat
Skema kontrak dipilih untuk menyediakan sumber daya manusia yang berpengalaman mengoperasikan kereta cepat, serta menyiapkan dan mengimplementasikan sistem pengelolaan operasi dan perawatan guna menjamin keselamatan. Di samping itu, konsorsium akan diminta mengelola pemagangan sumber daya manusia KCIC dalam rangka persiapan pengambilalihan operasi dan perawatan kereta cepat Jakarta-Bandung.
Hingga awal Januari, KCIC memetakan kebutuhan personel yang perlu disiapkan konsorsium CR-Beijing dan KAI mencapai 848 orang. Rinciannya, 812 orang dari CR-Beijing dan 31 orang dari KAI. Sedangkan kebutuhan personel KCIC mencapai 157 orang, serta kebutuhan tenaga alih daya 1.169 orang.
Pekerja meninggalkan area pembangunan stasiun kereta Cepat Jakarta-Bandung di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 12 Desember 2022. TEMPO/Prima Mulia
Anggaran Penyiapan Operasi dan Perawatan Jadi Titik Kritis
Titik kritis lainnya dalam penyiapan operasi dan perawatan adalah soal anggaran. Biaya pelatihan personel dianggarkan sebesar US$ 7,4 juta dan disepakati untuk 500 peserta. Namun, lantaran perseroan mengantisipasi tingkat kelulusan, jumlah peserta pelatihan ditambah menjadi 600 personel. Adapun pelatihan tahap pertama telah dimulai di Politeknik Perkeretaapian Indonesia di Madiun pada 27 Februari 2023.
Tempo berupaya mengkonfirmasi mengenai penyelenggaraan operasi dan perawatan itu kepada Sekretaris Perusahaan KCIC Rahadian Ratry. Namun, hingga laporan ini ditulis, Rahadian mengatakan perseroan masih menyiapkan jawaban atas pertanyaan Tempo. "Kami masih ada meeting O&M (operation and maintenance) malam ini," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo melayangkan pertanyaan serupa kepada VP Public Relations KAI Joni Martinus. Namun, hingga laporan ini ditulis, Joni hanya membaca dan tidak membalas pesan dari Tempo.
Direktur Eksekutif Institute Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, menilai opsi KCIC bermitra dengan operator kereta cepat yang berpengalaman bisa menjadi pilihan, sembari menyiapkan sumber daya manusia dari dalam negeri. "Kita harus persiapkan pemberdayaan SDM (dalam negeri), agar tidak selamanya harus dari Cina," kata Deddy.
Semestinya, kata dia, penyiapan SDM lokal bisa dimulai sejak dulu. Kenyataannya, menjelang rampungnya konstruksi kereta cepat, personel yang diperlukan masih belum siap. "Harus dibatasi dua tahun lagi anak bangsa bisa operasikan kereta cepat," kata dia. Pasalnya, kontrak operasi dan perawatan jelas akan membuat perusahaan harus mengalokasikan anggaran lagi untuk membayar operator.
Baca: Penyebab Alotnya Negosiasi Kereta Cepat
Guru besar transportasi dari Universitas Indonesia, Sutanto Soehodho, mengatakan skema joint management dan kontrak memiliki risiko tersendiri. Kalau konsorsium Cina memiliki pengalaman membangun dan mengoperasikan kereta cepat di negaranya, opsi joint management semestinya menjadi pilihan aman.
"Dengan posisi Cina yang turut bertanggung jawab, tidak hanya pada fase pembangunan tapi juga fase pengoperasian yang bermasa panjang," ujar Sutanto. Artinya, risiko bisnis ditanggung bersama.
Ia juga mempertanyakan pernyataan bahwa Beijing Yawan tidak mampu mengoperasikan dan merawat kereta cepat Jakarta-Bandung. Musababnya, proyek kereta cepat berkelas internasional dan seharusnya Cina memiliki pengalaman dan melibatkan semua pihak yang berpengalaman dalam membentuk konsorsium. "Sehingga semestinya tidak ada rekomendasi contract management seperti yang disarankan pihak China."
Menurut Sutanto, skema joint management juga seharusnya dipilih agar ada peran tanggung jawab pembangunan fisik dan sistem kereta cepat yang dibangun Cina. Anggota konsorsium Beijing Yawan adalah China Railway International Co Ltd (CRIC), China Railway Group Limited (CREC), Sinohydro, China Railway Rolling Stock Corporation (CRRC), dan China Railway Signal & Communication Corporation Limited (CRSC).
Adapun opsi kontrak, kata Sutanto, memang bisa menjadi pilihan apabila mitra tidak berpengalaman. Dengan demikian, operasi dan perawatan dapat dialihkan kepada pihak yang lebih profesional dan berpengalaman. Kendati demikian, pemilihan opsi ini juga harus memperhatikan bahwa skema kontrak akan mempengaruhi pendanaan operasional ke depan.
"Dan konsorsium KCIC kan hanya melibatkan perusahaan-perusahaan BUMN yang tentunya memiliki kaitan erat dengan APBN dalam konteks subsidi dan lain sebagainya. Jadi, akan lebih bijak melakukan negosiasi yang ketat serta mengambil pelajaran dari best practice yang ada di berbagai negara jika ada," ujar dia.
CAESAR AKBAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo