Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Garasi itu cukup untuk sepuluh mobil. Tapi, di rumah besar di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat itu, bagian depan garasi diisi satu setel meja-kursi santai. Di sanalah Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas, dan Puan Maharani tenang berbincang, Kamis siang tiga pekan lalu. Ketika itu, ketiganya baru bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla di rumah sewaan Jalan Imam Bonjol 66.
Ayah-ibu-anak ini boleh dibilang trio paling penting di dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Puan, salah satu ketua dewan pertimbangan pusat, terus diorbitkan untuk menggantikan ibunya. Di sejumlah kesempatan, Megawati selalu memperkenalkan Puan sebagai penerusnya. Puan pun tak menampik. ”Sudah saatnya yang muda memimpin,” katanya. ”Kapan lagi yang muda mikir negara kalau enggak mulai sekarang?”
Puan makin lincah berbicara tentang politik. Pertemuan Imam Bonjol, katanya, momen penting bagi pintu koalisi dua partai besar: Golkar sebagai pemenang dan PDI Perjuangan sebagai juara kedua pada pemilu lima tahun lalu. ”Kami ngobrol soal bangsa agar lebih baik,” kata Puan. ”Bagaimana rakyat mendapat sembako murah.”
Memang terlalu dini untuk berbicara soal koalisi, sebelum hasil pemilu di tangan. Tapi partai moncong putih ini harus rajin menyapa partai lain. Apalagi partai telah merekomendasikan Megawati sebagai calon presiden. Megawati, kata sumber Tempo, tidak ingin mengulang kisah gagal pemilihan presiden yang lalu, kalah bersaing dengan Susilo Bambang Yudhoyono.
Megawati juga dikalahkan Abdurrahman Wahid dalam pemilihan presiden melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat pada 1999, padahal partainya pemenang pemilu. Kini Megawati hanya mau bertarung jika peluang untuk menang besar. Jika tidak, ia memilih mundur dan menyodorkan kader pilihannya.
Partai juga terus menjajaki calon pendamping Megawati. Tentu yang punya potensi merebut kemenangan. Hingga kini, setidaknya ada tiga calon yang ditimang-timang: Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto, dan Jusuf Kalla.
Setelah Kalla melempar sinyal akan berpisah dengan Yudhoyono, suara yang mendukung Kalla makin kuat. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Pramono Anung mengatakan, untuk membangun pemerintah yang kuat, perlu dukungan di dalam parlemen yang juga kuat. ”Koalisi PDI Perjuangan dan Golkar menawarkan stabilitas,” katanya. ”Juga lebih low cost.”
PDI Perjuangan sepertinya sedang berusaha keras ”mengepung” Yudhoyono. Antara lain dengan membangun komunikasi dengan berbagai kekuatan politik. Di balik lobi-lobi politik ini, Taufiq Kiemas memainkan peran penting. Pertemuan Mega-Kalla juga buah lobi Taufiq melalui Surya Paloh. Sejak dua tahun lalu, Taufiq dan Surya bersafari ke sejumlah daerah di Sumatera dan Jawa.
Kamis siang dua pekan lalu, Megawati bersama Taufiq Kiemas, Pramono Anung, dan Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo memenuhi undangan Partai Persatuan Pembangunan di kantor pusat partai itu, di Jalan Diponegoro, Jakarta. Megawati berbicara untuk Forum Partai Persatuan Pembangunan Mendengar.
Megawati menyatakan pernah menjalin hubungan batin kuat dengan partai berasas Islam itu. Ia mengenang masa ketika di Solo, Jawa Tengah, muncul gerakan Mega-Bintang. Simpatisan partai Bintang, lambang sebelum kembali ke Ka’bah, mendukung Megawati yang dikejar-kejar Orde Baru.
Sebagai presiden, Megawati juga pernah berduet dengan Wakil Presiden Hamzah Haz, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan saat itu. Kantor Partai Demokrasi Indonesia persis bersebelahan dengan kantor partai Ka’bah. Di sinilah muncul gagasan membangun golden triangle—segitiga emas koalisi.
Adalah Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali yang menggulirkan gagasan itu. ”Golden triangle magnet untuk komunikasi politik seluas-luasnya,” kata Suryadharma. Megawati pun menjawab, ”Sudah seharusnya menjalin hubungan dengan tetangga dekat, ketimbang yang jauh.”
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Nomor Urut: 28
Ketua Umum: Megawati Soekarnoputri
Sekretaris Jenderal: Pramono Anung
Proyeksi Suara
Karakter Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Sumber: Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan
Perundingan damai Indonesia-Gerakan Aceh Merdeka di Helsinki, 14-17 Juli 2005
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menolak. Perundingan dianggap mengabaikan Dewan Perwakilan Rakyat. Perundingan internasional tanpa meminta persetujuan Dewan melanggar konstitusi.
Megawati dalam Kursus Reguler Lemhannas angkatan 38, 28 Juli 2005
Partai Lokal Aceh
Megawati curiga partai lokal Aceh pintu masuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. ”Partai lokal selalu lebih bermuatan ideologis dibanding manajerial,” katanya.
Megawati dalam Kursus Reguler Lemhannas angkatan 38, 28 Juli 2005
Suap untuk Anggota Dewan dari PDI Perjuangan, Agus Condro
Agus Condro dipecat, 5 September tahun lalu, karena mengakui menerima sepuluh lembar cek Bank International Indonesia senilai Rp 500 juta. Kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, politikus partai Banteng ini menceritakan cek tersebut diterima pada Juni 2004, dua pekan setelah pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia di Komisi Perbankan Dewan. Dalam pemilihan itu, Miranda Swaray Goeltom menang mutlak.
Dalam kesaksian Agus, beberapa rekan partainya diduga menerima cek serupa. Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menguatkan pengakuan Agus. Lembaga negara ini menemukan lebih dari 400 lembar cek pelawat yang diberikan kepada Komisi Perbankan Dewan periode 1999-2004. Akibat ”nyanyian” Agus, elite partai Banteng seperti ”kebakaran”. Agus dipecat dengan alasan, ”Tidak melaporkan terlebih dahulu ke fraksi atau partai,” kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo.
Privatisasi
Pemerintah Presiden Megawati (2001-2004) menjual sejumlah perusahaan negara ke pihak asing.
Privatisasi tidak berhubungan dengan ideologi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang nasionalis. Menurut Pramono Anung, pemerintah Megawati melakukan privatisasi karena program itu mendatangkan dividen keuntungan secara langsung. Beberapa badan usaha milik negara yang diprivatisasi, seperti Telkom, justru dalam perkembangannya terus membaik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo