Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bintang Sembilan di Dua Bumi

Partai Kebangkitan Bangsa tergerus konflik internal. Berebut nahdliyin dengan Partai Kebangkitan Nasional Ulama.

30 Maret 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ikut mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa pada 1998, Abdurrahman Wahid kini justru hibuk menghadang partai itu. Bersama putrinya, Zannuba Arifah Chafsoh alias Yenny, ia giat meminta pendukungnya memilih partai lain: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

”Partai kita dicuri Muhaimin. Karena itu, saya minta cobloslah Gerindra sebagai alternatif terhadap orang yang tidak kita senangi,” kata Abdurrahman ketika menggelar istigasah bersama Prabowo Subianto, calon presiden dari Gerindra, di Surabaya dua pekan lalu. Muhaimin Iskandar kini memimpin Partai Kebangkitan Bangsa.

Sejak Abdurrahman dijatuhkan dari kursi presiden pada 2001, partai itu terus dilanda konflik. Sebagai Ketua Dewan Syura, Abdurrahman ketika itu memecat Matori Abdul Djalil, ketua umum yang dianggap ikut menjatuhkannya di Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Muktamar luar biasa yang digelar di Yogyakarta pada 2002 memilih Alwi Shihab menjadi ketua. Matori, yang diangkat menjadi Menteri Pertahanan kabinet Megawati, menggelar musyawarah tandingan tapi gagal. Tiga tahun kemudian, Abdurrahman memecat Alwi dan Saifullah Yusuf, sekretaris jenderal. Melalui muktamar di Semarang, Muhaimin Iskandar diangkat menjadi ketua.

Alwi dan Saifullah, anggota kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menggugat Abdurrahman ke pengadilan. Upaya ini kandas. Mereka lalu bergerilya di sejumlah pesantren, hingga terbentuk Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU).

Pertengahan 2008, Abdurrahman memecat Muhaimin. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu melawan pamannya dengan menggelar musyawarah luar biasa di Ancol. Ia dipilih menjadi ketua umum. Kubu Abdurrahman pun menggelar muktamar dan menunjuk Ali Masykur Musa sebagai ketua umum.

Abdurrahman menggugat, tapi pengadilan memutuskan kepengurusan pimpinan Muhaimin yang berhak menyandang nama Partai Kebangkitan Bangsa. Mendasarkan pada putusan Mahkamah Agung, Komisi Pemilihan Umum mengakui partai pimpinan Muhaimin sebagai peserta pemilu.

Sejak itulah Abdurrahman dan Yenny berusaha menggembosi Partai Kebangkitan Bangsa. Menanggapi hal itu, Wakil Sekretaris Jenderal Helmy Faisal Zaini berujar, ”Kami tak khawatir. Calon legislator kami solid dan banyak yang keturunan kiai juga tokoh NU.”

Tapi partai itu juga harus menghadapi gempuran Partai Kebangkitan Nasional Ulama. Dideklarasikan pada 21 November 2006 di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur, partai ini banyak mengandalkan ulama, patron kaum nahdliyin.

Sejumlah ulama yang dikenal berseberangan dengan Abdurrahman Wahid mendukung pendirian partai ini. Di antaranya Abdullah Faqih (Langitan, Tuban), Ma’ruf Amin (Banten), Abdurrochman Chudlori (Tegalrejo, Magelang), Ahmad Sufyan Miftahul Arifin (Panji, Situbondo), Idris Marzuki (Lirboyo, Kediri), Ahmad Warson Munawwir (Krapyak, Yogyakarta), Muhaiminan Gunardo (Parakan, Temanggung), Abdullah Schal (Bangkalan), Sholeh Qosim (Sidoarjo), Nurul Huda Djazuli (Ploso, Kediri), Chasbullah Badawi (Cilacap), Abdul Adzim Abdullah Suhaimi (Mampang Prapatan, Jakarta), Mas Subadar (Besuk, Pasuruan), Humaidi Dahlan (Banjarmasin), Thahir Syarkawi (Pinrang, Sulawesi Selatan), Hamid bin Hud Al-Atthos (Cililitan, Jakarta), dan Aniq Muhammadun (Pati).

Para ulama menilai tak ada partai yang punya struktur dan platform keulamaan. Mereka merasa hanya dipakai pelengkap dan alat legitimasi. Partai ini lalu membentuk Dewan Mustasyar yang tak terlibat kepengurusan harian, berisi ulama senior yang bertugas menjaga nilai keagamaan.

Meski didirikan para ”oposan” Abdurrahman Wahid, pemimpin partai ini menolak disebut sempalan Partai Kebangkitan Bangsa. ”Partai kami punya sejarah sendiri yang tidak sama dengan PKB. Kami lebih demokratis,” kata Abdullah Mufied Mubarok, Wakil Sekretaris Jenderal.

Partai Kebangkitan Bangsa

Nomor Urut: 13

Berdiri: 23 Juli 1998

Deklarator: KH Munasir Ali, KH Ilyas Ruchiat, KH Mustofa Bisri, KH Muhith Muzadi, KH Abdurrahman Wahid

Ketua : Muhaimin Iskandar

Proyeksi Perolehan Suara

  • Target partai: 20 persen

    Perolehan suara Pemilu 1999:

  • 12,61 persen (51 kursi DPR RI)

    Perolehan suara Pemilu 2004:

  • 10,61 persen (52 kursi DPR RI)
  • Survei LSI : 5,0 persen
  • LIPI, CSIS, LP3ES, Puskapol UI: 3,2 persen

    Basis Pemilih : Warga NU atau pengikut paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, baik di perkotaan maupun pedesaan, kalangan pesantren, warga nonmuslim, dan kaum nasionalis Islam.

    Karakter Caleg

  • Mayoritas NU dan beragama Islam
  • Putra kiai dan tokoh NU
  • Meskipun ada yang nonmuslim, menurut Wakil Sekretaris Jenderal PKB Helmy Faisal Zaini, persentasenya tidak terlalu banyak. Sekitar 1 persen.

    Partai Kebangkitan Nasional Ulama

    Nomor Urut: 34

    Berdiri : 21 November 2006

    Deklarator : 17 Ulama Nahdlatul Ulama (seperti disebutkan dalam tulisan)

    Ketua : Choirul Anam

    Proyeksi Perolehan Suara

  • Target partai: 16 persen
  • Survei LSI: 1,7 persen
  • LIPI, CSIS, LP3ES, Puskapol UI: 0,6 persen

    Basis pemilih: Warga NU atau pengikut paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, baik di perkotaan maupun pedesaan, kalangan pesantren, warga nonmuslim, dan kaum nasionalis Islam.

    Karakter Pendidikan Caleg (DPR-RI)

  • SLTA : 56 Orang
  • D3: 15 Orang
  • S1: 153 Orang
  • S2: 59 Orang
  • S3: 9 Orang

    Latar belakang Caleg
    Kader NU (Baik di tingkat pusat, wilayah, maupun cabang. Juga kader badan otonom NU seperti Muslimat, Fatayat, Ansor, IPNU dan IPPNU).

    Agama Caleg
    100 persen Islam (Baik di DPRD II, DPRD I, DPR RI)

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus