Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ketika Jakarta Harus Memilih

Pemilih di Ibu Kota lebih rasional ketika menentukan pilihan. Jusuf Kalla dan Sultan Hamengku Buwono X minim dukungan.

29 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WARGA Jakarta menempatkan Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri sebagai figur presiden pilihan mereka. Dua tokoh nasional ini dalam pelbagai kategori bertengger di posisi puncak dan jauh mengungguli para kandidat lainnya. Di Jakarta Pusat bahkan keduanya terekam punya kans yang sama untuk menang (lihat tabel). Suara responden ini terungkap dalam dua kali jajak pendapat pada Mei dan September-Oktober 2007 ini.

Apakah hasil ini cukup mewakili sikap publik secara nasional, mengingat Jakarta adalah barometer Indonesia? Belum tentu, memang. Suara tak menakar predikat unggulan ini. Satu pemilih satu suara; tak peduli apakah suara tadi berasal dari Ibu Kota atau dari kawasan di ujung berung sana. Artinya, bobot suara pemilih pusat di Jakarta sama dengan di daerah.

Hanya, karakter warga Jakarta dan Jawa pada umumnya berbeda dibandingkan dengan pemilih luar Jawa. Di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, suara publik yang disurvei tetap menempatkan Yudhoyono dan Megawati sebagai pilihan utama-keduanya bersaing ketat di wilayah ini. Namun di luar Jawa posisi kedua tokoh paling populer ini saling menyalip. Contohnya di Maluku Utara, Yudhoyono mengungguli Mega. Sebaliknya di Bali, popularitas Megawati giliran menyalip SBY.

Popularitas kedua tokoh ini tak lepas dari publisitas yang dilakukan media massa. Munculnya tokoh lain seperti mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Amien Rais dan mantan Presiden Partai Keadilan Hidayat Nur Wahid dalam survei cuma sebatas bayang-bayang. Dengan kata lain, mereka bukan sebagai pesaing yang "membahayakan", meski tak boleh diremehkan. "Keduanya (Amien dan Hidayat) menjadi alternatif yang paling diterima pemilih," kata sosiolog Universitas Indonesia, Imam B. Prasodjo.

Hidayat Nur Wahid mampu membayangi popularitas Yudhoyono-Megawati lantaran Jakarta merupakan basis massa Partai Keadilan Sejahtera. Partai ini memimpin perolehan suara terbanyak di Jakarta pada pemilu legislatif 2004. Namun, menurut Imam, dukungan publik Jakarta terhadap Amien dan Hidayat dilatarbelakangi pertimbangan rasional. Mereka dinilai pintar dan berpendidikan tinggi. Berbeda dengan para pemilih di Jawa dan Bali yang terikat pada pilihan komunal.

Pemilih di Bali, kata Imam, sangat terpengaruh oleh sikap kebanyakan penduduk yang mengidolakan Megawati. Adapun warga Jakarta lebih bebas memilih figur karena tak ada ikatan sosial yang kuat antarwarga seperti komunitas di daerah. Penduduk Jakarta lebih kritis dan "melek" informasi.

Survei ini memberikan pekerjaan berat bagi Jusuf Kalla dan Sutiyoso. Wakil presiden dan mantan Gubernur DKI Jakarta yang sama-sama mengincar kursi RI-1 ini kurang mendapat sokongan publik. Dua tokoh tersebut terpuruk di klasemen bawah, bahkan hampir tanpa dukungan suara yang disurvei. "Karena ketika jajak pendapat berlangsung, Sutiyoso belum menyatakan diri bakal menjadi calon presiden," kilah Ryaas Rasyid, pakar masalah otonomi daerah itu.

Adapun Jusuf Kalla tak populer di mata publik Jakarta karena bukan orang Jawa.

Meski demikian, identitas Jawa atau bukan tidak selamanya melahirkan dukungan luas. Sultan Hamengku Buwono X, contohnya. Ia asli wong Jowo dan raja Jawa, tapi sama sekali tak mendapat dukungan dari responden dalam dua survei tersebut. Dalam skala nasional Sultan juga hanya mendulang dukungan kecil. Ia kalah dengan pamor mantan Panglima TNI Jenderal Wiranto, pendiri Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Cuma, Wiranto terganjal isu hak asasi dan kedekatannya dengan bekas penguasa rezim Orde Baru, Soeharto.


Empok dan Abang Punya Calon (%)

Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri paling populer di mata warga Jakarta. Jusuf Kalla dan Sutiyoso tak ada apa-apanya. Tapi, ketika Jakarta dilanda banjir, mereka berebut menambang simpati menemui warga.

Yudhoyono24,4Megawati15,1Amien Rais9Hidayat Nur Wahid6,5Wiranto5Agum Gumelar4,8Sutiyoso2,7Jusuf Kalla1,2

Popularitas Yudhoyono Menurut Suku

 JawaBetawiSundaCina
Yudhoyono26,119,527,423,2
Mega14,615,416,123,2
Amien9,010,58,923,3
Hidayat7,37,67,10
Wiranto4,35,563,6
Agum4,36,44,81,8
Sutiyoso33,22,40
Jusuf Kalla1,51,50,60

Mendulang Simpati dari Banjir

  • Yudhoyono nyemplung ke genangan air hingga pakaiannya basah. Sambil menahan arus air, ia memberikan instruksi kepada tim penanggulangan banjir.

  • Yudhoyono berpolemik dengan Gubernur DKI Sutiyoso tentang pintu air Manggarai, yang jika dibuka menyebabkan jalan protokol dan jalanan Istana terendam.

  • Sejak 2005 izin buka-tutup pintu air Manggarai bukan urusan presiden. Saya sedih ada orang mengeluarkan isu seperti itu dalam situasi seperti ini," kata Yudhoyono.

  • Megawati mengunjungi korban banjir dan membagi-bagikan sembako. PDI Perjuangan, partai yang dia pimpin, mendirikan posko bantuan di sejumlah lokasi.

  • Jusuf Kalla memimpin rapat penanganan banjir, membahas proyek Banjir Kanal Timur yang mandek, serta membicarakan lagi proyek sodetan Kali Ciliwung.

  • Sutiyoso mengusulkan konsep megapolitan untuk mengatasi banjir. Daerahnya mencaplok sebagian wilayah Provinsi Banten dan Jawa Barat.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus