TERBIRIT-BIRIT Kiai Syukur ke kantor polisi. Ia melapor: rumahnya diserbu orang. Benar. Ketika polisi datang malam itu, pertengahan bulan lalu, puluhan orang berkumpul di pekarangan depan rumah Kiai di Desa Kembangarum, Kecamatan Mranggan Demak, Ja-Teng. Sebagiannya kedapatan sedang mengetuk-ngetuk pintu. Belasan yang lain duduk-duduk di mobil dan motor. Yang lain lagi pada mencangkung. "Orang-orang itu ternyata ingin minta nomor buntut," ujar Achmad, tetangga Pak Kiai yang mula-mula heran melihat massa tadi. Kiai Syukur memang tersohor sebagai orang pintar. Selain guru ngaji, lelaki 55 tahun ini biasa menolong orang sebagai "konsultan spiritual". Tetapi nomor buntut? "Wallahi, demi Allah, saya tak pernah memberi nomor buntut," ujarnya serius. "Itu haram." Toh orang datang juga untuk urusan haram itu. "Ke mana Kiai?" Dijawab, "Sedang pergi. Beli sepatu." Eh, ternyata jawaban itu bisa diotak-atik, dan didapatkan sebuah angka: 47. Itu dari kata sepatu, yang diartikan sebagai papat (4) dan pitu (7). "Ke mana Kiai?" tanya yang lain. Dijawab, "Pergi. 'Kan pada jam begini mengajar ngaji?" Nah, orang pun mendapat angka 91. Sebab, ngaji bisa diartikan sanga siji alias sembilan satu. Dan, baik 47 maupun 91 ternyata cocok dengan angka yang keluar pada saat buntut ditarik. Gila tidak? Maka, Kiai pun makin populer, seperti dituturkan Achmad. Dan beliau keki benar. "Orang-orang sudah pada terbalik!" katanya. "Sepatu diramal! Ngaji diramal!" Tak heran bila, ketika rumahnya "diserbu", Kiai buru-buru ke kantor polisi - lapor. Lapor, katanya? Nah, lap = delapan or = konversi loro, alias dua. Jadi, 82. Bagaimana, Kiai ?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini