HADIRIN berteriak histeris ketika Rudy Ramli mengucapkan kata-kata kunci itu. ''Surat bantahan itu bukan saya yang membuat," katanya di hadapan anggota Komisi VIII DPR dan puluhan wartawan dalam dan luar negeri, Kamis pekan lalu.
Dengan pengakuan yang mengejutkan itu, jelaslah bahwa catatan harian Rudy Ramli yang diserahkannya kepada Kwik Kian Gie dan kawan-kawan ternyata benar adanya. Sementara itu, bantahan ''Rudi Ramli" yang dibacakan Menteri Muladi ternyata bukan dibuat oleh Rudy Ramli walaupun benar ditandatangani bekas pemilik Bank Bali itu. Seperti sudah banyak diberitakan, catatan harian itu menyeret nama sejumlah pejabat dan orang dekat Habibie yang diduga kecipratan duit haram Bank Bali. Sedangkan bantahannya yang dibacakan Menteri-Sekretaris Negara Muladi, 26 Agustus lalu, menafikan seluruh isi catatan harian tersebut. Surat bantahan itu ditandatangani Rudy di atas meterai seharga Rp 2.000.
Jika demikian, lalu siapa yang membuat surat bantahan tersebut? Muladi sendiri segera setelah pengakuan Rudy di DPR tersebut mengaku menerima surat tersebut dari ''seseorang". Tapi bekas pengacara Rudy Ramli, Adnan Buyung Nasution, setelah bertemu dengan Habibie untuk mengklarifikasikan masalah ini, mengakui kantor pengacaranya yang mengonsep surat bantahan tersebut.
Belakangan, Muladi mengakui bahwa surat itu diperolehnya dari Ketua Dewan Pertimbangan Agung A.A. Baramuli. Adalah Baramuli pula yang menyerahkan surat itu kepada Habibie beberapa jam sebelum sidang kabinet dilakukan pada 26 Agustus itu.
Sumber TEMPO bercerita, pada 20 Agustus 1999, empat hari setelah Rudy membeberkan catatan hariannya kepada Kwik Kian Gie dan kawan-kawan dari PDI Perjuangan, ia merasa terteror dan meminta kantor pengacara Buyung mengonsep surat bantahan dan menyiarkannya secara luas. Sementara itu, Buyung sendiri sejak awal keberatan dengan catatan harian yang dibuat Rudy tanpa sepengetahuannya itu. Maka, kantor Buyung lalu mengonsep surat bantahan itu sampai empat kali revisi. Pada revisi terakhir, 22 Agustus, satu kopi rupanya ''luput" dimusnahkan dan berada di tangan Rudy Ramli. Nah, kopi yang dipegang Rudy inilah yang kemudian melanglang buana.
Menurut sumber TEMPO, Rudy lalu membicarakan konsep bantahan itu dengan Kim Johanes Mulia, pengusaha yang pernah terlibat kasus ekspor fiktif. Menurut keterangan sumber TEMPO lainnya, Kim sesungguhnya hanya menjalankan ''order" Baramuli. Kim memang membawa konsep surat itu kepada Baramuli. Setelah acc diperoleh dari Baramuli, konsep itu kemudian diketik ulang oleh sekretaris Kim, diberi meterai, dan diteken Rudy. Dalam ketik ulang inilah tragedi salah ketik nama Rudy, yang mestinya menggunakan y menjadi menggunakan i, terjadi.
Baramuli tentu saja membantah cerita ini. Ditemui wartawan TEMPO di lapangan tenis Hilton, Jakarta, Sabtu pekan lalu, bekas jaksa ini mengaku surat bantahan itu nyelonong begitu saja dalam amplop tertutup ke rumahnya pada 26 Agustus. Tertulis di depan, ''Kepada Bapak Dr. A.A. Baramuli." Si pengirim tidak jelas identitasnya. Baramuli mengaku begitu yakin akan kebenaran tanda tangan Rudy di surat itu karena, ''Saya kan punya tanda tangannya, saya cocokkan, dan cocok." Empat jam kemudian, hari itu juga, begitu kisah Baramuli, ia membawa surat ''kaleng" itu kepada Presiden Habibie sebelum sidang kabinet.
Yang sudah pasti janggal dari argumen Baramuli itu adalah ia begitu yakin bahwa ''surat gelap" itu bikinan Rudy Ramli. Hanya dari mengenali tanda tangan? Kemudian, ia sesungguhnya dengan mudah bisa mengeceknya kepada pengacara Rudy (waktu itu), yaitu Buyung Nasution. Tapi mengapa tak ia lakukan? Apalagi surat itu kemudian diberikannya kepada seorang presiden.
Ada kejanggalan yang lebih fatal. Baramuli mendapat surat itu pada 26 Agustus dan membawa surat itu kepada Habibie pada hari yang sama. Hari itu juga Menteri Muladi mengumumkan bantahan Rudy Ramli kepada wartawan. Anehnya, sehari sebelumnya, artinya 25 Agustus, Baramuli kepada wartawan TEMPO memastikan, ''Besok akan ada bantahan Rudy Ramli." Padahal, kalau ceritanya benar, jelas hari itu ia belum menerima ''surat gelap" tadi. Bagaimana ia bisa ''menebak" isi surat yang belum ada di tangannya? Lalu, bagaimana ia bisa menebak akan ada bantahan Rudy itu? Ia seperti bisa membaca rentetan kejadian esok harinya: bahwa Habibie juga tidak perlu mengecek surat Rudy, jalannya sidang kabinet, dan pengumuman oleh Menteri Muladi. Ada dua kemungkinan, Baramuli itu dukun atau paranormal atau ia berkata bohong.
Kim dan Baramuli memang punya kepentingan dalam kasus Bank Bali. Menurut keterangan seseorang yang dekat dengan Kim, baik Kim maupun Baramuli kecipratan uang Bank Bali melalui PT Indowood Rimba Pratama sebesar Rp 5 miliar. Kim sendiri mengaku menerima uang itu sebagai pembayaran jual-beli valuta asing dengan Joko S. Tjandra. Lalu, Kim pula yang membeli beberapa perusahaan Baramuli di bawah bendera Poleko Group, walaupun di sana menumpuk kredit macet yang cukup besar. Singkat kata, antara Kim dan Baramuli terjalin hubungan bisnis yang mesra. Kim, yang berada di luar negeri, mematikan telepon genggamnya ketika dihubungi.
Setelah Rudy mengaku, tinggallah menunggu polisi melacak siapa saja sebenarnya yang berusaha keras menutupi jejaknya. Itu perlu agar segala kebusukan ini tidak terlalu lama terkubur.
Arif Zulkifli, Wenseslaus Manggut, Mustafa Ismail
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini