Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kini, busana jepang pun menyerbu kini, busana jepang pun menyerbu

Perkembangan busana di jepang, dan dengan cepat jepang berkembang jadi pusat busana internasional yang baru. (sel)

11 September 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MULA-MULA kamera. Setelah itu kalkulator dan kemudian mobil. Lalu kini mereka sedang memusatkan perhatian pada pengembangan bakat -- malah sikap ekspansionisnya -- di bidang busana. Akibatnya, menurut June Weir penulis artikel ini, "dengan cepat Tokyo berkembang jadi pusat busana internasional yang baru." "Kita bertemu dengan Jepang yang sangat merangsang, yang pernah dimiliki Eropa delapan tahun yang lalu," kata Gene Pressman, wakil presiden Barney, sebuah perusahaan yang mempromosikan busana -- wanita maupun pria -- asal Jepang. Kalman Ruttenstein membumbuinya begini: "Tokyo sedang menjadikan dirinya sumber utama busana, seperti yang tampak di jalan-jalan London pada 1960-an." Ruttenstein adalah wakil presiden dan direktur busana Bloomingdale, toko Amerika pertama yang membeli busana Jepang pada awal 1960-an. Tahun lalu, ekspor pakaian jadi Jepang ke AS meningkat 55 persen, menurut organisasi perdagangan luar negeri Jepang, Jetro. Yaitu dari US$ 100,7 juta pada 1980 menjadi US$156 juta. Untuk kartal pertama tahun ini, ekspor meningkat sebesar 52 persen. Seorang disainer toko boneka peragaan busana terkemuka di Inggris, Adel Rootstein pernah datang ke Jepang pada 1970-an untuk hadir dalam sebuah seminar. Di sana ia menguping tentang empat sasaran utama yang hendak mereka capai: transportasi, komunikasi, perkapalan dan pakaian -- dalam ekspansi berjangka lama. "Saya dapat memahami untuk bidang permobilan dan kalkulator," kata nona Rootstein, "namun bidang busana agalinya sangat tidak lazim dikelola dalam sebuah proyek berskala besar. Ketika saya kembali ke Inggris, saya diskusikan sasaran-tembak Jepang ini dengan seorang pejabat Inggris. Ia lalu menunjuk pada permintaan akan busana yang mendunia -- dan ini menyangkut perputaran uang yang besar." Terhadap perputaran uang yang besar, apalagi berskala dunia, penciuman orang-orang Jepang sudah terkenal luar biasa tajam. Dan mereka segera melahirkan orang-orang cakap di bidang itu -- yang mulai meraih reputasi internasional, dan sukses finansial. Weir lalu menyebut nama-nama ini: Hanae Mori, Kenzo, Issey Miyake dan Kanzai Yamamoto. Hanae Mori, menurut Weir, adalah "grande dame busana tinggi Jepang," -- yang membuka studionya pada 1950. "Kini ia mengendalikan kekayaan US$300 juta," tambahnya. Ini membuatnya cukup sibuk mondar-mandir antara Paris-New York-Tokyo. Di Paris ia memiliki sebuah rumah mode khusus wanita, couture house, di New York ia punya bisnis besar pakaian jadi dengan Tokyo sebagai pangkalan operasinya. Kenzo tinggal dan bekerja di Paris. Di sini ia berhasil melemparkan beberapa lusin trend busana -- dan menanamkan pengaruhnya di kalangan disainer kaliber dunia. Di dalamnya termasuk pant dan jacket longgar (oversize). Ia juga yang memulai pengkombinasian antara struktur dengan warna, terutama motif yang berkembang-kembang, bergaris-garis dan berkotak-kotak. Issey Miyake adalah pionir lain di dalam pengembangan struktur bahan. Ia bekerja sama dengan perusahaan tekstil Jepang terkemuka, Toray, dan perusahaan kimia Asahi. Dalam koleksinya yang terakhir, Issey, perancang cowok ini, juga memperagakan apa yang disebutnya 'pakaian kertas'. Kansai mulai pada 1971 dengan modal sekitar US$10 ribu dan enam pegawai. "Sekarang ia mengoperasikan bisnis berskala dunia," lapor Weir "dan nama Kansai menghiasi barang-barang meubel, peralatan perawatan dan rumah sakit, arloji dan jam, bahkan alat-alat kantor." Tapi masih ada selusin nama lain yang tak kurang terkenalnya -- yang telah dan masih mengangkat nama dan citra para perancang dan pembikin busana Jepang di mata dunia. Mereka adalah: Comme des Garcons, Yohji Yamamoto, Studio V, Bigi dan Nicole. (Lihat, mereka juga senang memakai nama asing, yang keren-keren, untuk memerangkap pasar luar dan dalam negeri!). Mengapa toko-toko pakaian Amerika menganggap para disainer Jepang itu hebat? "Disain mereka yang bersih, modern dan fungsional," itulah yang dicoba jawab oleh Weir. Dan ini bagai pinang pulang ke tampuk dengan bahannya -- yang tentu bikinan Jepang pula -- "yang dikerjakan dengan cemerlang dan merangsang." Seperti yang mudah ditebak, dalam hal harga, sejalan dengan kebijaksanaan harga produksi Jepang lainnya. Namun, ada dua kelompok harga. Menurut Weir, rumah-rumah mode perancang seperti Issey Miyake, Comme des Garcons dan Nicole memulai harga dari sekitar US$150 (sekitar Rp 100 ribu) untuk sehelai knit top dan bergerak ke atas mencapai US$ 800 untuk sehelai mantel. "Harga disainer mereka dapat sebanding dengan disainer-disainer kita seperti Calvin Klein, Perry Ellis, Anne Klein -- dan yang setaraf lainnya," kata Sheila Bernstein, wakil presiden pemasaran Associated Merchandising Corporation -- organisasi pemasaran dan pengeceran milik 25 toserba terbesar di AS. Itu kelompok pertama. Ada satu kelompok lain, yang harganya lebih bersaing. Mereka, "memiliki gaya yang lebih muda dan umumnya lebih menyolok, terutama Kenzo, Issey Sport dan Yohji Yamamoto," kata Weir. Harga? "Berkisar sekitar US$100 sampai US$400." Ada dua titik pandangan dalam jajaran disainer Jepang. Kelompok pertama sangat konsepsual. Ruttenstein dari Bloomingdale mencoba menjelaskannya begini. "Para disainer Jepang -- seperti Rei Kawakubo dari Comme des Garcons dan Yohji Yamamoto -- mempunyai sudut pandangan yang kuat. Mereka mengembangkan suatu pandangan berdasarkan teori ketimbang kecenderungan (trend). Pendekatan keseluruhan mereka adalah untuk pribadi busana yang 'nonbusana', mereka yang tidak ingin membeli disainer yang establish." BUSANA yang avantgarde dan inovatif agaknya menarik minat para wanita berpribadi kuat, Weir mencoba menarik kesimpulan. Disain-disain mereka yang aktual biasanya longgar dan secara dramatik berpotongan oversize. Dalam hal menggunting, kelompok ini senantiasa kreatif. Ada satu kelonnpok yang mengekor pada kecenderungan Eropa -- terutama seperti yang muncul dari disain-disain Kenzo, Sonia dan Chanel. Dalam kelompok ini termasuk Sueo Irie dari Studio V, Yoshie Inaba dari Bigi, Misuhiro Matsuda dari Nicole dan Chisato Tsumori dari Issey Sport. "Busana mereka mudah dipahami dan lebih mungkin disandang oleh para pemakai Amerika," kata penulis yang sama. Ini dikomentari Don Mello, wakil presiden dan direktur pemasaran busana Bergdorf Goodman: "Issey Sport fantastis. Anda harus pergi ke Tokyo untuk membelinya, namun perjalanan ke sana menghabiskan banyak ongkos." Semua sependapat, tentu. Rick Goldstein, wakil presiden dan direktur busana Macy: "Kita tidak pergi ke Eropa untuk membeli guntingan Ralph Lauren. Saya juga akan pergi ke Jepang untuk membeli koleksi bergaya Eropa di sana." Ada cela dari panen busana Jepang yang kini tengah berlangsung. Harganya umumnya mahal, dan disain-disain seringkali hanya untuk satu ukuran -- free size -- yang diharapkan, atau disugestikan, sesuai bagi semua orang. Tak heran, jika toko-toko Amerika menemukan beberapa wanita Amerika yang kecewa. Mereka memang ingin menghabiskan uang, tapi untuk pakaian yang lebih cocok dengan ukurannya. Lihat, bagaimana sesuatu mode seperti mode free size -- lebih sering dengan maksud menguntungkan pembikinnya, ketimbang para pemakainya. Para pengecer juga menyebut tentang berat dan jenis bahan yang dipergunakan dengan harapan mendapat perbaikan. "Mereka (para pengecer) menginginkan dipergunakan bahan-bahan yang lebih ringan dan lebih banyak warna, ketimbang warna kaku dan lebih banyak hitamnya," nona Mello mengutip para pengecer itu. Para pembeli tentu ingin semua hal itu mendapat perhatian -- dan mereka umumnya percaya: para disainer Jepang berhasrat belajar dari pembeli, dan menanggulangi keinginan pasar. Issey Miyake, misalnya, merasa perlu melawat ke New York untuk menampung pendapat. "Saya temui penduduk New York, cara mereka hidup dan berpikir, yang lugas," katanya. "Saya kunjungi toko-toko -- termasuk Bloomingdale, butik-butik di Madison Avenue dan SoHo. Saya kunjungi Barney dan mendengarkan konsep pemasarannya yang terbaru. Mereka begitu up-to-date dan jelas tentang apa yang sedang mereka kerjakan." "Sejumlah pengecer Amerika yang sedang berkembang yakin dan optimistis akan masa depan disain busana Jepang," komentar Weir di akhir tulisannya. Associated Merchandising Corporation, misalnya, sangat yakin akan Jepang -- setelah pertemuan tahunan perusahaan itu di Hongkong baru-baru ini -- dan malah sebuah perlawatan ke Jepang telah dirancang. "Kami menerima banyak informasi tentang busana Jepang di sana," kata Phyllis Albertson, wakil presiden senior perusahaan tersebut. "Dan kami ingin menunjukkan kepada para pengeteng kami potensi yang tersedia di Jepang -- yang luar biasa," tambahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus