Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEDINDE itu meninggalkan piring nasinya, lalu tergesa-gesa membuntuti penyidik kejaksaan yang melaju ke arah dapur. Di sana ia mengamati apa yang dilakukan si penyidik. Saat yang dibuntuti meninggalkan dapur, dia kembali melahap makan siangnya.
Begitu penyidik meluncur ke dapur lagi, si pembantu kembali mengawasi. Berkali-kali si penyidik menjenguk dapur itu, berkali-kali pula pembantu itu sigap mengekor. Terus-terusan dibuntuti seperti itu, si penyidik curiga. Apalagi saat dia berhenti di depan toilet, pembantu itu gemetar.
Lalu, krak, pintu toilet dibuka. Tak ada apa-apa kecuali tiga ember pakaian basah. Tapi, begitu baju di ember pertama diangkat, weleh-weleh..., terlihat uang bertumpuk-tumpuk. Si penyidik mengangkat baju di ember kedua dan ketiga. Amboi, isinya sama mengejutkan: tumpukan duit seratus ribuan. Pembantu berkeringat dingin.
Pemilik rumah dengan uang menumpuk di toilet itu adalah Widjanarko Puspoyo, mantan Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) yang kini masuk bui. Para penyidik dari Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah itu dua pekan lalu.
Berita tentang tumpukan uang itu jadi omongan. Publik tersentak, heran dan tertawa geli. ”Masuk dari mana uang itu? Gaji kok ditaruh di ember,” kata Hendarman Supanji, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Hingga akhir pekan lalu, uang yang bermukim di toilet itu masih dihitung. ”Susah menghitungnya. Masih banyak yang lengket,” kata sumber Tempo. Sebagian uang itu memang basah lantaran ditindih baju kuyup.
Kisah penggeledahan rumah Widjanarko itu mirip film detektif. Semula, kejaksaan membidik mantan Kepala Bulog itu dengan kasus sapi impor. Tapi belakangan kejaksaan mendapatkan ”in-fo berdaging”, yakni soal beras Vietnam. Datanya pun sudah lengkap meski barang bukti belum di tangan. Itulah sebabnya aparat masuk melalui kasus sapi impor, dengan harapan di tengah jalan mereka bisa meraup bukti kasus beras.
Tim disiapkan. Tapi, karena jumlah penyidik kejaksaan terbatas, tim Komisi Pemberantasan Korupsi ikut membantu. Menjelang penyergapan, tim KPK sudah siap. Tapi, karena mereka berstatus membantu, kendali tetap di tangan kejaksaan.
Dalam hal pakaian, penyidik KPK kesulitan. Soalnya, mereka tak punya baju cokelat—seragam penyidik kejaksaan. Lalu dicari akal, penyidik KPK diberi rompi cokelat yang ditempeli badge kejaksaan. ”Badge-nya bahkan ditempel dengan lem Aica Aibon menjelang penggerebekan,” kata seorang penyidik cekikikan.
WIDJANARKO sudah pindah dari rumah mewah itu ke kamar tahanan di Cipinang. Dia disangka korupsi dalam proyek pengadaan sapi dengan nilai Rp 11 miliar. Proyek ini digelar pada pertengahan 2001. Jumlahnya 3.000 ekor sapi. Rekanan Bulog dalam proyek ini adalah PT Karyana, PT Lintas Nusa Pratama, dan PT Surya Bumi Manunggal. Mereka adalah rekanan lama Bulog yang terbiasa memasok sapi.
Celakanya, dari tiga perusahaan ini cuma Karyana yang sukses mendatangkan sapi. Dua perusahaan lain gagal total. Padahal Bulog sudah setor uang kepada Lintas Nusa Pratama Rp 5,7 miliar dan PT Surya Bumi Manunggal Rp 4,9 miliar. Petinggi dua perusahaan itu telah dipidana. Lima pegawai Bulog, semuanya anggota panitia pengadaan, juga telah diangkut ke ruangan tahanan.
Kasus sapi ini menambah panjang daftar hitam perusahaan yang kerap diperebutkan partai politik itu. Sejak berdiri pada 1967, Bulog sering mengirim bosnya sendiri ke kamar penjara. Dari delapan Kepala Bulog, empat orang sudah cium kanvas di penjara. Mereka adalah Beddu Amang, Rahardi Ramelan, Sapuan, dan Widjanarko.
Bustanil Arifin, yang memimpin lembaga itu pada 1983-1993, pernah pula diperiksa dalam urusan pembelian tanah milik salah seorang anggota keluarga Cendana. Di luar para petinggi itu, sudah banyak pula rekanan dagang lembaga itu yang diangkut ke hotel prodeo.
Widjanarko sendiri, kata sumber Tempo, sesungguhnya sudah dilaporkan sejumlah orang ke Kejaksaan Agung sejak tahun lalu. Para pelapor adalah orang yang memahami bisnis Bulog. Yang dilaporkan bukan soal sapi, tapi korupsi pengadaan beras. Kalau laporan itu disatukan, kata sumber itu, ”Tebalnya 30 sentimeter.”
Beras memang inti bisnis Bulog sejak berdiri pada 1967. Di samping menampung beras lokal, lembaga itu juga mengimpor beras dari luar negeri. Selama masa kepemimpinan Widjanarko, perusahaan itu tiap tahun mengimpor satu juta ton beras dengan nilai impor di atas Rp 1 triliun.
Impor beras ini kerap menjadi sengketa di ranah politik karena pimpinan Bulog dituduh menyengsarakan petani lokal. Dulu sejumlah partai menolak impor beras dan mengancam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan interpelasi—walau akhirnya letoi di tengah jalan.
Walau kerap dirubung kabar korupsi, belum satu pun petinggi Bulog yang masuk penjara karena urusan beras. Beddu Amang, misalnya, terjerat kasus tukar guling tanah dengan PT Goro Batara Sakti. Sapuan terjungkal karena dana Yanatera, sebuah yayasan milik lembaga itu. Rahardi Ramelan karena kasus dana nonbujeter, lalu Widjanarko karena sapi.
Sumber Tempo menuturkan, penelusuran korupsi beras ini selalu kepentok barang bukti. Laporan korupsi beras Widjanarko, misalnya, sudah ditelusuri ke sana-kemari semenjak tahun lalu. Sejumlah lembaga sudah didatangi. Bahkan sudah ada yang meluncur ke Vietnam, negara yang kerap memasok beras ke Indonesia. Karena banyak yang menutup mulut, jadilah laporan itu, ”Tak bisa disidik karena buktinya kurang kuat,” kata sumber itu.
KEBUNTUAN itu terpecahkan dua pekan lalu. Dari penggeledahan di kantor Bulog, kantor PT Arden Bridge Indonesia milik adik Widjanarko di kawasan Mega Kuningan, dan rumah pribadinya, ditemukan sejumlah bukti kuat soal penyelewengan dalam pengadaan beras itu.
Widjanarko dan sejumlah anggota keluarganya diketahui telah menerima ”salam tempel” dari Vietnam Southern Food Corporation, sebuah lembaga pemerintah Vietnam yang memasok beras ke Bulog. Uang yang dikirim dari negeri Ho Chi Minh itu mengalir lewat jalan berliku.
Semula fulus dikirim dari Bank for Foreign Trade of Vietnam cabang Kota Ho Chi Minh di Vietnam ke rekening Arden Bridges Investment di HSBC di Hong Kong. Setelah ditelusuri, Arden Bridges ternyata adalah perusahaan milik Widjokongko Puspoyo, adik Widjanarko, dan seorang warga negara Amerika Serikat. Perusahaan ini berpusat di British Virgin Islands di kepulauan Karibia.
Dari Hong Kong, uang disetor ke PT Tugu Dana Utama. Perusahaan ini berpusat di Jakarta, milik Laksmi Setyanti Kamarhadi dan mantan suaminya, Cheong Karm Chuan, lelaki asal Vietnam. Uang itu masuk dalam tiga tahap pada Agustus 2002 hingga April 2003.
Ketika dipanggil penyidik Kejaksaan Agung dua pekan lalu, Laksmi mengaku tak tahu-menahu soal transfer dana itu. Dia dan suaminya sudah bercerai pada 1996 (lihat, Uang Haram, Selang Bocor).
Dari rekening Tugu Dana Utama itu, dana kemudian mengalir ke PT Arden Bridges Indonesia. Perusahaan ini milik Widjokongko dan Widjanarko Puspoyo dan berkantor di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan—satu kompleks dengan PT Adaya Multikreasi Perdana, perusahaan Widjanarko Puspoyo lainnya. Semua perusahaan itu bernaung di bawah bendera Adaya Group.
Dari Arden inilah uang mengalir ke rekening lingkaran dalam keluarga Widjanarko: adik, istri, dan dua anaknya. Nah, sejumlah dokumen menyangkut proyek beras ini sudah disegel para penyidik. Dokumen itu, kata sumber Tempo, disimpan dalam sebuah ruangan di kantor itu. Kamar itu dikunci, disegel penyidik dan dijaga petugas.
Sebagian dokumen yang ditemukan di Mega Kuningan itu, kata sumber Tempo, ”Dilarikan dari kantor Bulog pada 19 Maret lalu.” Tapi pelarian dokumen itu dapat diendus penyidik. Itu sebabnya, ketika menggeledah dokumen soal proyek impor sapi, sejumlah dokumen soal impor beras itu pun ikut disegel.
Setelah kasus ini meledak, orang-orang di sekitar Widjanarko diduga berupaya menghilangkan barang bukti. Selain soal dokumen Bulog yang dibawa ke kantor pribadi itu, tim penyidik juga memergoki sebuah mobil Honda City yang hendak melarikan dokumen ke luar kantor Bulog, Kamis dua pekan lalu.
Saat itu para penyidik hendak memeriksa ruang kerja Widjanarko. Begitu memasuki kawasan Bulog, mobil tiba-tiba menderu ke jalan raya. Para penyidik yang curiga lalu menghentikan sedan merah marun itu untuk kemudian digiring ke halaman parkir.
Dari mobil itu penyidik menemukan sejumlah dokumen. Mobil lalu dilepas tapi dokumen disita. Apa saja isi dokumen itu, para penyidik belum mau buka suara. Ada 12 item file yang disita dari kantor Bulog, di antaranya buku agenda dan tanda terima. Penyitaan itu sempat diprotes pengacara Bulog, Alamasyah Hanafiah. Penggeledahan itu, katanya, tidak sesuai dengan surat perintah. ”Bagian perdagangan cengkeh dan kopi juga digeledah,” katanya. Tapi Hendarman Supanji berkilah, ”Masak, kalau ada barang bukti sesuai dengan aduan, didiamkan saja.” Dari sejumlah dokumen tersebut, akan ditelusuri siapa saja yang menerima duit itu.
SEJUMLAH sumber menyebut dana dari Bulog diduga mengalir juga ke sejumlah partai politik. Berita aliran dana ke partai politik ini santer terdengar. Dana panas Bulog itu diduga dinikmati sejumlah partai besar. Partai politik yang merasa disudutkan ramai-ramai angkat suara.
Sumber Tempo menuturkan layanan ke partai itu biasanya dilakukan saat perhelatan besar seperti kongres atau muktamar. ”Jumlahnya memang tidak besar, paling sekitar Rp 100 juta setiap acara,” kata sumber itu. Tapi modus seperti ini kerap dilakukan.
Cahyo Kumolo, salah satu ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), membantah keras adanya alir-an dana Bulog ke partainya. Sebelum menjadi Kepala Bulog, Widjanarko memang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat dari PDI Perjuangan. Itu sebabnya, dia diduga ikut memban-tu keuangan partai moncong putih itu. ”Silakan kalau kejaksaan mau meme-riksa partai kami,” kata Cahyo.
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali juga mempersilakan kejaksaan memeriksa kas partainya. ”Saya kan baru jadi Ketua PPP, jadi tidak tahu kalau di masa lalu terima atau tidak,” kata Suryadharma, yang juga Menteri Koperasi itu.
Bantahan yang sama juga datang dari Partai Demokrat. ”Terlalu dini menyimpulan ada aliran dana ke partai kami,” kata Darwin Zahedy Saleh, ketua bidang ekonomi partai itu.
Untuk membuktikannya memang perlu penelusuran serius. Selain mengikuti aliran uang itu, audit keuangan partai-partai itu juga bisa menjawab apakah partai politik kerap meminta dana ke Bulog dan keciprat fulus dari Vietnam itu.
Seorang sumber menuturkan, selain aliran dana ke keluarga Widjanarko itu, diduga ada lagi aliran dana dari Vietnam yang ditujukan kepada orang penting di Indonesia. Siapa mereka, ”Yah, orang yang tak jauh-jauh dari urusan impor beras dari Vietnam itu,” kata sumber tersebut.
Repotnya, yang bisa membuka siapa saja penerima dana itu cuma Vietnam Southern Food Corporation, si pemasok beras. Sumber ini mendesak agar penyidik merayu petinggi kantor itu. ”Desak mereka agar membuka data aliran dana itu,” katanya.
Wenseslaus Manggut,Wahyu Dyamitka, dan Imron Rosyid (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo