Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kisaran vs. modal asing

Ibukota kabupaten asahan beralih dari tanjung balai ke kisaran. timbul sengketa antara pemda dan perusahaan perkebunan ursp, karena 7 dari 11 desanya terletak di areal ursp. pembangunan terhambat. (kt)

17 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IBUKOTA Kabupaten Asahan terpaksa dipindah ke Kisaran. Sebab ibukota yang lama, Tanjungbalai, dianggap sudah terlalu sempit dan tak mungkin diperluas lagi. Tapi areal ibukota yang baru, Kisaran, lebih sempit lagi. Karena ternyata sebagian besar arealnya milik sebuah perusahaan perkebunan asing. Sebab itu sengketa yang belum terpecahkan masih berlangsung hingga sekarang. Padahal ketika secara resmi Kisaran ditetapkan sebagai ibukota baru, 9 Desember lalu, ditentukan arealnya akan meliputi 6.000 ha lebih: terdiri dari 11 desa dan penduduk 87.000 jiwa. Namun ketika pihak Pemda Kabupaten Asahan mulai bersiap-siap membangun Jalan Inpres ke beberapa desa di kawasan Kota Kisaran, pihak PT Uni Royal Sumatra Plantation (URSP) menghalang-halanginya. Yaitu dengan cara memasang palang-palang besi melintangi jalan-jalan yang harus diperbaiki tadi. Maka terungkaplah sengketa itu. Menurut pihak URSP areal beberapa desa yang dihubungkan jalan-jalan tadi adalah miliknya, karena itu perusahaan dengan modal swasta Amerika Serikat itu menutupnya. Sebaliknya Pemda Asahan berpendapat, areal itu milik Pemda Asahan dan karena itu petugas-petugas kabupaten memasang patok-patok sebagai tanda hendak dibangun. Direktur Pelaksana URSP, D.W. Levinder, tak lupa menambahkan, dari areal kota yang lebih dari 6.000 ha itu, 2.437 ha di antaranya terdiri dari kebun karet milik perusahaan itu dan 2.277 ha (meskipun sudah didiami penduduk bertahun-tahun lamanya) berupa tanah garapan -- yang diklaim URSP sebagai miliknya sehingga menjadi sengketa berlarut-larut dengan penduduk. Adapun sisanya, yaitu sekitar 1.329 ha, dianggap sebagai benar-benar areal Kota Kisaran. Dengan kata lain, 7 dari 11 desa di Kota Kisaran terletak di areal URSP. Pihak URSP tampaknya tetap mempertahankan tiap meter arealnya, termasuk yang masih dalam sengketa dengan penduduk, sesuai dengan HGU (Hak Guna Usaha) yang berakhir tahun 1997 nanti. Tiga tahun lalu erusahaan ini memang pernah memberikan 43 ha arealnya kepada Pemda Asahan, yaitu untuk stadion, kantor bupati dan perumahan pegawai. "Tapi areal itu kami berikan karena waktu itu Bupati Asahan berjanji akan menyelesaikan areal kami yang masih jadi sengketa dengan penggarap," kata Levinder. Tapi rupanya sampai sekarang sengketa itu masih terus berlanjut. Gulung Tikar Sikap perusahaan itu berakibat cukup panjang. Misalnya, sebagian besar desa di Kisaran berada dalam areal URSP, hanya sebagian kecil saja yang mampu dijamah pembangunan yang dilakukan Pemda Asahan. "Tak ada pembangunan jika tidak mengambil areal perkebunan itu," tutur Ketua Bappeda Asahan, Drs. W. Lumbanbatu. Kisaran, tambah Lumbanbatu, memang dikelilingi dan penuh dengan lebun karet. Kota ini dibangun Belanda awal abad ke-20 untuk pemukiman para buruh perkebunan karet milik penjajah. Karena URSP memasang palang besi di tengah jalan menuju Desa Sidodadi, Gurah Batu, Perhutanan Silau dan Sidomulyo, hampir 100 buah perusahaan batu bata di desa-desa itu terancam gulung tikar. "Sejak ada palang itu, tidak satu pun truk masuk ke desa kami," kata Poniran, salah seorang pembuat batu bata. Desa Sidodadi sendiri terletak tak jauh di belakang kantor DPRD Asahan. Tapi karena palang palang tadi, penduduk di sana merasa terpencil. Namun seperti halnya di desa-desa lain yang arealnya sedang dalam sengketa, penduduk Sidodadi membangun rumah atau apa saja tanpa izin Pemda. Pihak terakhir ini memang tak mamu melarang penduduk membangun, karena areal itu sedang diklaim URSP. Sebaliknya pihak perusahaan membiarkan bangunan-bangunan liar itu, karena merasa pihak Pemda-lah yang bertanggungjawab. Melihat sikap perusahaan yang tetap ngotot itu, tak heran jika pejabat-pejabat Pemda Asahan menjadi jengkel. Bahkan Ketua Fraksi PDI di DPRD Asahan, Azhari, dalam salah satu sidang lembaga itu beberapa waktu lalu mengusulkan agar Levinder dipersona-non-gratakan. "Sikap orang asing itu menghambat pembangunan," kecam Azhari. Kurang Dipersiapkan "Terserah saja," jawab Levinder, "tapi saya kira soalnya bukan di sini -- sudah di tangan Menteri Pertanian dan Dalam Negeri." Rupanya memang begitu. Karena itu Bupati Asahan, dr. Bahmid Mohammad, tak banyak memberi komentar. "Sabar saja, masih terus kita urus," katanya ketika ditanyai penyelesaian soal itu. Memang tak mungkin pihak Pemda Asahan bersikap lebih dari bersabar. Untuk main caplok memang dapat dilakukan, tapi tidak akan menyelesaikan sengketa. Apalagi, menurut pengacara terkemuka di Medan, Prof. Ani Abbas Manoppo SH, wewenang untuk memberi atau mengubah HGU ada di tangan Pemerintah Pusat. "Jika memang areal HGU itu diperlukan untuk kepentingan umum, dapat saja diubah oleh Pemerintah Pusat melalui musyawarah dengan pemegangnya," kata Ani Manoppo. Khusus tentang URSP, menurut pengacara itu, memang kurang adil bila sampai sekarang areal sengketa itu masih belum diselesaikan. Sebab, pajak-pajak tanah itu dibayar URSP setiap tahun untuk seluruh areal yang disebutkan dalam HGU-nya, meski hanya sebagian saja yang dapat diusahakannya. Tapi adil atau tidak, yang pasti Kisaran sebagai ibukota kabupaten yang baru, kurang dipersiapkan. Setidak-tidaknya yang menyangkut rencana tata kota. Padahal kota ini dipilih sebagai ibukota terutama untuk menunjang Proyek Asahan yang terletak tak jauh dari Kisaran. Karena itu kota ini diharapkan mampu menampung arus urbanisasi karena daya tarik Proyek Asahan yang sekarang mulai terasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus