Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Sebuah desa dengan 10 harimau

Desa tiumang (sum-bar) yang berbatasan dengan sitiung diteror harimau. dalam sebulan, 9 orang penduduk meninggal, bahkan kuburan kepala desa dibongkar, penduduk ketakutan.

17 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIUMANG mendadak menjadi seram. Desa yang terletak 270 km di selatan Padang (Sum-Bar) itu kini sunyi-senyap. Siang-malam penduduk tidak berani keluar rumah. Dalam waktu sebulan terakhir ini sudah 11 penduduk diterkam harimau, 9 di antaranya, termasuk Kepala Desa Tiumang M. Dinil Dt. Mangkuto, meninggal. Korban kebanyakan luka berat. Diperkirakan sekitar 10 ekor raja hutan berkeliaran di sana. Sebagian besar dari 2.400 jiwa penduduk desa itu adalah transmigran asal Wonogiri (Ja-Teng). Seperti desa-desa di sekitarnya, Tiumang dulu merupakan hutan karet yang belakangan dibuka sebagai pemukiman baru, bertetangga dengan lokasi transmigrasi Sitiung. Bahkan sebagian areal Tiumang diberi nama Sitiung IV, karena memang merupakan perluasan dari proyek Sitiung. Tapi sebagian besar dari areal Tiumang sesungguhnya dicadangkan buat pembukaan areal persawahan baru yang kelak akan diserahkan kepada transmigran. Proyek pengairan Batanghari sekarang sedang dikerjakan untuk keperluan pencetakan sawah baru tersebut. Bila proyek itu rampung, diperkirakan sekitar 5.000 ha sawah baru bisa diairi. Sebelum pengairan selesai penduduk menggantungkan nafkahnya sebagai penyadap karet. Pelarian ? Desa ini sangat terpencil, karena hubungaan ke luar sangat sulit. Jarak Tiumang dengan ibukota Kabupaten Sawahlunto-Sijunjung di Muaro sekitar 130 km, dari ibukota kecamatannya di Kotabaru tak kurang dari 6 km. Tiumang memang terletak di perbatasan Sum-Bar dengan Riau dan Jambi di sebelah timur dan selatan. Ke sebelah barat berbatasan dengan Sitiung dan Desa Kota Salak, sedang ke utara dengan Desa Timpeh. Ada sebuah jorong (dukuh) yang terletak di seberang Sungai Batanghari. Di atas peta, desa itu nampak seperti berada di wilayah Provinsi Jambi. Jorong itu, Padanglaweh, tempat si raja hutan lagi mengamuk. Jorong ini dihuni 75 kk (300 jiwa), semuanya penduduk asli Sum-Bar. Di sini terhampar kebun karet penduduk yang sebagian sudah rata dibabat sebagai bagian dari sawah baru yang sedang disiapkan. Kegiatan mencari rotan dan hasil hutan lainnya juga berpusat di Padanglaweh. Itulah sebabnya ketika si raja hutan mengamuk sepanjang tahun 1980 dan memuncak di awal tahun ini, praktis mematikan segala usaha penduduk. Tak ada penduduk dari 5 jorong lainnya yang berani menyeberangi sungai Batanghari masuk ke Padanglaweh. Sebuah pasar kecil tempat transaksi hasil hutan dan pendistribusian kebutuhan pokok di Padallglawell jadi lengang. Tak bisa lain, penduduk hanya bisa hidup dari bantuan pangan yang mengalir dari Kanwil Ditjen Transmigrasi Sum-Bar. Jumat pekan lalu Gubernur Sum-Bar, Azwar Anas mengirim 5 ton beras untuk penduduk yang terkurung di rumah mereka. "Ini malapetaka terbesar di desa ini," ujar Hasyim Dt. Kerajaan, 56 tahun, bekas kepala desa yang terpaksa diangkat lagi Setelah Dinil tewas. Menghadapi keganasan harimau-harimau tadi Hasyim segera menyelenggarakan rembuk desa. Warga desa sependapat, harimau yang mengamuk itu bukan berasal dari hutan sekitar Tiumang. "Harimau Tiumang sejak dulu hanya makan ternak atau anjing," ujar Hasyim. Mungkinkah karena hutan banyak dibabat? "Kemungkinan itu ada. Tapi dibanding Sitiung, pembabatan hutan di Tiumang hanya 10% saja " kata Yasir, Kepala jorong Padanglaweh. "Mungkin harimau itu pelarian dari Telukkuantan," kata Djamaris Junus, Ka Kanwil Ditjen Transmigrasi Sum-Bar. Belantara Telukkuantan yang berbatasan dengan Tiumang, sekarang sedang dibuka untuk daerah pemukiman. Sekitar 1.000 kk transmigran akan ditempatkan di sana tahun ini juga. Karena itu banyak penduduk memperkirakan sang raja hutan merasa terjepit lantas melarikan diri dari hutan, masuk ke Tiumang. Pendapat penduduk desa macam-macam. Di antaranya menduga pasti ada warga desa yang berdosa. Maka Kepala Desa Tiumang, merencanakan kenduri adat dengan memotong kerbau. Pemda kabupaten Sawahlunto-Sijunjung sendiri selain akan mengadakan kenduri juga melakukan perburuan. "Kenduri ya, tapi juga menurunkan regu tembak," kata Bupati Moh. Nur Pamuncak. Untuk maksud itu Pangkopkamtib Sudomo, atas permintaan Gubernur Azwar Anas, mengizinkan penggunaan senjata api. Sabtu pekan lalu Gubernur meninjau Tiumang, didampingi Polri dan regu tembak Perbakin (Persatuan Menembak dan Berburu seluruh Indonesia). Tapi belum terdengar hasilnya. Yang jelas, ketakutan masih mencekam di seantero desa. Lebih-lebih setelah penduduk tahu, Kamis lalu kuburan Danil Dt. Mangkuto, bekas kepala desa itu, dibongkar si raja hutan. Meskipun sisa-sisa tubuh Danil tak berhasil dikeluarkan oleh harimau itu, kejadian tersebut makin menyebarkan kecemasan di kalangan penduduk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus