TIUMANG mendadak menjadi seram. Desa yang terletak 270 km di
selatan Padang (Sum-Bar) itu kini sunyi-senyap. Siang-malam
penduduk tidak berani keluar rumah. Dalam waktu sebulan terakhir
ini sudah 11 penduduk diterkam harimau, 9 di antaranya, termasuk
Kepala Desa Tiumang M. Dinil Dt. Mangkuto, meninggal. Korban
kebanyakan luka berat. Diperkirakan sekitar 10 ekor raja hutan
berkeliaran di sana.
Sebagian besar dari 2.400 jiwa penduduk desa itu adalah
transmigran asal Wonogiri (Ja-Teng). Seperti desa-desa di
sekitarnya, Tiumang dulu merupakan hutan karet yang belakangan
dibuka sebagai pemukiman baru, bertetangga dengan lokasi
transmigrasi Sitiung. Bahkan sebagian areal Tiumang diberi nama
Sitiung IV, karena memang merupakan perluasan dari proyek
Sitiung.
Tapi sebagian besar dari areal Tiumang sesungguhnya dicadangkan
buat pembukaan areal persawahan baru yang kelak akan diserahkan
kepada transmigran. Proyek pengairan Batanghari sekarang sedang
dikerjakan untuk keperluan pencetakan sawah baru tersebut. Bila
proyek itu rampung, diperkirakan sekitar 5.000 ha sawah baru
bisa diairi. Sebelum pengairan selesai penduduk menggantungkan
nafkahnya sebagai penyadap karet.
Pelarian ?
Desa ini sangat terpencil, karena hubungaan ke luar sangat
sulit. Jarak Tiumang dengan ibukota Kabupaten
Sawahlunto-Sijunjung di Muaro sekitar 130 km, dari ibukota
kecamatannya di Kotabaru tak kurang dari 6 km. Tiumang memang
terletak di perbatasan Sum-Bar dengan Riau dan Jambi di sebelah
timur dan selatan. Ke sebelah barat berbatasan dengan Sitiung
dan Desa Kota Salak, sedang ke utara dengan Desa Timpeh.
Ada sebuah jorong (dukuh) yang terletak di seberang Sungai
Batanghari. Di atas peta, desa itu nampak seperti berada di
wilayah Provinsi Jambi. Jorong itu, Padanglaweh, tempat si raja
hutan lagi mengamuk. Jorong ini dihuni 75 kk (300 jiwa),
semuanya penduduk asli Sum-Bar. Di sini terhampar kebun karet
penduduk yang sebagian sudah rata dibabat sebagai bagian dari
sawah baru yang sedang disiapkan.
Kegiatan mencari rotan dan hasil hutan lainnya juga berpusat di
Padanglaweh. Itulah sebabnya ketika si raja hutan mengamuk
sepanjang tahun 1980 dan memuncak di awal tahun ini, praktis
mematikan segala usaha penduduk. Tak ada penduduk dari 5
jorong lainnya yang berani menyeberangi sungai Batanghari
masuk ke Padanglaweh. Sebuah pasar kecil tempat transaksi hasil
hutan dan pendistribusian kebutuhan pokok di Padallglawell jadi
lengang.
Tak bisa lain, penduduk hanya bisa hidup dari bantuan pangan
yang mengalir dari Kanwil Ditjen Transmigrasi Sum-Bar. Jumat
pekan lalu Gubernur Sum-Bar, Azwar Anas mengirim 5 ton beras
untuk penduduk yang terkurung di rumah mereka. "Ini malapetaka
terbesar di desa ini," ujar Hasyim Dt. Kerajaan, 56 tahun, bekas
kepala desa yang terpaksa diangkat lagi Setelah Dinil tewas.
Menghadapi keganasan harimau-harimau tadi Hasyim segera
menyelenggarakan rembuk desa. Warga desa sependapat, harimau
yang mengamuk itu bukan berasal dari hutan sekitar Tiumang.
"Harimau Tiumang sejak dulu hanya makan ternak atau anjing,"
ujar Hasyim. Mungkinkah karena hutan banyak dibabat?
"Kemungkinan itu ada. Tapi dibanding Sitiung, pembabatan hutan
di Tiumang hanya 10% saja " kata Yasir, Kepala jorong
Padanglaweh.
"Mungkin harimau itu pelarian dari Telukkuantan," kata Djamaris
Junus, Ka Kanwil Ditjen Transmigrasi Sum-Bar. Belantara
Telukkuantan yang berbatasan dengan Tiumang, sekarang sedang
dibuka untuk daerah pemukiman. Sekitar 1.000 kk transmigran akan
ditempatkan di sana tahun ini juga. Karena itu banyak penduduk
memperkirakan sang raja hutan merasa terjepit lantas melarikan
diri dari hutan, masuk ke Tiumang.
Pendapat penduduk desa macam-macam. Di antaranya menduga pasti
ada warga desa yang berdosa. Maka Kepala Desa Tiumang,
merencanakan kenduri adat dengan memotong kerbau. Pemda
kabupaten Sawahlunto-Sijunjung sendiri selain akan mengadakan
kenduri juga melakukan perburuan. "Kenduri ya, tapi juga
menurunkan regu tembak," kata Bupati Moh. Nur Pamuncak. Untuk
maksud itu Pangkopkamtib Sudomo, atas permintaan Gubernur Azwar
Anas, mengizinkan penggunaan senjata api.
Sabtu pekan lalu Gubernur meninjau Tiumang, didampingi Polri dan
regu tembak Perbakin (Persatuan Menembak dan Berburu seluruh
Indonesia). Tapi belum terdengar hasilnya.
Yang jelas, ketakutan masih mencekam di seantero desa.
Lebih-lebih setelah penduduk tahu, Kamis lalu kuburan Danil Dt.
Mangkuto, bekas kepala desa itu, dibongkar si raja hutan.
Meskipun sisa-sisa tubuh Danil tak berhasil dikeluarkan oleh
harimau itu, kejadian tersebut makin menyebarkan kecemasan di
kalangan penduduk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini