Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBULAN sebelum mengumumkan Joko Widodo sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri menyepi di Bali. Pulau ini telah menjadi kampung halaman bagi keluarga Sukarno. Seperti sang ayah, Megawati selalu tetirah di sini sebelum memutuskan hal penting.
Pertengahan Februari itu, Megawati tak pergi sendiri. Ia mengajak sebelas orang dari Jakarta, yang mayoritas bukan anggota PDI Perjuangan-partai yang ia pimpin. Selama di Bali, ia menuntun mereka ke tempat-tempat yang selalu ia singgahi pada saat muda. Salah satunya sebuah bukit di Karangasem.
Kesebelas orang itulah yang diminta Megawati, Ketua Umum PDIP, memberi nasihat dalam mengambil keputusan, terutama yang berkaitan dengan Pemilihan Umum 2014. Dari dalam partai ada Prananda Prabowo, putra Megawati dari Surindro Suprijarso, dan Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto membenarkan kabar bahwa Megawati pergi ke Bali ketika itu dan ia ikut bersama rombongan. "Itu salah satu cara menelusuri sejarah keluarga Sukarno," ujar Hasto, Kamis pekan lalu.
Sisanya akademikus. Dari Universitas Gadjah Mada ada Cornelis Lay dan Ari Dwipayana. Ada juga Hariadi, dosen Universitas Airlangga. Pengajar Universitas Padjadjaran, Muradi, juga dilibatkan. Dua pengamat militer, Andi Widjajanto dari Universitas Indonesia dan Jaleswari Pramodhawardani dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, ikut bergabung. Tiga nama terakhir adalah peneliti Alexandra Retno Wulan, konsultan marketing communication Sumaryo, dan aktivis antikorupsi Teten Masduki. Karena jumlahnya sebelas orang, kelompok ini dikenal sebagai "Tim 11".
Teten Masduki mengatakan Tim 11 bubar setelah Joko Widodo diumumkan sebagai calon presiden oleh Megawati pada 14 Maret lalu. Tujuan utama Megawati membentuk tim memang untuk membantunya mengambil keputusan paling besar yang ia buat tahun ini: siapa yang akan disorongkan sebagai calon presiden oleh PDIP. Keputusan itu dibuat Megawati sepulang dari Bali.
Megawati membutuhkan "nasihat" yang jernih secara akademis. Biasanya Megawati hanya berdiskusi masalah politik dengan Cornelis Lay, karib lamanya. Menghadapi pemilihan umum, ia meminta Cornelis membuat semacam tim penasihat politik. Selanjutnya, Cornelis mengontak koleganya di berbagai kampus. Dimintai konfirmasi pekan lalu, istrinya mengatakan Cornelis belum bersedia diwawancarai.
Tim terbentuk enam bulan lalu. Mereka bekerja secara rahasia, tak terdeteksi media dan mayoritas pengurus PDIP. Hanya segelintir elite Banteng yang tahu. Jalur komunikasi tim ini langsung dengan Megawati, tanpa perantara. Lama di bawah tanah, baru belakangan mereka muncul di depan publik. Itu pun hanya Teten Masduki dan Andi Widjajanto. Mereka berdua mendampingi Jokowi ke mana-mana.
Walau diminta Megawati mencari anggota, Cornelis bukanlah "komandan" tim. Andi Widjajanto justru yang sehari-hari menjadi motor tim. Andi punya hubungan historis dengan Banteng. Ayahnya, almarhum Theo Syafei, adalah politikus PDIP kepercayaan Megawati. Prananda Prabowo dan Hasto Kristiyanto, yang mewakili unsur partai, jarang ikut rapat.
Ari Dwipayana mengatakan tugas tim adalah mengamati perkembangan politik dan membuat analisis. Hasilnya diserahkan kepada Megawati. "Kami juga menggunakan hasil survei sebagai bahan pertimbangan," ujar Ari. Tim juga merancang strategi winning dan ruling. Yang pertama untuk memenangi pemilihan umum dan yang kedua disiapkan bila PDIP kelak memerintah.
Seorang anggota Tim 11 mengatakan, setelah pencalonan Jokowi dideklarasikan, tim memang tak ada lagi. Namun mereka tak purnatugas. Mereka melebur menjadi tim pemikir Jokowi dalam pemilihan presiden. Tim 11 pun berganti nama menjadi "Tim Guyub"-karena mereka tetap berguyub.
Apa pun namanya, merekalah tim inti Jokowi. Mereka bermarkas di Jalan Cemara 19, Menteng, Jakarta, yang juga media center Jokowi. Namun rapat tak melulu bertempat di sana. Sesekali pertemuan digelar di rumah dinas Jokowi di Jalan Taman Suropati-juga di kawasan Menteng.
Salah satu agenda rapat adalah merumuskan kriteria pendamping Jokowi. Tim merumuskan 19 kriteria, yang kemudian diringkas menjadi lima. Syarat mendasar itu, antara lain, calon pendamping Jokowi harus antikorupsi. Mula-mula ada seratus nama. Tim memerasnya menjadi sepuluh nama, lalu tiga. Ketiga nama itu sudah dikantongi Megawati.
Tim inti dikelilingi tim penyokong. Kelompok-kelompok kecil yang disebut kaukus ini berfokus mendalami bidang masing-masing. Ada bidang pertahanan, pertanian, ekonomi, energi, global dan internasional, serta perempuan. Ada juga tim bidang hukum, yang mengkaji persoalan hukum dan melakukan pembelaan.
Sebagaimana tim inti, kaukus-kaukus itu banyak dihuni akademikus. Kaukus global dan internasional, misalnya, beranggotakan Rizal Sukma, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies. Di bidang ekonomi, ada dosen Universitas Gadjah Mada, Sri Adiningsih. Jaleswari Pramodhawardani mengisi kaukus perempuan dan pertahanan.
Sri Adiningsih menyangkal masuk tim ekonomi Jokowi. Ia mengatakan keberadaannya di media center Jokowi pada 9 April lalu dalam kapasitas sebagai pembicara diskusi. Sri memang kerap berdiskusi perihal ekonomi dengan Megawati. Ia juga anggota Dewan Pakar di Megawati Institute, lembaga kajian yang didirikan Megawati. Walau dekat dengan Presiden RI kelima itu, Sri mengatakan bukan anggota tim ekonomi Jokowi atau PDIP.
Kaukus gencar membuat kajian. Bagaimanapun, hasil studi mereka akan menjadi bekal Jokowi bila kelak ditanya soal visi-misi sebagai calon presiden. Tak terkecuali persoalan perempuan. Agar tahu persoalan secara utuh, Jokowi bahkan dipertemukan dengan belasan aktivis perempuan pada akhir Maret lalu. Di antaranya Toeti Heraty, Gadis Arivia, Nursyahbani Katjasungkana, Musdah Mulia, Maria Hartiningsih, dan Anis Hidayah.
Anis Hidayah, Direktur Eksekutif Migrant Care, mengatakan dalam pertemuan itu Jokowi mendengarkan dengan serius keluh-kesah para aktivis, dari soal kesehatan reproduksi kaum Hawa hingga kesetaraan gender. Mereka sempat bercengkerama dengan Jokowi. "Pak Jokowi, jaga kesehatan, ya, supaya bisa terus blusukan," ujar Anis menirukan salah seorang peserta pertemuan.
Tim hukum ditempati orang-orang mumpuni. Dua di antaranya pengacara Todung Mulya Lubis dan Alexander Lay. Pekan lalu, mereka sudah terang-terangan muncul di muka umum. Todung dan Alexander menyatakan akan membela Jokowi yang digugat sekelompok warga karena mencalonkan diri sebagai presiden.
Awalnya, divisi hukum PDIP-lah yang akan mengurus pembelaan Jokowi menghadapi gugatan itu. Namun Megawati ingin Jokowi dibela Todung dan Alex. Megawati beralasan, keberadaan Todung dan Alex yang bukan kader partai bisa menggaet dukungan dari luar PDIP terhadap Jokowi.
Tim hukum juga pernah meminta bantuan dua ahli tata negara, Zainal Arifin Mochtar dan Saldi Isra. Keduanya diminta membuat pendapat hukum mengenai pencalonan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta menjadi presiden. "Saya hanya diminta membuat kajian aspek tata negara. Jokowi harus mundur dulu dari gubernur atau tidak," kata Saldi. Ia dan Zainal menyangkal bergabung dengan tim Jokowi.
Di luar persoalan visi-misi, tiap hari Jokowi harus mengurus Jakarta. Dalam hal ini pun dia mesti menguasai persoalan. Wartawan selalu mengerubutinya tiap hari dan bertanya ini-itu. Menjelang pemilihan presiden, segala omongan dan gerak-geriknya makin diperhatikan publik. Jokowi meminta tim memasok informasi mengenai hal-hal yang sedang menyedot perhatian.
Walau begitu, Jokowi tak akan mengubah gaya bicara dan bahasa tubuhnya. Tim menyadari Jokowi bukan jagoan mimbar seperti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hasto Kristiyanto mengatakan memang pernah ada usul memermak Jokowi. Namun, setelah dipikir ulang, hal itu justru berpotensi mengurangi daya pikatnya. "Orang-orang ingin Jokowi orisinal," ujar Hasto.
Hasto memang mengakui ada tim yang dibentuk Megawati untuk memberikan saran akademis. Tapi Hasto menyebutkan bahwa namanya bukan "Tim 11", melainkan "Tim 17". Tim ini di bawah kendali partai, tapi diisi orang-orang kampus. Ketuanya Muhammad Prakosa, Menteri Kehutanan pada era pemerintahan Megawati.
Nama resmi tim ini adalah Tim Penyusun Platform Ekonomi PDIP. Menurut Prakosa, kelompok itu disebut "Tim 17" karena jumlah anggotanya 17 orang. "Juga untuk mengingatkan pada tanggal kemerdekaan," ucapnya. Hasto menyebutkan anggotanya antara lain Sri Adiningsih, Ari Dwipayana, Teten Masduki, dan profesor dari berbagai universitas. Dari lingkup internal partai, ada Arif Budimanta, anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Prakosa mengatakan mereka sudah membuat konsep ekonomi yang disebut "Pembangunan Berencana Semesta". Ini semacam Garis-garis Besar Haluan Negara zaman Orde Baru. Pembangunan direncanakan sampai 25 tahun ke depan. Tiap lima tahun ada agenda yang harus dilakukan. Lalu saban tahun ada rencana detail hingga target yang harus dicapai. "Misalnya, APBN akan surplus, tak defisit lagi."
Prakosa mengatakan tim ini bakal didaftarkan secara resmi sebagai tim pemenangan Jokowi bersamaan dengan pendaftaran calon presiden pada pertengahan Mei nanti. Jokowi sendiri mengatakan tim pemenangannya tidak tunggal. "Ada yang di atas tanah, ada yang di bawah tanah. Ada yang operasi khusus, ada yang klandestin," katanya.
Anton Septian, Tika Primandari (Jakarta), Sunudyantoro, Shinta Maharani (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo