Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMA kongsi politik itu telah disiapkan: Amanat Perjuangan Bangsa. Menurut rencana, anggotanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Amanat Nasional, plus Partai Kebangkitan Bangsa. Petinggi ketiga partai telah bertemu, konsep kerja sama pun telah disepakati. Ketiga partai juga sudah merestui pasangan Gubernur Joko Widodo dan Hatta Rajasa, Ketua Umum PAN.
Menurut sejumlah politikus, Jokowi setidaknya sudah sepuluh kali bertemu dengan Hatta. Pengurus pusat PDI Perjuangan, dipimpin Ketua Puan Maharani dan Sekretaris Jenderal Tjahjo Kumolo, juga secara resmi bertandang ke rumah Hatta di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, pekan sebelum pemilihan umum legislatif 9 April lalu. Perjamuan elite kedua partai berlangsung selepas magrib hingga pukul 22.00. "Detail rencana koalisi sudah dibicarakan," kata seorang peserta pertemuan kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Petinggi partai Banteng kemudian juga menemui elite PKB.
Hasil pemilihan legislatif ternyata membuyarkan rencana "pernikahan politik" itu. Suara PDIP, meski memenangi pemungutan suara, ternyata jauh di bawah prediksi berbagai lembaga survei. Sebaliknya, dukungan untuk PKB berlipat ganda. Suara PAN pun meningkat cukup signifikan. Begitu juga perolehan suara partai lain, seperti Partai Gerindra dan Partai Nasional Demokrat, partai baru yang diperkirakan memperoleh 6,9 persen suara. Posisi tawar tiap partai berubah total.
Inisiatif menggalang koalisi diambil Jokowi segera setelah hasil hitung cepat diumumkan. Ditemani Tjahjo Kumolo, pria 52 tahun ini bertamu ke kantor Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh pada Sabtu dua pekan lalu. Menurut Rio Capella, sekretaris jenderal partai itu, yang mendampingi Surya, Jokowi mengajak partainya "bekerja sama memperkuat sistem presidensial yang tidak bergantung pada koalisi di Dewan Perwakilan Rakyat". Sembari mengatakan setuju, kata Rio, Surya menjawab bersemangat, "Saya dukung penuh pencalonan Anda."
Tuan rumah lalu menyebutkan nama yang bisa dipertimbangkan Jokowi menjadi calon wakilnya. Mereka adalah mantan wakil presiden Jusuf Kalla, bekas Gubernur Papua Barnabas Suebu, dan eks Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Purnawirawan Tedjo Edhy Purdijatno. "Itu hanya usul. Kami akan ikut keputusan Jokowi," kata Rio Capella.
Kedua partai-gabungan suara mereka diperkirakan 25,8 persen, cukup untuk memperoleh tiket pencalonan-menyatakan sepakat bergabung. Belum ada pembahasan pembagian jatah kursi di kabinet. "Target sekarang menang dulu. Soal bagi kekuasaan itu alamiah," ujar Rio. Setelah satu jam, Jokowi pamit untuk menemui petinggi PKB.
Di markas PKB, Kalibata, Jakarta Selatan, Jokowi disambut Ketua Umum Muhaimin Iskandar, Sekretaris Jenderal Imam Nachrowi, dan Ketua Fraksi Marwan Ja'far. Dengan suara sembilan persen, PKB diharapkan mau bergabung untuk memperkukuh posisi pencalonan Jokowi. Menurut Marwan, pertemuan belum membicarakan soal koalisi.
Marwan menggambarkan, pembicaraan kedua pihak sangat santai. Pertemuan satu setengah jam di ruang Avatar itu diawali salat magrib berjemaah, lalu makan malam dengan suguhan nasi kebuli. Tapi, kata Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Eriko Sotarduga, usul calon wakil presiden membuat kelanjutan hubungan kedua partai belum diputuskan.
PKB mengajukan Muhaimin sebagai calon wakil Jokowi. Menurut Ketua PKB Helmy Faishal, Jusuf Kalla, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md., dan biduan dangdut Rhoma Irama juga disodorkan. Namun peserta pertemuan lainnya menyebutkan PKB mematok Muhaimin plus sejumlah kursi menteri sebagai syarat koalisi.
Tak hanya kepada Jokowi, PKB belakangan menyodorkan syarat yang sama ketika bertemu dengan Prabowo Subianto, calon presiden dari Partai Gerakan Indonesia Raya. "Terserah mereka memilih siapa sebagai calon wakil presiden," ujar Helmy Faishal. PKB, kata dia, akan memutuskan dukungan kepada calon presiden yang setuju dengan skema pembagian kekuasaan itu.
Safari Jokowi pada hari selanjutnya dilakukan dengan menemui Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Mengumpulkan 14,3 persen suara, Aburizal menyatakan tetap hendak maju sebagai calon presiden. Untuk itu, kata dia, koalisi kedua partai hanya bisa dilakukan di Senayan. Ia juga mengatakan Jokowi meminta izin menggandeng Jusuf Kalla sebagai calon wakilnya.
Konferensi pers setelah pertemuan Jokowi dan Aburizal itu mengejutkan pendukung Hatta. Karena itu, menurut tiga narasumber dari kelompok yang berbeda, mereka menyarankan Hatta menolak ketika Jokowi meminta waktu bertemu dalam rangkaian safari politiknya. "Kami sudah memegang komitmen dengan Puan, perwakilan resmi PDIP," ujar politikus PAN memberi alasan.
Sebagai gantinya, kubu Hatta meminta waktu bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Kelanjutan koalisi akan ditentukan setelah pertemuan ini. Hingga Kamis pekan lalu, ketika Megawati terbang ke Bali untuk berlibur, permintaan bertemu ini belum terlaksana. Sedangkan PAN juga mulai membuka pembicaraan dengan Gerindra-antara lain melalui pertemuan Ketua PAN Zulkifli Hasan dan Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon. "Kami menyiapkan Amanat Indonesia Raya," kata politikus PAN. Meski gabungan suara mereka hanya 19,3 persen, politikus kedua partai optimistis kursi mereka mencapai 20 persen-syarat pencalonan presiden.
Koalisi PDIP dengan partai lain nyaris tertutup. Megawati telah mencoret kemungkinan bergabung dengan Partai Demokrat, Gerindra, dan Partai Keadilan Sejahtera. Soal ini, Wakil Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto mengatakan bosnya tak pernah menyebutkan secara spesifik partai yang tidak mungkin diajak berkoalisi. Ia berujar, "PKS dan Gerindra yang justru sejak awal menyatakan tak ingin bergabung."
Kepada Tempo, Jokowi menyatakan ingin berkoalisi tanpa dibebani syarat pembagian jatah kursi menteri. Karena itu, jika gagal mengajak partai-partai lain, ia mengaku tidak ada masalah bila hanya didukung PDIP dan NasDem. Soal calon wakil presiden, ia mengatakan, "Semua masih diperhitungkan."
PINTU pencalonan wakil presiden bagi Jokowi sesungguhnya tidak tunggal. Sejak awal, tim-sering disebut sebagai "Tim Sebelas"-yang menyiapkan aneka konsep pembangunan bagi mantan Wali Kota Solo, Jawa Tengah, itu juga menyusun 19 kriteria kandidat RI-2. Menurut anggota tim, kelompok akademikus dan aktivis yang dipimpin mantan pengajar Universitas Indonesia, Andi Widjajanto, ini memasukkan tokoh-tokoh ke kriteria itu, lalu memberinya skor.
Skor tertinggi umumnya diperoleh tokoh profesional. Mereka yang masuk "sepuluh besar" antara lain Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad, Mahfud Md., dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo. Ada pula Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kuntoro Mangkusubroto dan mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution.
Jalan lain pencalonan adalah melalui jajak pendapat. Survei mengukur popularitas dilakukan Populi Center selama Februari-Maret lalu. Jusuf Kalla, 72 tahun, menempati posisi teratas untuk jalur ini. Popularitasnya mengungguli Wakil Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, dan Abraham Samad.
Pintu terakhir adalah melalui PDIP, terutama keluarga Megawati. Sejak awal, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Purnawirawan Ryamizard Ryacudu muncul sebagai calon kuat. Ia memiliki kedekatan khusus dengan keluarga Megawati, karena ayahnya merupakan panglima daerah militer kepercayaan Sukarno. Ia hampir pasti dipasangkan dengan Jokowi jika perolehan suara PDIP sesuai dengan target, yaitu 27,02 persen. "Pesaingnya hanya Puan Maharani," ujar seorang politikus.
Hasto mengatakan PDIP tidak mempertimbangkan militer atau sipil dan Jawa atau luar Jawa untuk menentukan calon wakil presiden Jokowi. Dengan target bisa menang satu putaran, kata dia, faktor popularitas calon wakil presiden menjadi krusial. Sekretaris Jenderal Tjahjo Kumolo juga menyatakan usia calon tak lagi menjadi bahan pertimbangan.
Peluang Jusuf Kalla, yang menjadi wakil presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004-2009, pun di atas angin dengan persyaratan itu. Menurut survei Populi Center, yang disewa PDIP, elektabilitas duet Jokowi-Jusuf Kalla stabil pada kisaran 46 persen. Lembaga ini membuat simulasi empat pasangan, yaitu Jokowi-Jusuf Kalla, Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama, Jokowi-Abraham Samad, dan Jokowi-Panglima TNI Jenderal Moeldoko.
Jusuf Kalla juga ditopang sejumlah "sponsor", antara lain pengusaha Sofjan Wanandi dan Jakob Oetama, juga para akademikus dari Centre for Strategic and International Studies-lembaga pemikir yang berpengaruh dan punya jaringan internasional kuat. Menurut kelompok pendukung Puan, beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu II pun telah menyorongkan pemilik kelompok usaha Bukaka dan Grup Kalla ini kepada Jokowi.
Dengan beberapa pintu pencalonan ini, sepanjang pekan lalu kemungkinan pasangan Jokowi yang beredar di elite PDIP berayun cepat. Pada Rabu pagi pekan lalu, misalnya, Hatta, Kalla, dan Ryamizard berada di daftar teratas. Sore harinya, posisi berubah menjadi Kalla, Mahfud Md., dan Ryamizard. "Lalu muncul Luhut Panjaitan," kata seorang narasumber yang terlibat dalam proses ini.
Letnan Jenderal Purnawirawan Luhut Binsar Panjaitan, mantan Komandan Pendidikan dan Latihan Angkatan Darat, memiliki hubungan panjang dengan Jokowi. Pemilik PT Toba Sejahtera ini juga pernah menjalin kerja sama bisnis dengan perusahaan Jokowi. Menteri Perdagangan kabinet Abdurrahman Wahid itu kini menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar.
Partai-partai lain menunggu keputusan PDIP. Sempat beredar informasi, pengumuman pendamping Jokowi akan dilakukan pekan ini. Demi menyiapkan aneka skenario koalisi, pergerakan oleh para politikus terus dilakukan. Pada Kamis malam pekan lalu, sejumlah politikus yang mengatasnamakan "partai Islam" berkumpul di rumah pengusaha Hasyim Ning di Cikini, Jakarta Pusat.
Digagas Ketua Majelis Pertimbangan Partai PAN Amien Rais, hajatan dihadiri perwakilan dari PKB, PAN, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Bulan Bintang. "Ini tahap awal," ujar Amien, yang pada 1999, sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, menjadi motor Poros Tengah. Ia menamai gagasan koalisi kelompok ini "The Greater Indonesia Raya".
Jokowi sendiri mengatakan sedang memperhitungkan calon wakilnya. Ia berujar, "Di partai ada hitungannya, Ketua Umum Megawati punya hitungan, saya juga punya hitungan."
BS, Bagja Hidayat, Anton Septian, Ira Guslina Sufa, Khairul Anam
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo