Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARI-HARI Ferdi Hasan sepekan terakhir tak lagi sibuk memandu acara bincang-bincang di layar televisi. Presenter kondang itu lebih sering muncul di media terkait dengan dugaan penipuan yang melibatkan perencana keuangan kondang Ligwina Hananto. Ferdi mengatakan pemilik PT Quantum Magna Financial ini berperan dalam kerugian besar dari kegiatan investasinya.
Ligwina bukan orang baru yang dikenal lelaki yang bernama asli Anugrah Firdaus itu. Selama tujuh tahun, Wina-begitu dia biasa disapa-menjadi rujukan investasi Ferdi. Bermula dari produk reksa dana, Ferdi menjelajah ke berbagai instrumen lain. Semua berdasarkan masukan perusahaan Ligwina, yang dibayar sebagai perencana keuangan.
Namun belakangan harapan menuai untung besar menguap ditiup angin. Dana hampir Rp 12 miliar yang digelontorkan Ferdi ke tujuh investasi yang direkomendasikan sang perencana keuangan nyungsep. "Ambrol dalam waktu bersamaan," katanya kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Ferdi menduga kerugian yang mendera bukan sekadar risiko investasi. Ada skenario jahat ingin menggasak kekayaannya. Sadar nasihat koleganya menjerumuskan, Ferdi membuat laporan ke Kepolisian Daerah Metro Jakarta pada Senin pekan lalu.
Segepok dokumen perjanjian dan bukti kejanggalan disodorkan Ferdi ke polisi. Dia berharap langkahnya ini berbuah sorotan tajam terhadap profesi perencana keuangan yang banyak memakan korban.
Ferdi mengatakan pilihan menempuh jalur hukum untuk membuka mata otoritas keuangan terhadap praktek bisnis perencana keuangan yang minim aturan dan banyak celah terjadinya penipuan. "Agar tak ada lagi yang bernasib seperti saya," katanya.
PERKENALAN Ferdi dengan Ligwina berawal dari acara Bank BCA yang ditayangkan di sebuah stasiun televisi pada 2006. Ferdi menjadi presenter, Ligwina narasumber tip memilih investasi. Dari perjumpaan itu, dia merasa sreg dengan nasihat Ligwina, yang menyarankan berinvestasi di reksa dana.
Ferdi mulai melirik produk investasi lain dengan iming-iming bunga tinggi. Ligwina memilihkan index trading. Awalnya Ferdi menanam Rp 1 miliar. Tiga pekan kemudian, investasi menuai untung Rp 600 juta. "Sangat menggoda," katanya.
Lelaki 41 tahun itu semakin ketagihan dan menambah "dosis" investasi sebesar Rp 2 miliar. Eh, kali ini dewi fortuna tidak berpihak, seluruh dananya hilang. Ferdi lalu berkonsultasi dengan Ligwina, yang berjanji mencarikan instrumen investasi yang lain.
Sang konsultan kemudian menyarankan Ferdi berinvestasi di Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS), investasi emas bersertifikat Majelis Ulama Indonesia. Dia dipertemukan dengan Ong Han Chun, Direktur Utama GTIS, di Coffee Bean Pacific Place, Jakarta, pada 2010. Ferdi sepakat menanamkan uang Rp 1 miliar.
Tahun pertama bonus dibayar lancar. Lalu Ferdi menambah suntikan modal Rp 2,865 miliar pada 2012. Dia semakin agresif dengan menyebar dana di beberapa produk investasi.
Beberapa investasi itu, Rp 1,05 miliar di CV Jaty Arthamas untuk perkebunan jati seluas tiga hektare di Bogor, Jawa Barat. Lalu Rp 300 juta di PT Triguna Jaya Usaha, perusahaan penyedia tenaga kerja alih daya untuk perusahaan minyak dan gas. Rp 2,35 miliar di CV Panen Mas untuk menanam singkong, peternakan burung puyuh, dan pabrik tapioka. Kemudian untuk membeli logam mulia senilai Rp 2,52 miliar di CV Trimas sepanjang 2012-2013.
Ferdi mulai curiga setelah lebih dari satu setengah tahun sertifikat untuk perkebunan jati tak pernah terbit. Dia turun gunung, mencari tahu ke sana-sini ihwal seretnya sertifikat itu. Belakangan, diketahui sertifikat tanah untuk pohon jati ternyata ganda. "Ini bukan lagi risiko investasi, melainkan penipuan," katanya.
Bersamaan dengan itu, terjadi prahara di GTIS. Ong Han Chun, Direktur Utama GTIS, kabur ke luar negeri membawa ratusan miliar rupiah uang nasabah. Bonus gede yang dijanjikan bablas. Ratusan nasabah GTIS senasib dengan Ferdi, kelimpungan tak bisa menarik uangnya.
Kabar tak sedap lainnya datang dari CV Panen Mas. Pemiliknya, Ari Pratomo, diterungku Kepolisian Sektor Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat, atas dugaan melarikan dana nasabah. Ferdi memprotes karena Benny Raharjo, anak buah Ligwina, yang merekomendasikannya berinvestasi di Panen Mas.
Ferdi semakin geram setelah mengetahui akta notaris Panen Mas menyebutkan dua anak buah Ligwina, yaitu Benny dan Nurfitriavi Nuriman, tercatat sebagai pendiri dan pemegang saham. "Ini kan konflik kepentingan," katanya.
Konflik kepentingan juga mendera Ligwina dalam investasi GTIS. Seorang sumber menyerahkan kepada Tempo bukti transfer dana dari agen GTIS sebanyak 24 kali sepanjang September 2010-Januari 2013. Dana itu masuk ke rekening BCA nomor 0354045*** atas nama Ligwina Hananto senilai Rp 1,098 miliar.
Merasa kerugian semakin menumpuk, Ferdi mengadakan pertemuan dengan Ligwina di kantor pengacara Panji Prasetyo di Tower Allianz, Jakarta Selatan, pada 24 Oktober 2013. Dalam pertemuan itu, dia menyodorkan skema ganti rugi ke Ligwina.
Tidak semua investasi diminta ganti rugi oleh ayah dua anak tersebut. Ferdi memilih dua investasi yang diduga kuat ada tangan-tangan Ligwina, yaitu Panen Mas dan Jaty Arthamas. Alasannya, sang perencana keuangan dinilai melakukan persekongkolan dengan pemilik perusahaan.
Dalam pertemuan itu, menurut Ferdi, Ligwina menawarkan tanam ulang untuk investasi di Panen Mas. Mendengar itu, Ferdi semakin yakin ada konflik kepentingan yang mendera Ligwina. "Mengkonfirmasi bahwa dia terlibat dengan perusahaan itu," katanya.
Ditemui Tempo pada Rabu pekan lalu, Ligwina membantah beragam tudingan Ferdi, termasuk kabar menerima uang dari GTIS. Menurut dia, penawaran tanam ulang sekadar membantu Ferdi menekan kerugian. "Tidak ada konflik kepentingan saya dan anak planner," katanya.
Tidak semua klien Ligwina bermasalah seperti Ferdi. Iim Fahima Jachja, CEO Digital Company, mengatakan masih mempercayai penasihat keuangannya itu. "Saya percaya Ligwina karena sarannya masuk akal," katanya Kamis pekan lalu.
Iim menggandeng Wina sejak lima tahun lalu. Tujuh investasi berupa reksa dana dan logam mulia dipilihnya untuk menanam beberapa miliar rupiah dananya. Kunci kenyamanan berinvestasi adalah mengetahui tipe orang berinvestasi, menggali sedetail mungkin produk investasi dan risikonya.
Polemik Ferdi melawan Ligwina tak membuat Otoritas Jasa Keuangan langsung turun tangan. Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S. Soetiono mengatakan bisnis perencana keuangan tidak masuk kewenangan OJK. "Belum ada aturannya," katanya.
Menurut dia, di beberapa negara, perencana keuangan diatur badan khusus berupa self-regulatory organization. Organisasi semacam itu tidak ada di Indonesia. "Kendati tak diatur, peran penasihat keuangan sangat penting untuk mendorong masyarakat gemar berinvestasi," kata Kusumaningtuti.
Kendati tidak mengatur, ada pembelaan kepada Ligwina dari Kusumaningtuti. Dia mengatakan kerugian yang didera investor tidak serta-merta kesalahan perencana. "Perlu kajian yang dalam untuk melihat apakah kerugian investor tergolong risiko atau pelanggaran hukum," katanya. Meski demikian, dia menambahkan, dalam kasus Ferdi, OJK belum membuat keputusan.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto, mengatakan aneka kerugian oleh bisnis investasi disebabkan oleh regulasi yang tidak jelas dan tumpang-tindih. Tidak ada satu lembaga yang lugas mengatur produk investasi. Beragam produk investasi bisa dikeluarkan oleh beberapa lembaga pemerintah. "Problemnya ada di regulasi," katanya.
Arief menilai skandal investasi bodong muncul jika ada kejadian investor dirugikan. Ketika produk investasi bodong baru terbit, tidak ada yang melapor. "Investor kalau untung diam, kalau rugi berteriak," katanya.
Akbar Tri Kurniawan, Iqbal Muhtarom, Ananda Putri
Tip Memilih Perencana Keuangan
Kepala International Association of Registered Financial Consultant Indonesia Aidil Akbar memberi lima tip dalam memilih perencana keuangan.
1. Cek latar belakang pendidikan perencana keuangan. Pastikan bergelar dan bersertifikat registered financial planner atau certified financial planner.
2. Pastikan perencana keuangan yang dipilih independen. Amati kiprah mereka di media sosial. Pastikan tidak terjadi konflik kepentingan antara perencana keuangan dan produk investasi yang direkomendasikan.
3. Cek lisensi agen penjual produk investasi. Misalnya lisensi untuk wakil agen penjual efek reksa dana untuk penjualan reksa dana, wakil manajer investasi untuk manajer investasi, dan wakil perantara pedagang efek.
4. Pilih perencana keuangan yang memiliki jam terbang tinggi.
5. Pastikan produk yang diinvestasikan sudah berizin dan dipayungi regulasi yang ketat, seperti produk asuransi, bank, pasar modal, serta aset berwujud berupa emas fisik dan properti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo